Majalahnabawi.com – Islam merupakan agama yang memperhatikan seluruh aspek kehidupan manusia baik itu dalam ibadah, muamalah, maupun adab dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita temui hadis yang menerangkan adab kepada orang yang lebih besar dan menyayangi yang lebih kecil, adab kepada tetangga, adab menerima tamu ala Rasulullah Saw yang terdapat di dalam kitab mu’tabarah atau kutubussittah. Tidak kalah pentingnya cara makan, minum dan berpakaian juga diatur oleh Islam sedemikian rupa.

Secara umum, aturan berpakaian tercantum dalam Al-Quran dan hadis, yaitu menutup aurat, tidak menyerupai laki-laki bagi perempuan dan tidak menyerupai perempuan bagi laki-laki, tidak transparan, dan tidak ketat hingga membentuk lekuk tubuh.

Di samping itu, ada aturan lain dalam berpakaian. Contohnya ketika memakai izar atau yang lebih kita kenal dengan sarung. Sarung merupakan salah satu budaya bangsa Indonesia yang digunakan dalam upacara-upacara adat. Sarung juga sering digunakan oleh kaum laki-laki ketika shalat yang tentunya sarung yang suci sesuai dengan syarat sah shalat.

Hukum Isbal Menurut Hadis Nabi

Nah, pernahkan mendengar bahwa menjulurkan sarung di bawah mata kaki itu dilarang? Sekilas mungkin kita menganggap bahwa hal itu tidaklah masalah selagi menutup aurat. Namun dalam perspektif hadis dijelaskan melalui sabda Nabi Muhammad Saw yang terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَالْبَسُوْا وَتَصَدَّقُوْا فِيْ غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيْلٍ  

Makanlah, minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah dengan tanpa berlebihan dan tanpa kesombongan.”

Hadis di atas menerangkan bahwa tidak boleh berlebihan dalam berbagai hal; baik itu makan, minum, berpakaian maupun sedekah. Karena sebaik-baik urusan adalah tengah-tengahnya dalam artian sederhana. Dalam hadis lain dipaparkan secara spesifik dalam memakai sarung melebihi mata kaki (isbal).

 عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّيْ مُسْبِلًا إِزَارَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِذْهَبْ فَتَوَضََّأْ! فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ، فَقَالَ: اِذْهَبَ فَتَوَضَّأْ! فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا لَكَ أَمَرْتَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ ثُمَّ سَكَتَّ عَنْهُ؟ قَالَ: إِنَّهُ كَانَ يُصَلِّيْ وَهُوَ مُسْبِلٌ إِزَارَهُ وَإِنَّ اللهَ لَا يَقْبَلُ صَلَاةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ

Hadis di atas dikutip dalam kitab Sunan Abi Daud dari sahabat Abu Hurairah berkata: Ketika itu ada seorang laki-laki sedang shalat yang menggunakan sarung dalam keadaan isbal (menjulurkan sampai bawah mata kaki) kemudian Nabi memerintahkannya untuk berwudhu kembali, beliau memerintahkannya sebanyak dua kali. Sehingga seorang sahabat bertanya kenapa Nabi: kenapa engkau memerintahkannya untuk kembal berwudu?. Kemudian Nabi berkata: Ia shalat dengan sarung yang sampai ke mata kaki, Allah tidak menerima shalat orang yang isbal.

Dispensasi Isbal Kepada Abu Bakar

Di dalam Shahih al-Bukhari terdapat hadis yang berkaitan dengan hal ini:

 عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِيْ يَسْتَرِخِيْ إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَالِكَ مِنْهُ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلَاءَ

Riwayat dari Salim bin Abdillah dan ayahnya dari Nabi Saw bersabda: “Barang siapa yang menjulurkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat. Abu Bakar lalu bertanya: Wahai Rasulullah, salah satu sisi sarungku melorot kecuali aku ikat dengan benar. Lalu Nabi bersabda: Engkau tidak melakukan hal itu karena sombong”.

Dari uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa memakai sarung dengan menjulurkan di bawah mata kaki itu dilarang, jika terdapat unsur sombong. Karena yang berhak sombong hanyalah Allah dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Maka sepatutnya kita melakukan sesuatu secara sederhana saja. Jika tidak ada unsur sombong, maka boleh saja hanya makruh.