4 Macam Bisikan Hati

Dalam kehidupan sehari-hari, hati kita senantiasa berkecamuk. Terlintas ragam keinginan. Berkelibat ragam kemauan serta hasrat. Mulai dari hal receh hingga yang besar. Mulai keinginan yang baik maupun yang buruk. Digerakan oleh hati nurani ataupun yang didorong oleh hawa nafsu. Lantas bagaimana kita mengelolanya? Bagaimana syariat menghukuminya? Apakah setiap hal yang terlintas dalam hati lantas berujung menjadi dosa ataupun pahala?

Berbagai Macam Keinginan Hati

Dalam kitab Raudhah al-Thalibin wa Umdah al-Salikin, Imam al-Ghazali menjelaskan 4 macam keinginan hati. Mulai dari macam, hukum hingga cara mengelolanya. Pertama adalah bisikan hati yang sekedar terlintas. Keberadaannya di luar kontrol manusia. Seakan muncul begitu saja. Macam yang pertama ini mempunyai istilah (sesuatu yang terlintas). Kedua, kecondongan hati. Yaitu saat hati memiliki kecenderungan terhadap suatu hal. Oleh Imam al-Ghazali, macam kedua ini adalah al-mail (kecondongan). Sama seperti macam yang pertama, al-mail ini juga ada di luar kontrol seseorang. Ada begitu saja.

Karena itu, keduanya, baik al-khathir ataupun al-mail tidak memiliki konsekuensi hukum. Tidak lain karena di luar kontrol. Adanya tidak oleh pemilik hati. Dalam hal ini, Imam al-Ghazali memetakan dua konsep penting, al-ikhtiari (diusahakan) dan al-idlthirari (ada dengan sendirinya). Jika keinginan hati itu termasuk keinginan yang ikhtiari, maka akan memiliki konsekuensi hukum. Sebaliknya, jika masuk katagori idlthirari, maka tidak dapat dihukumi. Di luar usaha dan upaya mukallaf. Oleh Imam al-Ghazali, dua bisikan hati ini disebut dengan hadist al-nafs (bisikan atau percakapan hati).

Argumentasi Imam al-Ghazali terkait Bisikan Hati

Argumentasi Imam al-Ghazali tersebut merujuk pada hadis Nabi Muhammad Saw. Ketika itu baginda Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa Allah mengampuni sesuatu yang terlintas dalam hati (hadist al-nafs) umatnya. Hadis ini banyak teriwayatkan dalam kitab hadis. Antara lain terdapat pada Sahih al-Bukhari, Sunan al-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Al-khathir dan al-mail tidak termasuk dosa selagi tidak ada setelahnya keinginan untuk melakukannya. Jika sudah ada keinginan untuk melakukan, maka dapat dihukumi. Hal ini berbeda dengan al-hamm (keinginan) dan al-azam (rencana). Keduanya sudah dapat dihukumi. Karena sudah mengandung dorongan untuk melakukannya dalam tindakan nyata. Oleh karena itu, keinginan dan azam tidak termasuk dalam hadis al-nafs.

Macam bisikan hati yang ketiga adalah keyakinan. Imam al-Ghazali menyebutnya dengan al-i’tiqad. Bisikan hati yang oleh pemilik hati sudah yakini. Hukumnya terbagi menjadi dua kemungkinan. Pertama, jika keyakinan tersebut termasuk yang diupayakan (ikhtiari), maka dapat dihukumi. Tetapi jika termasuk katagori yang tidak diupayakan (idlthirari), ada dengan sendiri, tidak dapat terhindari, maka ia tidak dapat dihukumi. Masih netral. Tidak mengandung konsekuensi hukum apapun.

Antara Bisikan Hati dan Keinginan untuk melakukan sesuatu

Bisikan yang keempat disebut dengan al-hamm (keinginan melakukan sesuatu). Jika keinginan ini lantas benar-benar dilakukan, maka dapat dihukumi. Kalau tidak dilakukan karena takut kepada Allah serta menyesal telah memiliki keinginan tersebut, maka dihukumi (dicatat) sebagai satu kebaikan. Jika keinginan tersebut ditinggalkan, tetapi tidak karena ada motif takut kepada Allah, hanya karena ada suatu hal yang menghalanginya, maka tetap ditulis menjadi satu dosa kejelekan. Hal ini mengingat bahwa al-hamm (keinginan) adalah gerak hati yang diupayakan, dapat terkontrol oleh manusia. Karenanya sudah dapat mengandung hukum tertentu.

Dasarnya adalah hadis Nabi Muhammad Saw. Riwayat Imam Muslim, bersumber dari Sayidina Wail Ra. Saat itu Rasulullah bersabda, “Ketika ada dua muslim berhadap-hadapan dengan kedua pedangnya masing-masing, maka baik yang membunuh ataupun yang dibunuh sama-sama masuk neraka.” Para sahabat lantas bertanya, bagaimana mungkin orang yang terbunuh dari keduanya juga masuk neraka? Rasulullah Saw menjawab, “Pada hakikatnya orang yang terbunuh tersebut juga berkehendak ingin membunuh saudaranya.” Hadis ini adalah dalil (nash) bahwa hanya dengan sebab ada keinginan membunuh, dapat menyebabkan seseorang masuk neraka.

Dari paparan singkat ini, semoga kita dapat memilah dan memilih kecamuk hati. Meskipun secara material, hati hanyalah segumpal darah, namun keluasannya tak bertepi. Ragam bisikan, keinginan, rencana, dan hasrat menyeruak.  Tidak aneh jika jauh-jauh hari, Imam al-Ghazali telah secara spesifik mengulas 4 macam bisikan hati di atas. Wallahu a’lam bisshowab.

Similar Posts