Gaya Hidup Elit, Ngaji Syulit
Majalah Nabawi – Perkembangan zaman semakin lama semakin meningkat dan pesat. Semakin terasa bahwa proses dalam menjalani kehidupan pun jauh lebih mudah. Contoh kecilnya, jika merasa lapar, haus dan ingin mencicipi sesuatu, maka hanya perlu memainkan ibu jari untuk memilih menu makanan dan minuman yang diinginkan.
Apakah pernah terpikirkan bahwa semakin meningkatnya tekhnologi dapat menggeser nilai kehidupan? Yang sangat disorot yakni pergeseran nilai pendidikan. Banyak yang lebih mengedepankan gaya, kehidupan yang mewah, dan sibuk mengikuti trend. Akibatnya, melahirkan mindset bahwa ngaji (belajar) itu kurang penting. Sehingga konsep kehidupan yang lahir adalah “yang penting gaya.”
Hidup sesuai jaman bukanlah sebuah persoalan. Yang menjadi persoalan adalah ketika hidup terlalu berlebihan dan mementingkan gaya hidup yang mewah. Sehingga meremehkan pandangan akan pentingnya belajar. Tidak ingin kalah dengan kemewahan hidup orang lain, ingin selalu mengimbangi fasilitas orang lain, meski tahu sejatinya tidak mampu.
Kehidupan merupakan sesuatu yang sudah Allah Swt. jamin. Mengutip perkataan Cak Adib Elmuchtar, “Makan, minum, jalan-jalan, refreshing dan healing, itu sudah dijamin oleh Pemilik bumi ini. Yang bukan jaminan itu kita sholat atau tidak? Ngaji atau tidak? Ngajinya sudah sampai mana? Sudah bermanfaat untuk orang lain belum?” Ini merupakan tanda tanya besar. Menyibukkan diri dengan belajar adalah cara untuk menjawab itu semua.
Mengubah Mindset Sebagai Langkah Awal
Gaya hidup elit ngaji sulit. Demikianlah slogan yang cocok untuk persoalan di atas. Sudah saatnya mengubah mindset, yang awalnya terlalu sibuk mengikuti zaman, sekarang harus menyibukkan diri dengan memperkaya wawasan. Misalnya, mengikuti diskusi ilmiah atau diskusi keilmuan lainnya. Membaca buku, atau bisa juga ngaji di pondok. Dengan demikian, perkembangan zaman dengan segala tantangannya, akan terasa biasa saja.
Rasulullah ﷺ bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang keinginannya hanya kehidupan akhirat, maka Allah akan memberi rasa cukup dalam hatinya, menyatukan urusannya yang berserakan dan dunia datang kepadanya tanpa dia cari. Barang siapa yang keinginannya hanya kehidupan dunia, maka Allah akan jadikan kemiskinan selalu membayang-bayangi di antara kedua matanya, mencerai beraikan urusannya dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sekedar apa yang telah ditentukan baginya.”
Wallahu a’lam.