Kebebasan Informasi dan Etika Media

Komunikasi telah mencapai kemajuan, kini seseorang mampu berbicara dengan jutaan orang melalui media massa. Ditambah lagi kemunculan media daring yang ikut memperkaya ragam media massa. Berbeda dengan media cetak dan elektronik, media daring atau yang lebih dikenal dengan media online mampu dijamah semua orang.

Melalui media daring, setiap orang bisa menuangkan aspirasinya ke khalayak dengan cepat dan mudah. Dengan satu kali klik, informasi langsung tersebar dan bisa dibaca jutaan manusia di berbagai penjuru dunia.

Kemudahan dan kebebasan akses informasi ini tentunya tidak bisa terlepas dari dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, seseorang bisa berkomunikasi dan menerima informasi dengan cepat, murah dan mudah, di mana pun dan kapan pun. Namun di samping kemudahan akses informasi tersebut, sebagian orang justru menggunakan kesempatan itu untuk menyebarkan kabar bohong atau hoax.

Permasalahan hoax sedang ramai menghiasi media daring Indonesia, apalagi ditambah dengan memanasnya suhu politik terkini yang membuat kabar bohong semakin naik daun. Munculnya hoax di media didasari oleh tujuan tertentu, baik untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Sayangnya, banyak masyarakat yang masih “polos” dalam merespon berita di media.  Mereka menelan berita itu bulat-bulat tanpa mengkroscek kebenarannya.

Penyebaran kabar bohong masih sulit diatasi meskipun pemerintah telah mengaturnya dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), baik yang berisi etika penyebaran informasi maupun hukuman bagi penyebar kabar bohong. Terlepas dari peraturan pemerintah tentang etika di media massa, Allah Swt melalui Rasul-Nya telah mengajarkan etika dalam menyebarkan dan menerima informasi.

Lalu, bagaimana cara mencerna dan memberi informasi dengan baik?

Similar Posts