majalahnabawi.com – Ajaran Islam bersumber dari dua pokok ajaran utama, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Al-Qur’an menempati posisi pertama sebagai petunjuk bagi  umat Muslim, sedangkan hadis menempati posisi ke dua setelah al-Qur’an. Hadis sebagai sumber ajaran dan panduan hidup umat Islam, juga berfungsi sebagai sumber hukum.

Urgensi Syarah Hadis

Sebagai fokus kajian dalam dunia Islam, hadis yang berisi perkataan dan tindakan Nabi Muhammad Saw., memainkan peran penting dalam memberikan wawasan mendalam tentang kehidupan seorang muslim. Meskipun demikian, pemahaman yang benar tidak selalu mudah, sehingga syarah hadis menjadi unsur krusial dalam pemahaman Islam.

Syarah hadis adalah upaya untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman mendalam terhadap suatu hadis, memastikan agar pesan-pesan suci tetap relevan dan dipahami dengan benar dalam konteks zaman yang terus berubah. Sehingga syarah hadis sangatlah penting dalam memahami dan meresapi makna-makna yang terkandung dalam suatu hadis dan menjadi kunci dalam pemahaman serta praktek ajaran Islam yang baik.

Syarah Hadis Sebagai Jembatan

Dalam kontek zaman yang terus berubah, syarah hadis menjadi jembatan antara masa lalu dengan tantangan masa kini. Pemahaman yang cermat terhadap konteks dan makna hadis memastikan bahwa ajaran Islam tetap relevan dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu contoh hadis yang dapat dikatakan sebagai jembatan antara masa lalu dengan masa kini adalah hadis yang berkaitan dengan keadilan sosial dan kepedulian terhadap sesama. Salah satu contoh hadis yang relevan adalah :

عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَ خِيْهِ مَا يُحِبَّ لِنَفْسِهِ”

Artinya: Dari Anas, dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Tidaklah sempurna keimanan seseorang dari kalian hingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari no. 13)

Dalam syarah Sahih Bukhari (Fathul Bari) hadis di atas telah dijelaskan oleh ulama bahwa kecintaan merupakan sebagian dari iman, seseorang dikatakan sempurna imannya apabila mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Namun perlu kita ketahui bahwa orang yang tidak melakukan apa yang ada dalam hadis ini, tidaklah menjadi kafir.

Maksud dari cinta di sini adalah cinta dan senang ketika saudaranya mendapatkan seperti apa yang ia dapatkan, baik dalam hal yang bersifat indrawi maupun maknawi. Secara teks hadis ini menuntut kesamaan, namun pada realitanya menuntut pengutamaan, karena setiap orang senang ketika lebih dari yang lainnya. Maka ketika seseorang mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, maka ia termasuk orang-orang yang utama (Lihat Fathul Bari, Jilid 1, h. 95).

Hadis tersebut menegaskan prinsip keadilan sosial serta empati terhadap sesama sebagai inti ajaran Islam. membangun jembatan antara masa lalu dan masa kini, hadis ini mengajarkan umat Islam untuk tidak hanya mementingkan kepentingan diri sendiri, tetapi juga peduli terhadap kesejahteraan saudara kita.

Dalam konteks masa lalu, hadis ini menjadi sebuah petunjuk pada zaman Nabi Saw., tentang pentingnya saling mencintai dan menghormati. Di masa kini, hadis ini tetaplah relevan sebagai landasan untuk membangun masyarakat yang adil, mengurangi kesenjangan sosial, dan membantu sesama dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan menjelajahi warisan intelektual melalui syarah hadis, umat Islam dapat membangun hubungan yang kokoh antara masa lalu dengan kebutuhan masa kini. Syarah hadis adalah jembatan yang membawa pesan-pesan suci Nabi Saw., dalam kehidupan sehari-hari, memastikan bahwa nilai-nilai Islam tidak hanya diwariskan tetapi juga diterapkan dengan bijak dalam menghadapi perubahan zaman.

Sehingga para ulama kontemporer dapat mengaitkan prinsip keadilan dan empati ini dengan isu-isu modern seperti kemiskinan, ketidak setaraan, dan kebutuhan mendesak masyarakat. Dengan demikian, hadis ini tidaklah hanya menjadi warisan bersejarah, tetapi juga menjadi panduan praktis dalam menghadapi berbagai tantangan sosial masa kini. Wallahu A’lam Bishawab.