Dialektik dalam Dakwah
Majalahnabawi.com – Agama-agama samawi seperti Islam, Nasrani dan Yahudi dalam penanaman ideologi masing-masing menggunakan sarana dakwah. Maka pentinglah salah satu tugas kenabian ini menjadi perhatian dari kita sebagai bagian dari milyaran kreasi Tuhan.
Dakwah adalah salah satu pilar syiar agama, pesan-pesan ketuhanan sampai kepada seluruh umat manusia salah satunya dengan dakwah. Kegiatan ini menjadi bagian terpenting dalam penyebaran pemahaman agama, khususnya Islam. Dalam rangkaian sejarah pun tercatat bahwa awal mula Islam sampai kepada manusia pun melalui dakwah. Bahkan awalnya Rasulullah saw melakukannya secara sendiri sebelum akhirnya banyak pengikut beliau yang turut ambil peran dalam menjalankan tugas ini.
Pengertian Dakwah
Dakwah secara bahasa, berasal dari bahasa Arab دعا – يدعو – دعوة. Bentuk kata kerjanya bermakna memanggil atau mengajak, bentuk pelakunya disebut dengan da’i (pengajak/pemanggil) dan objek dakwahnya disebut mad’u (yang dipanggil). Para ulama memberikan definisi yang berbeda-beda dalam mengartikan maknanya. Menurut Prof. M. Quraish Shihab seperti dikutip penulis dalam Muhammad Quraish Shihab Official Website berpendapat bahwa:
“Dakwah adalah ajakan kepada kebaikan dengan cara yang terbaik. Ia adalah upaya memberi hidayah yakni petunjuk. Hidayah seakar dengan kata hadiah, yakni sesuatu yang seyogianya baik/bermanfaat, yang dikemas dengan indah dan diserahkan dengan lemah lembut. Sejak dini, Nabi Muhammad saw. diingatkan al-Qur’an bahwa: Sekiranya engkau berucap kasar lagi berhati keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu (QS. Âli ‘Imrân [3]: 159)”
Dakwah Islam mencakup aspek yang luas dalam kehidupan, cakupannya antara lain metode atau cara penyampaian, materi dakwah, media dan objek dakwah. Untuk menciptakan dakwah yang efektif dan efisien diperlukan adanya perencanaan sehingga tujuan dari kegiatan tersebut dapat tercapai. Hal ini senada dengan perkataan salah satu ulama Turki, Musthafa Shabri Afandi (w. 1373 H):
الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام
“Kebenaran yang tidak terorganisir akan kalah dengan kebatilan yang terorganisir”
Manajemen Ucapan
Dalam ilmu manajemen dakwah misalnya, ucapan dari seorang da’i sangat berpengaruh terhadap apa yang disampaikan dan kepada siapa disampaikan. Maka dari itu manajemen ucapan menjadi penting dalam kegiatan dakwah. Dalam bahasa Arab terdapat istilah “at-thariqoh ahammu minal maddah“. Kemudian dalam kenyataan bersosialisasi juga sering kita temukan, bahwa tata cara memberikan sesuatu lebih penting daripada apa yang isi pemberian. Sebagai contoh, segelas air putih yang dengan penyajian secara sopan akan lebih terasa daripada dengan menyajikan minuman mewah dengan cara kasar misalnya.
Dalam hal penyampaian, al-Quran telah memberikan arahan agar dakwah mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Penulis mengutip dalam Jurnal Manajemen Dakwah STAIN Kudus, setidaknya ada empat model penyampaian dalam kegiatan dakwah.
a. Qaulan Sadidan.
Pertama yaitu perkataan yang benar (قَوْلًا سَدِيْدًاۙ). Jika ditinjau dari segi bahasa, maka berarti perkataan yang jujur, benar atau tepat. Hal ini sesuai dalam firman Allah Swt.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar”
Dalam konteks dakwah, maka kata qaulan sadidan berarti mengajak masyarakat dengan ungkapan yang benar berlandaskan ilmu sesuai kenyataan tanpa ada unsur kebohongan dalam isi penyampaian.
b. Qaulan Balighan
Kata balighan salah satunya terdapat dalam Qs. an-Nisa’: 63
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَعْلَمُ اللّٰهُ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَّهُمْ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَوْلًا ۢ بَلِيْغًا
”Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatinya. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.”
Dengan kata lain, qaulan balighan adalah penyampaian yang menyentuh di jiwa. Muballigh adalah orang yang dapat menyampaikan dengan baik. Maka ungkapan balighan adalah komunikator yang pintar menyampaikan informasi kepada mad’u sehingga penerima informasi tersebut memahami dengan baik apa yang disampaikan.
c. Qaulan Layyinan
Layyin secara etimologi berarti lembut. Dalam komunikasi dakwah, yang dimaksud qaulan layyinan adalah jenis interaksi antara da’i dan mad’u untuk mencapai hikmah, Allah swt berfirman:
فَقُوْلَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى
”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut” (Qs. Thaha: 44)
Salah satu pentingnya qaulan layyinan ialah menjadi dasar perlunya kebijaksanaan dalam berdakwah. Dalam bagian ini, yang menjadi fokus utamanya adalah menitikberatkan pada tersentuhnya hati seorang mad’u sehingga harapannya dapat menggerakkan hati.
d. Qaulan Kariiman
Kemudian yang terakhir adalah qaulan kariman. Dalam segi bahasa, karima artinya mulia. Perkataan yang mulia ialah ucapan dari seorang da’i kepada mad’u dengan penuh penghargaan dan penghormatan.
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
”Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”
Dalam komunikasi dakwah, qaulan kariiman ditekankan untuk kondisi mad’u yang lebih tua. Maka pendekatannya pun berbeda dengan yang lain. Percakapan dengan menggunakan dengan cara sopan santun dan tetap mengarah pada tujuan dakwah.
Wallahu A’lam