Amanat Tidak Boleh Salah Alamat
Rasionalika.darussunnah.sch.id x Majalahnabawi.com – Mendekati waktu pergantian para pemimpin, wadah berita dan wacana di Indonesia dipenuhi dengan visi misi, profil, dan rekam jejak para calon pemimpin. Pewarta berita berlomba-lomba memberikan informasi tersebut agar rakyat tidak rabun soal politik.
Rakyat yang buta soal politik, sangat mungkin memilih dengan serampangan dan menjadi salah pilih. Rasulullah saw. bersabda bahwa fenomena ‘salah pilih’ bermakna memilih kehancuran dengan sengaja. Termaktub dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ، حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ “. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ”. (رواه البخاري)
البخاري: أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بَردِزبَة الجعفي البخاري
Artinya: dari Abu Hurairah (w. 57 H) r.a. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah Kiamat tiba”. Ada seorang sahabat bertanya, ‘Bagaimana amanah itu disia-siakan?’ Nabi menjawab, “Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat tiba“. (HR. al-Bukhari 194 H – 256 H : 62 tahun).
Istifadah:
Hadis ini secara gamblang menyatakan bahwa jika peran dalam masyarakat tidak dilaksanakan oleh orang yang kompeten, maka tunggulah kehancuran. Al-Hâfiz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari mengutip perkataan Imam al-Kirmani, ia berkata: Maksud dari ‘perkara’ dalam teks hadis di atas adalah perkara yang berkaitan dengan agama, seperti: khilafah, pemerintahan, putusan, dan meminta fatwa.
Ketika menafsirkan Q.S. al-Baqarah [2]:27 syekh al-Sya’rawi mengutip hadis di atas dan menyebutkan bahwa kehancuran terjadi karena masyarakat dibangun dengan pondasi hipokrit dan kekacauan. Bukan atas dasar kompetensi dan keikhlasan. Sehingga orang munafik yang bodoh itulah yang menduduki kursi kekuasaan. Sedangkan orang kompeten hanya menjadi rakyat biasa dan tak punya kuasa.
Syekh al-Sya’rawi mengumpamakan keadaan demikian seperti masyarakat yang hidup di hutan rimba. Manusia tidak menghargai hak orang lain. Orang yang bekerja tidak menemukan haknya. Sehingga ia merasa tidak ada gunanya bekerja. Sehingga masyarakat berubah menjadi sekelompok manusia yang tidak produktif.
Semoga kita diberi mampu untuk memilih pemimpin yang kompeten dan dijauhkan dari kedaan masyarakat bak dalam hutan rimba.
Wallahu ‘alam