Rasulullah Saw mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Sayyidah Khadijah binti Khuwailid saat beliau berusia 25 tahun. Rasulullah  Saw setia dan hidup bermonogami dengan Khadijah, hingga akhirnya Sayyidah Khadijah wafat dan saat itu Rasulullah Saw berusia 50 tahun. Artinya, Rasulullah Saw. hidup bermonogami selama 25 tahun.

Setelah Sayyidah Khadijah meninggal, barulah Rasulullah Saw. berpoligami. Bisa kita lihat bahwa masa hidup Rasulullah Saw dengan bermonogami lebih lama ketimbang masa berpoligami. Saat poligami itu pun, usia beliau tidak lagi muda. Kalaulah benar apa yang dikatakan orang-orang di luar sana bahwa Rasulullah Saw. berpoligami karena “gila nafsu”, tentu beliau akan berpoligami saat usia beliau masih muhda.

Namun kenyataannya tidak demikian, kalaulah benar demikian, tentu yang beliau nikahi adalah gadis-gadis muda cantik jelita. Namun faktanya dari istri-istri Rasulullah Saw. itu, hanya Sayyidah Aisyah lah yang beliau nikahi saat masih muda dan perawan. Adapun istri-istri yang lain kebanyakan adalah para janda yang tak lagi berusia muda.

Fakta ini membuktikan bahwa poligami yang dilakukan Rasulullah Saw. adalah untuk tujuan agung, bukan sebagai pelampiasan nafsu sebagaimana yang diutarakan sebagian laki-laki zaman sekarang yang pro-poligami dengan mengatakan “daripada zina, lebih baik poligami”. Rasulullah Saw. sama sekali tidak demikian.

Diantara hikmah poligami Rasulullah Saw. adalah:

Hikmah Ta’limiyyah (sebagai wadah pengajaran)

Rasulullah Saw. sebagai pembawa risalah, menyampaikan hukum-hukum Allah dalam segala bidang kehidupan umatnya. Tidak terkecuali persoalan-persoalan kewanitaan. Terkadang untuk menyampaikan ini, Rasulullah Saw. malu dan sungkan. Karenanya, salah satu hikmah Rasulullah Saw. berpoligami adalah agar beliau bisa mengajari istri-istrinya, kemudian istri-istri beliau itulah yang akan menyampaikannya kepada para wanita.

Himah Tasyri’iyyah (sebagai pensyariatan)

Salah satu kebiasaan orang Arab dahulu adalah mengadopsi anak dan memperlakukannya sebagaimana anak kandung, baik dalam hal warisan, pernikahan, talak, dll.

Zaid Ibn Haritsah adalah pelayan Rasulullah Saw. yang oleh masyarakat dahulu dianggap sebagai anak kandung Rasulullah Saw. Mereka menyebutnya dengan panggilan Zaid Ibn Muhammad (Zaid anaknya Muhammad).

Zaid Ibn Haritsah menikah dengan Zainab Bint Jahsy. Namun karena ada konflik antara keduanya, pada akhirnya mereka bercerai. Lalu Allah Swt memerintahkan Rasulullah Saw. untuk menikahi Zainab Bint Jahsy untuk membatalkan tradisi orang Arab dahulu yang tidak memperbolehkan seseorang menikahi mantan istri anak adopsinya.

Hikmah Ijtimaa’iyyah (sosial)

Hikmah lain dari poligami Rasulullah Saw. adalah untuk memperluas tali kekeluargaan sehingga memudahkan beliau dalam mensyiarkan dakwahnya. Seperti ketika beliau menikahi Aisyah binti Abu Bakr dan Hafshah binti Umar Ibn Al-Khattab.

Hikmah Siyaasiyyah (politik)

Hikmah ini adalah politik Rasulullah Saw. demi memperkuat Islam, contohnya ketika beliau menikahi Shafiyyah Bint Huyay yang notabenenya adalah anak pemimpin klan Bani Quraizhah. Shafiyyah tertawan saat perang Khaibar beserta keluarganya. Lalu pernikahannya dengan Rasulullah Saw. dijadikan sebagai pembebasannya. Setelah Shafiyyah masuk Islam, rakyatnya pun berbondong-bondong masuk Islam sehingga umat Islam pun bertambah.

Kita bisa lihat bahwa tujuan Rasulullah Saw. berpoligami bukanlah untuk pemuas nafsu. Semua beliau lakukan untuk tujuan yang mulia; demi dakwah Islam. Tidak seperti yang dilakukan sebagian lelaki saat ini, yang mencari-cari alasan agar bisa membenarkan perbuatannya untuk berpoligami.

Wallahu a’lam bisshowab