Sebelum mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa, maka kita perlu tahu apa makna puasa itu sendiri. Puasa diartikan sebagai kegiatan untuk menahan diri dari makan dan minum dan perbuatan buruk yang mampu merusak puasa dalam periode waktu tertentu. Dalam Islam, puasa dikenal dengan shiyam dan shoum adalah dua bentuk masdar (gerund) yang arti keduanya secara bahasa adalah ‘menahan’.

Hal yang membatalkan puasa adalah perkara yang dapat membuat puasa tidak sah atau batal atau sama halnya dengan tidak berpuasa. Adapun hal-hal yang membatalkan puasa terbagi menjadi dua. Hal-hal yang membatalkan puasa dan mewajibkan shoim (orang yang berpuasa) untuk mengganti puasanya di lain hari (qadha/mark up) dan dal-hal yang membatalkan puasa dan mewajibkan shoim untuk mengganti puasanya serta menunaikan kafarat (denda).

Jadi, apa saja hal-hal yang membatalkan puasa dan mewajibkan shoim untuk mengganti puasanya?

1. Memasukkan sesuatu kedalam lobang rongga badan dengan sengaja. Seperti makan, minum, merokok, memasukkan benda ke dalam rongga-rongga tubuh yang terbuka.
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ ‏”

Dari Abi Huraira r.a., Nabi SAW bersabda, “Apabila sesorang makan atau minum karena lupa, ia wajib menyempurnakan puasanya, sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.” (HR al-Bukhari).

Poin yang bisa kita ambil dari hadis diatas adalah, apabila makan dan minum dilakukan karena lupa ataupun dipaksa, maka hal tersebut tidak membatalkan puasa dan tidak mewajibkan shoim untuk mengganti puasanya. Sebaliknya, apabila makan dan minum dilakukan karena sengaja, maka puasa tersebut batal.

2. Muntah dengan sengaja. Apabila muntah tersebut tidak disengaja maka puasa orang tersebut tidak batal.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ مَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ ‏”

Dari Abi Huraira r.a., Nabi SAW bersabda, “Siapa yang tidak sengaja muntah, maka tidak diwajibkan padanya qadha, dan barang siapa yang muntah dengan sengaja, maka gantilah puasanya. (HR at-Tirmidzi).

3. Haid dan Nifas. Meskipun darahnya keluar sesaat sebelum tenggelamnya matahari, maka hal tersebut sebagaimana kesepakatan ulama tetap saja membatalkan puasa.

Menurut Ibnu Hajar, larangan sholat bagi wanita haid adalah perkara yang telah jelas karena suci dari hadas merupakan syarat sah sholat sedangkan wanita haid tidak dalam keadaan suci. Akan tetapi, suci bukan syarat sah puasa, maka larangan puasa bagi wanita haid itu sifatnya adalah hal yang bersifat ibadah sehingga butuh suatu nash pelarangan yang berbeda dengan sholat. Meskipun begitu, sebagian ulama mengatakan bahwa larangan ini merupakan bentuk rahmah Allah kepada para wanita, karena wanita yang haid itu merasa kesusahan, dan melaksanakan puasa saat haid akan membebaninya.

4. Mengeluarkan sperma secara sengaja (Istimna’) atau dengan rangsang tertentu.
Istimna’ adalah keluarnya sperma secara paksa oleh pelaku atau oleh istrinya. Sedangkan ‘inzal’ adalah keluarnya sperma bukan karena bersetubuh tapi karena adanya rangsangan atau sentuhan kulit. Kedua hal tersebut membatalkan puasa, namun apabila sperma keluar karena mimpi maka puasanya tidak batal.

Dari Abi Huraira r.a., Rasulullah SAW bersabda “Puasa adalah perisai, maka apabila seorang dari kalian sedang melaksanakan puasa, janganlah dia berkata rafats (kotor) dan jangan pula bertingkah laku jahil (sepert mengejek, atau bertengkar sambil berteriak). Jika ada orang lain yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka hendaklah dia mengatakan “Aku orang yang sedang puasa, Aku orang yang sedang puasa”. Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum bagi Allah daripada harum minyak kesturi, Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan dan minumnya untuk-Ku, puasa untuk-Ku, dan Aku kan memberinya ganjaran (pahala) atas puasanya dan memberinya kebaikan sepuluh kali lipat.” (HR al-Bukhari)

5. Gila
Orang gila tidak wajib berpuasa, bahkan apabila ia berpuasa maka puasanya pun tidak sah. Ulama membagi perkara ini dalam dua bagian. Pertama, orang gila yang dengan sengaja jika berpuasa maka puasanya tidak sah dan tetap wajib mengganti di luar Ramadhan. Sebenarnya ia wajib berpuasa, lalu ia dengan sengaja membuat dirinya gila, maka kesengajaannya itulah yang membuat dirinya wajib mengganti puasa. Kedua, Orang gila yang tidak disengaja tidak wajib berpuasa dan apabila ia berpuasa maka puasanya tidak sah lalu jika sudah sembuh dia tidak berkewajiban mengqodho karena gilanya bukan faktor kesengajaan.

Dari Aisyah r.a., Nabi SAW bersabda “Ketetapan hukum tidak diberlakukan atas tiga orang, yaitu; orang yang dalam keadaan tidur sampai terbangun; anak kecil sampai ia balig; orang gila sampai ia sadar kembali.” (HR an-Nasa’i).

6. Murtad
Salah satu syarat wajib puasa adalah beragama Islam oleh karena itu, orang non-muslim tidak diwajibkan untuk. Apabila orang tersebut masuk Islam, maka ia tidak perlu untuk mengganti puasa selama ia masa sebelum masuk Islam.

Tentu hal-hal yang membatalkan puasa tersebut berdasarkan beberapa sumber dalam kitab-kitab fikih dasar. Nah, di sini penulis berusaha menelusuri argumen yang mendasari sebuah hukum dihasilkan. Perlu disadari bahwa menyimpulkan dan melakukan interpretasi hukum langsung dari hadis perlu kearifan dan perangkat pemahaman yang tidak mudah. Karena itu, hadis-hadis yang kami cantumkan dan hal yang membatalkan puasa di atas adalah sebagian dari yang bisa kami telusuri. Wallahu a’lam.