Affiliate Dalam Ketentuan Fikih Mu’amalah
Majalahnabawi.com – Seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang, hampir semua urusan bisa terealisasi dengan cepat. Semua ini merupakan hasil kerja dari sebuah alat yang bernama teknologi. Katakanlah dalam urusan jual beli dan tawar menawar pada suatu barang, yang semua itu terjadi nyaris tidak memerlukan kerja keras sedikitpun. Dalam menawarkan suatu barang -dengan adanya teknologi- cukup dengan pembuatan konten saja dan tinggal menyepil akun barangnya. Dan inilah pekerjaannya para affiliator.
Apa dan bagaimana itu affiliate?
Affiliate marketing adalah metode pemasaran yang dilakukan dengan sistem kerja sama, yaitu dengan memasarkan atau menjual produk dari mitra untuk mendapatkan komisi. Biasanya, affiliate marketing melibatkan konten sebagai media promosi. Secara umum, tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi affiliator. Namun, untuk menjadi afiliator Shopee, Anda harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
pertama, Pastikan media sosial Anda aktif, terbuka untuk umum, dan memiliki konten yang orisinal. Kedua, Pastikan akun Shopee yang terdaftar adalah akun pribadi, bukan akun toko atau penjual Shopee. Ketiga, Memiliki minimal satu Subscribers/Followers/Teman di YouTube, Instagram, TikTok, Twitter, atau Facebook. keempat, Konten tidak mengandung unsur Suku, Agama, dan Ras (SARA), unsur pornografi, serta harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
Karena ada sebagian kelompok dari kalangan muslim masih mempertanyakan keabsahan pekerjaan affiliator ini, maka penulis akan mencoba untuk menganalogikan terhadap ketentuan-ketentuan fikih mu’amalah. Memang istilah affiliate tidak tampak secara tegas dalam syariat Islam, tapi kalau kita menelaah kasus beserta contohnya dalam fikih muamalah, insyaallah affiliate ini juga tercakup. Nah dalam ketentuan fikih muamalah, kira-kira definisi maupun mekanismenya affiliate ini mau diarahkan kemana?
Kita coba masukkan kepada akad jua’lah. Akad jua’alah adalah, seseorang berkomitmen untuk memberi komisi kepada orang yang sanggup melalukan pekerjaan darinya, baik pekerjaan yang sudah ada kerentuan atau tidak. Maksudnya pekerjaan yang ada ketentuan, si ja’il (orang yang mensayembarakan suatu pekerjaan) menyebutkan jenis pekerjaannya, misal jenis ini adalah jual beli atau menawarkan suatu barang. Kalau contohnya yang tidak tertentu (Majhul), si ja’il hanya mengatakan “barang siapa yang menemukan barangku yang hilang maka dia akan dapat sekian dari saya”.
Perbandingan antara kasus affiliate dan ju’alah
Berhubung sudah mengetahui dari definisi dan mekanisme dari affiliate maupun akad ju’alah, sekarang kita akan mencoba untuk membandingkan ketentuan antara dua kasus di atas (affiliate dan ju’alah). Kita mulai dari segi definisi dulu. Di dalam definisi affiliate dan ju’alah itu memiliki kesamaan, yaitu sama-sama ada pihak yang berkomitmen untuk memberikan upah (ja’il dan shopee). Dipandang dari aspek mekanismenya, affiliate dan ju’alah juga memiliki kesamaan. Affiliate adalah pihak yang menyanggupi untuk menerima pekerjaan dari si shopee dengan mendftarkan diri terlebih dahulu. Begitu juga dalam akad ju’alah ada pihak amil yang menyanggupi tawaran pekerjaan dari si ja’il.
“Penulis juga menawarkan affiliate ini untuk diarahkan ke akad ijarah (sewa menyewa)“.
Ijarah secara Bahasa adalah menjual suatu manfaat baik itu barang ataupun jasa. Di dalam ijarah, itu adakalanya pihak yang menyewa (Mu’jir) dan adakalanya pihak yang menyewakan (Musta’jir). Dan yang menjadi keharusan di dalam ijarah, manfaat barang sewaan itu harus sudah jelas dan pasti. Salah satu yang menjadi syarat sahnya ijarah adalah sesuatu yang kita sewa, harus sesuatu yang bisa kita pindahkan atau kita ganti.
Persamaan Akad Affiliate dengan Ijarah
Di dalam affilliate, pihak shopee juga bisa kita katakan pihak yang menyewa, sementara yang kita sewa adalah pihak afilleate. Manfaat yang shoppe sewa terhadap affilliate adalah jasanya, yaitu berupa mempromosikan barang. Oleh karena itu dalam kasus affiliate, itu juga sama dengan akad ijarah. Kenapa demikian? karena manfaat yang kita beli dari affiliate itu adalah jasa untuk mempromosikan barang dari shopee.
Karena di dalam akad ijarah itu manfaat yang kita sewa harus jelas dan pasti, maka sudah barang tentu affiliate itu memiliki manfaat karena sudah mempromosikan barang dari shopee. Nah apakah manfaat itu sudah diketahui oleh pihak shopee? Pasti, karena mekanisme untuk menjadi affiliate itu ada prosedurnya, berupa mendaftar terlebih dahulu dan lain-lain sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas.
Demikianlah hasil dari penulis dalam qiyas kecil-kecilan yang insyaallah bermanfaat. Mungkin hikmah yang bisa kita ambil adalah jangan gampang-gampang mengharamkan sesuatu hanya karena persoalan nama. Karena ajaran Islam sendiri menghendaki kemudahan yang bisa kita ambil banyak pelajaran, termasuk menganalogikan suatu kasus yang namanya tidak langsung jelas dalam syariat kepada kasus yang langsung jelas dalam syariat. Walla hu a’lam