Fitnah Wanita: Mengurai Kontroversi dan Memahami Kebenaran Hadis

Majalahnabawi.com – Dalam beberapa opini yang berkembang di masyarakat, sering kita temukan tulisan maupun konten lainnya yang menyatakan bahwa perempuan sebagai sumber fitnah yang menakutkan. Tidak hanya itu, perempuan juga kerap kali dikaitkan dengan propaganda setan dengan level terkuat dalam menjerumuskan manusia terhadap jurang kemaksiatan. Bahkan dalam suatu hadis disebutkan, perempuan adalah pelaku fitnah pertama pada zaman Bani Israil lampau. Lantas, bagaimana kita memahami dan mengimplementasikan teks hadis tersebut dalam kehidupan?.

Perempuan Sebagai Salah Satu Kenikmatan dan Kelezatan Dunia

Dalam suatu riwayat hadis dijelaskan, bahwa Allah mengutus Nabi Adam As dan keturunannya sebagai khalifah di atas muka bumi yang penuh dengan hal-hal yang menawan dan mempesona. Sehingga, selain memanfaatkan sumber daya alam yang ada, Allah juga memerintahkan untuk hati-hati dan waspada sebab akan berbahaya bagi manusia yang terlalu mendambakan dunia yang tak sewajarnya. Berikut teks riwayatnya:

إنَّ الدُّنيا حُلوةٌ خَضِرةٌ، وإنَّ اللهَ مُسْتخلِفَكم فيها فَيَنْظر كيف تَعمَلون، فاتَّقوا الدُّنيا واتَّقوا النِّساءَ، فإنَّ أوَّلَ فتنةِ بني إسْرائيلَ كانتْ في النِّساءِ

“Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya untuk melihat bagaimana kalian bertindak. Maka takutlah kepada dunia, dan takutlah kepada wanita, karena sesungguhnya fitnah pertama Bani Israil adalah dalam hal wanita.”

Secara tekstual, riwayat tersebut menjelaskan bahwa dunia itu manis dan hijau. Manis dengan segala bentuk kenikmatan dan kelezatan di dalamnya, dan hijau sebab dunia indah dan dapat menyegarkan mata yang memandangnya. Sesuatu yang mempunyai kedua sifat tersebut, yaitu nikmat dan indah dipandang, biasanya, akan lebih cepat memikat hati dan perasaan ingin menggapainya.

Namun, sayangnya, seringkali membuat hati buta dan malah menjerumuskannya kepada kenikmatan duniawi yang semu dan menipu. Hal ini digambarkan dengan penggunaan kata خَضِرةٌ yang berarti hijau. Yaitu, tumbuhan hijau lebih mudah busuk jika tidak ada penanganan khusus atau ditempatkan di wadah khusus yang dapat mencegah terjadinya kebusukan.

Begitu juga dengan perempuan. Sebagai salah satu makhluk yang indah dan rupawan, jangankan bergerak, diamnya pun sering kali memikat hati.  Maka dari itu, syariat Islam telah menetapkan batasan aurat yang perlu ditutupi oleh perempuan supaya terhindar dari fitnah pandangan laki-laki. Begitu pun sebaliknya, laki-laki harus menjaga matanya dari pandangan yang liar yang dapat menyebabkan nafsu terlarang.

Penyebutan Kata “Perempuan” Setelah Kata “Dunia

Dalam hadis riwayat Muslim tersebut disebutkan kata perempuan setelah penyebutan kata dunia. Penyebutan umum setelah khusus ini menunjukkan adanya penekanan bahwa salah satu godaan duniawi terberat adalah fitnah perempuan.

Hal ini sangat mungkin terjadi jika seorang perempuan pelaku hal-hal yang melenceng dari syariat dihadapkan dengan laki-laki yang tak mengindahkan aturan syariat pula. Atau, seorang istri misalnya, yang mempunyai keinginan di luar kemampuan sang suami sehingga mengalihkan perhatiannya terhadap hal-hal yang menyalahi syariat

Dunia Seisinya dan Sifatnya yang Menipu

Allah berfirman dalam Surah Luqman ayat 33:

….فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۗ وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللّٰهِ الْغَرُوْرُ

“….maka janganlah sekali-kali kamu diperdaya oleh kehidupan dunia dan jangan sampai karena (kebaikan-kebaikan) Allah kamu diperdaya oleh penipu.”

Dalam salah satu kitab tafsir dengan metode tahlilinya, menafsirkan ayat ini sebagai perintah Allah terhadap manusia agar tidak menghabiskan waktu hanya untuk memuaskan nafsu dengan kenikmatan dunia. Allah juga memperingatkan manusia akan tipu daya setan, yang selalu mencari-cari kesempatan untuk memperdaya manusia. Setan senantiasa menjadikan kehidupan dunia terasa indah dalam pandangan matanya, sehingga lupa kepada tugas yang dipikul manusia sebagai khalifah fi al-ardh.

Perempuan Bukan Satu-satunya Sumber Fitnah

Dalam konsep tafsir mubadalah atau dikenal juga dengan tafsir resiprokal yang dikemukakan oleh Faqihuddin Abdul Kodir, maka perempuan bukan satu-satunya sumber fitnah yang dapat merusak kehidupan dan agama seseorang. Fitnah juga potensial bersumber dari laki-laki maupun anak keturunan. Tentunya, hal ini sangat mungkin terjadi jika dalam lingkungan suatu keluarga –misalnya- tidak dibingkai dengan pengetahuan akan syariat serta iman yang kuat. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Surah at-Taghabun ayat 14:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ مِنۡ أَزۡوَٲجِكُمۡ وَأَوۡلَـٰدِڪُمۡ عَدُوًّ۬ا لَّڪُمۡ فَٱحۡذَرُوهُمۡ‌ۚ وَإِن تَعۡفُواْ وَتَصۡفَحُواْ وَتَغۡفِرُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ

“Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara pasangan (suami/istri)mu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Wallahu A’lam.

Similar Posts