Gambaran Besar Pembahasan Kitab Nadzom Al-Fara’id Al-Bahiyah
Majalahnabawi.com – Kitab Nazdom al-Fara’id al-Bahiyah merupakan karya monumental dari Sayyid Abu Bakar bin Abi al-Qasim bin Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakar al-Ahdal al-Husaini al-Yamani atau lebih dikenal dengan sebutan Ibn Ahdal (w. 1035 H). Kitab ini berisikan pembahasan seputar kaidah-kaidah fikih yang bersumber dari kitab al-Asybah wa al-Nadzair fi Qawa’id wa Furu’i Fiqh al-Syafi’iyyah karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911 H).
Salah satu syarah Nadzom kitab ini yaitu kitab al-Mawahib as-Saniyah karya Syekh Abdullah bin Sulaiman al-Jarhazi (w. 1201 H). Serta hasyiyahnya yaitu kitab al-Fawa’id al-Janiyah karya Syekh Yasin al-Fadani (w. 1410 H).
Dalam mukadimah kitabnya, Syekh Ibn Ahdal menyampaikan bahwa:
فَالْعِلْمُ عَظِيْمُ الْجَدْوَى ¤ لَا سِيَّمَا الْفِقْهِ أَسَاسُ التَّقْوَى
فَهُوَ أَهَمُّ سَائِرِ الْعُلُوْمِ ¤ إِذْ هُوَ لِلْخُصُوْصِ وَالْعُمُوْمِ
وَهُوَ فَنٌّ وَاسِعٌ مُنْتَشِرُ ¤ فُرُوْعُهُ بِالْعَدِّ لَا تَنْحَصِرُ
وَإِنَّمَا تُضْبَطُ بِالْقَوَاعِدِ ¤ فَحِفْظُهَا مِنْ أَعْظَمِ الْفَوَائِدِ
“Ilmu adalah hal yang sangat agung manfaatnya, terlebih ilmu fikih yang menjadi pondasinya takwa. Ilmu fikih merupakan ilmu yang terpenting, karena berguna bagi semua kalangan. Ilmu fikih merupakan disiplin ilmu yang luas dan cabang-cabangnya tidak terhitung yang hanya bisa dibatasi dengan kaidah-kaidah. Maka menghafalnya merupakan faedah terbesar.”
Kemudian di akhir mukadimah kitabnya beliau menuliskan:
وَأَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى فِيْهَا ¤ إِعَانَةً بِحَقِّهِ يُوْفِيْهَا
وَأَنْ يَكُوْنَ نَظْمُهَا مِنَ الْعَمَلْ ¤ لِوَجْهِهِ وَخَالِصًا مِنَ الْعِلَلْ
وَأَنْ يَدُوْمَ نَفْعُهَا لِيْ وَلِمَنْ ¤ حَصَّلَهَا عَنِّيَ فِيْ كُلِّ زَمَنْ
فَإِنَّهُ يُجِيْبُ مَنْ دَعَاهُ ¤ وَلَا يَخِيْبُ أَحَدٌ رَجَاهُ
“Aku memohon kepada Allah Swt, agar bisa menyelesaikan manzumah itu. Mudah-mudahan manzumah itu merupakan amal karena Allah Swt dan terbebas dari hal-hal melebur pahala. Aku berharap agar manzumah itu bermanfaat bagi diriku sendiri dan bagi orang yang mempelajarinya sepanjang masa. Sesungguhnya Allah Swt mengabulkan doa, dan tidaklah merugi orang yang selalu berharap kepada-Nya.”
Adapun garis besar kaidah kulliyah/universal yang ada dalam kitab ini yaitu sebagai berikut:
(البابُ الأولُ: فِيْ الْقَوَاعِدِ الْخَمْسِ الْبَهِيَّةِ الَّتِيْ تُرْجَعُ إِلَيْهَا جَمِيْعُ الْمَسَائِلِ الْفِقْهِيَّةِ)
BAB 1: “Lima Kaidah Utama yang Menjadi Rujukan Semua Permasalahan Fiqhiyah”
القاعدةُ الأولَى: الْأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا
Kaidah yang ke-1: “Segala Sesuatu Tergantung pada Tujuannya”
القاعدةُ الثانيةُ: الْيَقِيْنُ لَا يُزَالُ بِالشَّكِّ
Kaidah yang ke-2: “Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan dengan Keraguan”
القاعدةُ الثالثةُ: الْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ
Kaidah yang ke-3: “Kesulitan Mendatangkan Kemudahan”
القاعدةُ الرابعةُ: الضَّرَرُ يُزَالُ
Kaidah yang ke-4: “Bahaya Harus Dihilangkan”
القاعدةُ الخامسةُ: الْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ
Kaidah yang ke-5: “Adat Dijadikan Pijakan Hukum”
(البابُ الثانيْ: فِيْ قَوَاعِدَ كُلِيَّةٍ يَتَخَرَّجُ عَلَيْهَا مَا لَا يَنْحَصِرُ مِنَ الصُّوَرِ الْجُزْئِيَّةِ)
BAB 2: “Kaidah Kulliyah/Universal, Prinsip Kasus-Kasus Juz’iyah yang Tidak Terbatas”
القاعدةُ الأولَى: الْاِجْتِهَادُ لَا يُنْقَضُ بِالْاِجْتِهَادِ
Kaidah yang ke-1: “Ijtihad Tidak Batal Sebab Ijtihad Lain”
القاعدةُ الثانيةُ: إِذَا اجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ غُلِبَ الْحَرَامُ
Kaidah yang ke-2: “Ketika Halal dan Haram Berkumpul Maka Dimenangkan yang Haram”
القاعدةُ الثالثةُ: الْإِيْثَارُ بِالْقُرَبِ مَكْرُوْهٌ وَفِيْ غَيْرِهَا مَحْبُوْبٌ
Kaidah yang ke-3: “Memprioritaskan Orang Lain dalam Ibadah Hukumnya Makruh dan Dalam Selainnya Hukumnya Sunnah”
القاعدةُ الرابعةُ: التَّابِعُ تَابِعٌ
Kaidah yang ke-4: “Pengikut (Hukumnya) itu Tetap Sebagai Pengikut yang Mengikuti”
القاعدةُ الخامسةُ: تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
Kaidah yang ke-5: “Tindakan Seorang Penguasa terhadap Rakyatnya Harus Bergantung pada Kemashlahatan”
القاعدةُ السادسةُ: الْحُدُوْدُ تَسْقُطُ بِالشُّبُهَاتِ
Kaidah yang ke-6: “Hukuman Had Gugur Sebab Syubhat (Perkara yang Tidak Jelas Halal dan Haramnya)”
القاعدةُ السابعةُ: الْحُرُّ لَا يَدْخُلُ تَحْتَ الْيَدِ
Kaidah yang ke-7: “Orang Merdeka Tidak Masuk di Bawah Kekuasaan Orang Lain”
القاعدةُ الثامنةُ: الْحَرِيْمُ لَهُ حُكْمُ مَا هُوَ حَرِيْمٌ لَهُ
Kaidah yang ke-8: “Sekelilingnya Sesuatu Memiliki Hukum yang Sama dengan Hukum yang Berlaku pada Sesuatu Tersebut”
القاعدةُ التاسعةُ: إِذَا اجْتَمَعَ أَمْرَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ وَلَمْ يَخْتَلِفْ مَقْصُوْدُهُمَا دَخَلَ أَحَدُهُمَا فِيْ الْآخَرِ غَالِبًا
Kaidah yang ke-9: “Apabila Dua Perkara Sejenis Berkumpul serta Tidak Berbeda Maksudnya, Maka Pada Umumnya yang Satu Dimasukkan kepada Yang Lain”
القاعدةُ العاشرةُ: إِعْمَالُ الْكَلَامِ أَوْلَى مِنْ إِهْمَالِهِ
Kaidah yang ke-10: “Mengamalkan Suatu Perkataan Lebih Utama daripada Mengabaikannya”
القاعدةُ الحاديةَ عشرَ: الْخَرَّاجُ بِالضَّمَانِ
Kaidah yang ke-11: “Berhak Mendapatkan Hasil Disebabkan Karena Keharusan Mengganti Kerugian”
القاعدةُ الثانيةَ عشرَ: الْخُرُوْجُ مِنَ الْخِلَافِ مُسْتَحَبٌّ
Kaidah yang ke-12: “Keluar dari Kontroversi Hukumnya Sunnah”
القاعدةُ الثالثةَ عشرَ: الدَّفْعُ أَقْوَى مِنَ الرَّفْعِ
Kaidah yang ke-13: “Menolak Lebih Kuat daripada Menghilangkan”
القاعدةُ الرابعةَ عشرَ: الرُّخَصُ لَا تُنَاطُ بِالْمَعَاصِيْ
Kaidah yang ke-14: “Rukhsah Tidak Bisa Dikaitkan dengan Maksiat”
القاعدةُ الخامسةَ عشرَ: الرُّخَصُ لَا تُنَاطُ بِالشَّكِّ
Kaidah yang ke-15: “Rukhsah Tidak Bisa Dikaitkan dengan Keraguan”
القاعدةُ السادسةَ عشرَ: الرِّضَا بِالشَّيْءِ رِضًا بِمَا يَتَوَلَّدُ مِنْهُ
Kaidah yang ke-16: “Rela Terhadap Sesuatu Berarti Rela pada Sesuatu yang Muncul Darinya”
القاعدةُ السابعةَ عشرَ: السُّؤَالُ مُعَادٌ فِيْ الْجَوَابِ
Kaidah yang ke-17: “Sebuah Pertanyaan Diulangi dalam Jawaban”
القاعدةُ الثامنةَ عشرَ: لَا يُنْسَبُ إِلَى سَاكِتٍ قَوْلٌ
Kaidah yang ke-18: “Tidak Dinisbatkan Suatu Pendapat kepada Orang yang Diam”
القاعدةُ التاسعةَ عشرَ: مَا كَانَ أَكْثَرَ فِعْلًا كَانَ أَكْثَرَ فَضْلًا
Kaidah yang ke-19: “Sesuatu yang Banyak Aktifitasnya, Maka Banyak pula Keutamaanya”
القاعدةُ العشرونَ: الْمُتَعَدِيُّ أَفْضَلُ مِنَ الْقَاصِرِ
Kaidah yang ke-20: “(Amalan) yang Manfaatnya Menjangkau Banyak Orang Lebih Utama dari (Amalan) yang Manfaatnya Tidak Menjangkau Banyak Orang”
القاعدةُ الحاديةُ والعشرونَ: الْفَرْضُ أَفْضَلُ مِنَ النَّفْلِ
Kaidah yang ke-21: “Amalan Fardlu itu Lebih Utama daripada Amalan Sunnah”
القاعدةُ الثانيةُ والعشرونَ: الْفَضِيْلَةُ الْمُتَعَلِّقَةُ بِذَاتِ الْعِبَادَةِ أَوْلَى مِنَ الْمُتَعَلِّقَةِ بِمَكَانِهَا
Kaidah yang ke-22: “Keutamaan yang Dikaitkan dengan Esensi Ibadah itu Lebih Utama daripada yang Dikaitkan dengan Tempatnya”
القاعدةُ الثالثةُ والعشرونَ: الْوَاجِبُ لَا يُتْرَكُ إِلَّا لِوَاجِبٍ
Kaidah yang ke-23: “Perkara Wajib itu Tidak Dapat Ditinggalkan Kecuali Karena yang Wajib Pula”
القاعدةُ الرابعةُ والعشرونَ: مَا أَوْجَبَ أَعْظَمَ الْأَمْرَيْنِ بِخُصُوْصِهِ لَا يُوْجِبُ أَهْوَنَهُمَا بِعُمُوْمِهِ
Kaidah yang ke-24: “Sesuatu yang Karena Kekhususannya Menetapkan (Mewajibkan) Perkara yang Lebih Tinggi (Berat) Diantara Dua Perkara (Hukum), Maka Tidak Dapat Menetapkan (Hukuman) yang Lebih Rendah dengan Keumumannya”
القاعدةُ الخامسةُ والعشرونَ: مَا ثَبَتَ بِالشَّرْعِ مُقَدَّمٌ عَلَى مَا وَجَبَ بِالشَّرْطِ
Kaidah yang ke-25: “Sesuatu yang Ditetapkan Berdasarkan Syara’ itu Didahulukan atas Sesuatu yang Ditetapkan Berdasarkan Syarat”
القاعدةُ السادسةُ والعشرونَ: مَا حَرُمَ اسْتِعْمَالُهُ حَرُمَ اتِّخَاذُهُ
Kaidah yang ke-26: “Sesuatu yang Haram Digunakan, Maka Haram Pula Membuatnya/Mendapatkannya”
القاعدةُ السابعةُ والعشرونَ: مَا حَرُمَ أَخْذُهُ حَرُمَ إِعْطَاؤُهُ
Kaidah yang ke-27: “Sesuatu yang Haram Diambil, Maka Haram Pula Diberikan”
القاعدةُ الثامنةُ والعشرونَ: الْمَشْغُوْلُ لَا يُشْغَلُ
Kaidah yang ke-28: “Sesuatu yang Sedang Dijadikan Objek Perbuatan Tertentu, Maka Tidak Boleh Dijadikan Objek Perbuatan Lainnya”
القاعدةُ التاسعةُ والعشرونَ: الْمُكَبَّرُ لَا يُكَبَّرُ
Kaidah yang ke-29: “Sesuatu yang Pemberatannya Sudah Maksimal Tidak Bisa Diberatkan Lagi”
القاعدة الثلاثون: مَنِ اسْتَعْجَلَ شَيْئًا قَبْلَ أَوَانِهِ عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ
Kaidah yang ke-30: “Siapa Saja yang Tergesa-gesa Melakukan Sesuatu Sebelum Waktunya, Maka Dihukum Tidak Akan Mendapatkannya”
القاعدةُ الحاديةُ والثلاثونَ: النَّفْلُ أَوْسَعُ مِنَ الْفَرْضِ
Kaidah yang ke-31: “Sunnah itu Lebih Luas daripada Fardlu”
القاعدةُ الثانيةُ والثلاثونَ: الْوِلَايَةُ الْخَاصَّةُ أَقْوَى مِنَ الْوِلَايَةِ الْعَامَّةِ
Kaidah yang ke-32: “Kekuasaan yang Khusus Lebih Kuat (Kedudukannya) daripada Kekuasaan yang Umum”
القاعدةُ الثالثةُ والثلاثونَ: لَا عِبْرَةَ بِالظَّنِّ الْبَيِّنِ خَطَؤُهُ
Kaidah yang ke-33: “Dugaan yang Jelas-jelas Salah Tidak Dipertimbangkan”
القاعدةُ الرابعةُ والثلاثونَ: الْاِشْتِغَالُ بِغَيْرِ الْمَقْصُوْدِ إِعْرَاضٌ عَنِ الْمَقْصُوْدِ
Kaidah yang ke-34: “Tersibukkan dengan Selain Maksud, Maka Berpaling dari Maksud”
القاعدةُ الخامسةُ والثلاثونَ: لَا يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيْهِ وَإِنَّمَا يُنْكَرُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهِ
Kaidah yang ke-35: “Tidak Boleh Mengingkari Perkara yang (Keharamannya) masih diperdebatkan, tapi (Harus) Mengingkari yang (Keharamannya) Sudah Disepakati”
القاعدةُ السادسةُ والثلاثونَ: يَدْخُلُ الْقَوِيُّ عَلَى الضَّعِيْفِ وَلَا عَكْسَ
Kaidah yang ke-36: “Yang Kuat Masuk pada yang Lemah, Tidak Sebaliknya”
القاعدةُ السابعة والثلاثونَ: يُغْتَفَرُ فِي الْوَسَائِلِ مَا لَا يُغْتَفَرُ فِي الْمَقَاصِدِ
Kaidah yang ke-37: “Dalam Wasilah Dimaafkan Perkara yang Tidak Dimaafkan Dalam Maksud”
القاعدةُ الثامنةُ والثلاثونَ: الْمَيْسُوْرُ لَا يَسْقُطُ بِالْمَعْسُوْرِ
Kaidah yang ke-38: “Yang Mudah (Dilaksanakan), Tidak Gugur Karena Adanya yang Sukar (Dilaksanakan)”
القاعدةُ التاسعةُ والثلاثونَ: مَا لَا يَقْبَلُ التَّبْعِيْضَ فَاخْتِيَارُ بَعْضِهِ كِاخْتِيَارِ كُلِّهِ وَإِسْقَاطُ بَعْضِهِ كَإِسْقَاطِ كُلِّهِ
Kaidah yang ke-39: “Sesuatu yang Tidak Bisa Dibagi, Maka Memilih Sebagiannya Seperti Memilih Semuanya, dan Menggugurkan Sebagiannya Seperti Menggugurkan Semuanya”
القاعدةُ الأربعونَ: إِذَا اجْتَمَعَ السَّبَبُ أَوِ الْغَرُوْرُ وَالْمُبَاشَرَةُ قُدِّمَتِ الْمُبَاشَرَةُ
Kaidah yang ke-40: “Apabila Sebab atau Tipuan dan Pelaksanaan Berkumpul, Maka Pelaksanaanlah yang Didahulukan”
(البابُ الثالثُ: فِيْ الْقَوَاعِدِ الْمُخْتَلَفِ فِيْهَا، وَلَا يُطْلَقُ التَّرْجِيْحُ لِاخْتِلَافِهِ فِي الْفُرُوْعِ)
BAB 3: “Kaidah yang Diperselisihkan dan Tidak Ada yang Diunggulkan Karena Terjadi Kontroversi di Setiap Cabangnya”
القاعدةُ الأولَى: الْجُمْعَةُ ظُهْرٌ مَقْصُوْرَةٌ أَوْ صَلَاةٌ عَلَى حِيَالِهَا؟ قَوْلَانِ
Kaidah yang ke-1: “Salat Jumat itu Merupakan Salat Zuhur yang Diringkas ataukah Memang Demikian Adanya? Ada Dua Pendapat”
القاعدةُ الثانيةُ: الصَّلَاةُ خَلْفَ الْمُحْدِثِ الْمَجْهُوْلِ الْحَالِ إِذَا قُلْنَا بِالصِّحَّةِ هَلْ هِيَ صَلَاةُ جَمَاعَةٍ أَوِ انْفِرَادٍ؟ وَجْهَانِ
Kaidah yang ke-2: “Salat Di Belakang Imam Berhadats yang Tidak Diketahui Keadaannya, Apakah Dihitung sebagai Salat Berjamaah ataukah Salat Sendirian? Ada Dua Sudut Pandang”
القاعدةُ الثالثةُ: مَنْ أَتَى بِمَا يُنَافِي الْفَرْضَ دُوْنَ النَّفْلِ فِيْ أَوَّلِ فَرْضٍ أَوْ أَثْنَائِهِ بَطَلَ فَرْضُهُ. وَهَلْ تَبْقَى صَلَاتُهُ نَفْلًا أَوْ تَبْطُلُ؟ فِيْهِ قَوْلَانِ
Kaidah yang ke-3: “Orang yang Melakukan Perkara yang Membatalkan Fardhu di Awal atau di Tengah-tengahnya, Maka Batal Fardhunya, dan Apakah Salatnya Sah Menjadi Sunnah? Ada Dua Pendapat”
القاعدةُ الرابعةُ: النَّذْرُ هَلْ يُسْلَكُ بِهِ مَسْلَكَ الْوَاجِبِ أَوْ الْجَائِزِ؟ قَوْلَانِ
Kaidah yang ke-4: “Realisasi suatu Nadzar Apakah Diberlakukan Seperti Perkara Wajib atau Perkara Jaiz? Ada Dua Pendapat”
القاعدةُ الخامسةُ: هَلِ الْعِبْرَةُ بِصِيْغَةِ الْعُقُوْدِ أَوْ بِمَعَانِيْهَا؟ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-5: “Apakah yang Dijadikan Standar Lafaz Akad ataukah Maknanya? Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ السادسةُ: الْعَيْنُ الْمُسْتَعَارَةُ لِلرَّهْنِ هَلْ الْمُغَلَّبُ فِيْهَا جَانِبُ الضَّمَانِ أَوْ جَانِبُ الْعَارِيَةِ؟ قَوْلَانِ
Kaidah yang ke-6: “Barang Pinjaman untuk Digadaikan, Apakah yang Dimenangkan Sisi Tanggungan ataukah Sisi Pinjaman? Ada Dua Pendapat”
القاعدةُ السابعةُ: الْحَوَالَةُ هَلْ هِيَ بَيْعٌ أَوِ اسْتِيْفَاءٌ؟ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-7: “Apakah Pengalihan Hutang Termasuk Jual Beli atau Pelunasan Hutang? Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ الثامنةُ: الْإِبْرَاءُ هَلْ هُوَ إِسْقَاطٌ أَوْ تَمْلِيْكٌ؟ قَوْلَانِ
Kaidah yang ke-8: “Apakah Pembebasan Hutang Merupakan Pengguguran ataukah Pemberian Kepemilikan? Ada Dua Pendapat”
القاعدةُ التاسعةُ: الْإِقَالَةُ هَلْ هِيَ فَسْخٌ أَوْ بَيْعٌ؟ قَوْلَانِ
Kaidah yang ke-9: “Apakah Pembatalan Akad oleh Kedua Belah Pihak Merupakan Perusakan Akad ataukah Jual Beli? Ada Dua Pendapat”
القاعدةُ العاشرةُ: الصَّدَاقُ الْمُعَيَّنُ فِيْ يَدِ الَّزَوْجِ قَبْلَ الْقَبْضِ مَضْمُوْنٌ ضَمَانَ عَقْدٍ أَوْ ضَمَانَ يَدٍ؟ قَوْلَانِ
Kaidah yang ke-10: “Mahar yang Telah Ditentukan yang Ada pada Suami sebelum Diterima Istri, Apakah Ditanggung dengan Dhaman Akad ataukah Dhaman Yad? Ada Dua Pendapat”
القاعدةُ الحاديةَ عشرَ: الطَّلَاقُ الرَّجْعِيُّ هَلْ يَقْطَعُ النِّكَاحَ أَوْ لَا؟ قَوْلَانِ
Kaidah yang ke-11: “Apakah Talak Raj’i Memutus Pernikahan atau Tidak? Ada Dua Pendapat”
القاعدةُ الثانيةَ عشرَ: الظِّهَارُ هَلِ الْمُغَلَّبُ فِيْهِ مُشَابَهَةُ الطَّلَاقِ أَوْ مُشَابَهَةُ الْيَمِيْنِ؟ فِيْهِ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-12: “Apakah yang Dominan dalam Dzihar adalah Keidentikkan dengan Talak ataukah Keidentikkan dengan Sumpah? Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ الثالثةَ عشرَ: فَرْضُ الْكِفَايَةِ هَلْ يَتَعَيَّنُ بِالشُّرُوْعِ أَمْ لَا؟ فِيْهِ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-13: “Apakah Fardhu Kifayah menjadi Fardhu ‘Ain Karena Dilakukan atau Tidak? Dalam Hal ini Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ الرابعةَ عشرَ: الزَّائِلُ الْعَائِدُ هَلْ هُوَ كَالَّذِيْ لَمْ يَزُلْ أَوْ كَالَّذِيْ يَعُدْ؟ فِيْهِ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-14: “Sesuatu yang Hilang Kemudian Kembali, Apakah Hukumnya seperti Tidak Hilang sebagaimana Sedia Kala ataukah sebagai Barang Baru? Dalam Hal ini Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ الخامسةَ عشرَ: هَلِ الْعِبْرَةُ بِالْحَالِ أَوِ الْمَآلِ؟ فِيْهِ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-15: “Apakah yang Dijadikan Standar adalah Kondisi Sekarang ataukah Kondisi yang Akan Datang? Dalam Hal ini Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ السادسةَ عشرَ: إِذَا بَطَلَ الْخُصُوْصُ هَلْ يَبْقَى الْعُمُوْمُ؟ فِيْهِ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-16: “Apabila Kekhususan Sesuatu Batal, Apakah Keumumannya Masih Tetap? Dalam Hal ini Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ السابعةَ عشرَ: الْحَمْلُ هَلْ يُعْطَى حُكْمَ الْمَعْلُوْمِ أَوِ الْمَجْهُوْلِ؟ فِيْهِ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-17: “Suatu Kandungan (Janin), Apakah Dihukumi seperti Perkara yang Diketahui ataukah Perkara yang Tidak Diketahui? Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ الثامنةَ عشرَ: النَّادِرُ هَلْ يُلْحَقُ بِجِنْسِهِ أَوْ بِنَفْسِهِ؟ فِيْهِ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-18: “Sesuatu yang Jarang Terjadi, Apakah Dikaitkan dengan Jenisnya ataukah dengan Dirinya Sendiri? Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ التاسعةَ عشرَ: الْقَادِرُ عَلَى الْيَقِيْنِ هَلْ لَهُ الْاِجْتِهَادُ وَالْأَخْذُ بِالظَّنِّ؟ فِيْهِ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-19: “Orang yang Mampu Melakukan Sesuatu Berdasarkan Keyakinan Apakah Boleh Baginya Berijtihad dan Melakukannya Berdasarkan Perkiraan? Dalam Hal ini Terdapat Perbedaan Pendapat”
القاعدةُ العشرونَ: الْمَانِعُ الطَّارِئُ هَلْ هُوَ كَالْمُقَارِنِ؟ فِيْهِ خِلَافٌ
Kaidah yang ke-20: “Halangan yang Baru Datang Apakah seperti Perkara yang Bersamaan? Dalam Hal ini Terdapat Perbedaan Pendapat”.
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa kitab Nazdom Al-Fara’id Al-Bahiyah ini terdiri dari Mukadimah dan 3 bab. Pada bab 1 dalam kitab terdapat 5 kaidah kulliyah kubra (universal-komprehensif), pada bab 2 terdapat 40 kaidah aghlabiyah (universal-representatif) dan pada bab 3 terdapat 20 kaidah al-mukhtalaf fiha (yang diperselisihkan).
Perlu diketahui bahwa sebagian besar kaidah kulliyah kubra (universal-komprehensif) itu biasanya memiliki sub-sub kaidah turunan yang banyak, yang mencakup berbagai kasus-kasus furu’iyah (cabang) ataupun persoalan tak terbatas dan terkadang terdapat beberapa kasus permasalahan mustasnayat (yang dikecualikan) dari kaidah ini.
Kemudian dalam kaidah aghlabiyah (universal-representatif), biasanya terdapat pula beragam persoalan-persoalan masalah fikih dan beberapa kasus permasalahan mustasnayat (yang dikecualikan) dari kaidah ini, bahkan dalam beberapa kaidahnya justru ditemukan lebih banyak kasus permasalahan yang dikecualikan daripada masalah yang masuk dalam cakupannya.
Sedangkan dalam kaidah al-mukhtalaf fiha (yang diperselisihkan) terdapat kaidah-kaidah yang berbentuk pertanyaan pada satu tema tertentu dengan memiliki dua jawaban atau bahkan lebih dengan jawaban yang beragam serta tidak bisa di tarjih (unggulkan) secara mutlak salah satunya, karena adanya perbedaan pandangan terkait furu’ (cabang) masalah.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis, serta bagi para pembaca pada umumnya. Di akhir kata, penulis ingin mengutip sebuah peribahasa: “Tak Ada Gading yang Tak Retak”, untuk itu segala kritik yang konstruktif atas semua kekurangan dalam penulisan artikel ini, penulis akan menerimanya dengan hati terbuka, serta kami ucapkan terima kasih atas segala kebaikannya.
*Tulisan ini telah diterbitkan di Blog Tafaqquh Fi al-Din:
https://tafaqquh-fi-al-din.blogspot.com/2021/07/gambaran-besar-pembahasan-kitab-nadzom.html