buya syafii

Majalahnbabawi.com – Empat tahun lalu, Selasa 27 Maret 2018, bertempat di Aula Kiai Ahmad Dahlan gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta telah digelar seminar dan peluncuran program Sekolah Pemikiran Maarif. Program yang diinisiasi oleh Maarif Institute ini diwujudkan guna merawat dan mengembangkan gagasan besar Buya Syafii Maarif yang tersimpul dalam tiga kata kunci; keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan. Sebagai pembicara utama, Prof. M. Amin Abdullah didaulat guna memetakan posisi intelektual Buya Syafii Maarif.

Terkait hal ini, ada dua hal menarik dari pemaparan segar Prof. M. Amin Abdullah. Pertama, guna membaca posisi intelektual Buya Syafii Ma’arif, Pak Amin Abdullah menggunakan anatomi kelompok pemikir Muslim era kontemporer dari Abdullah Saed (2006). Dalam bukunya yang berjudul “Islamic Thought; An Introduction“, Saed mengenalkan enam anatomi pemikiran muslim kontemporer yang corak basis ontologi, epistemologi, dan aksiologinya berbeda dari satu dan lainnya.

Selain itu, Pak Amin Abdullah juga menambah kerangka pembacaannya dengan menggunakan anatomi dan peta pemikiran Hukum Islam dari Jasser Auda (2008). Dalam salah satu karyanya yang berjudul “Maqashid al-Syariah as Philoshophy of Islamic Law; A System Approach“, Jasser Auda mengajukan tiga anatomi; Islamic Traditionalism, Islamic Modernism, dan Post-modernism.

Kedua, dengan kerangka analisis di atas, Pak Amin Abdullah menyatakan bahwa sosok dan figur intelektual Buya Ahmad Syafii Maarif adalah bercorak progressif-ijtihadi. Buya bergerak maju dengan menjadikan nash Alquran sebagai partner dialog. Proses ini merupakan bentuk ijtihad untuk mencari solusi problem keumatan. Mulai dari masalah sosial-kemasyarakatan, sosial-keagamaan, sosial-politik keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan.

Lantas mungkinkah nantinya, generasi muda dalam kawah Sekolah Pemikiran Maarif (mampu) melanjutkan dan melampaui pemikiran Buya Ahmad Syafii Maarif?

By Muhammad Hanifuddin

Dosen di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences