Manusia tidaklah sebatas hewan yang berakal, bukan pula benda yang hidup dibawah kekuasaan, serta bukan pula sebagai mesin yang bergerak dibawah hukum tertentu. Dalam diri manusia ada akal, hati, iman, kecintaan, kecemerlangan dan pengorbanan. Dengan hal-hal itu Allah menitipkan perkara diluar kesanggupan hewan-hewan yang lain.

Agama Islam mengajarkan berbagai macam didikan untuk mencintai dan mengasihi serta mengikhlaskan semua yang dilakukan untuk pencipta demi menggenggam cintanya Tuhan yang abadi. Haji merupakan diantara amalan untuk menumbuhkan rasa ikhlas dan menggapai cinta Allah sepanjang waktu, dikeluarkan tenaga yang maksimal, harta dan menahan nafsu .

Seiring bergulirnya perkembangan teknologi semakin memudahkan masyarakat untuk mendekatkan diri kepada Allah terutama dalam mendirikan haji.

Belakangan ini terjadi krisis yang menggemparkan kita, jumlah jama’ah haji Indonesia pertahun tidak kurang dari 200.000 orang bahkan makin bertambah. Krisis ini sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh ulama-ulama terdahulu diantara ungkapan Jabir bin Zaid dalam Shifatu al-Shafwah bahwa dia lebih senang bersedekah satu dirham ke satu anak yatim atau anak miskin, dari pada berhaji lagi setelah melakukan  ibadag haji wajib. Masih banyak ulama-ulama terdahulu yang mewanti-wanti untuk tidak melakukan ibadah haji berulang-ulang.

Diantara ulama sekarang yang ikut mengkritisi terjadinya pengulang ibadah haji bagi yang sudah mendirikannya KH. Ali Mustafa Ya’qub, dalam bukunya “Haji Pengabdi Setan”  beliau mengutip hadis qudsi riwayat Imam Muslim yang menegaskan kalau Allah bisa kita temui di sisi orang sakit, kelaparan, kehausan dan menderita. Nabi Muhammad SAW tidak menjelaskan bahwa Allah hanya dapat ditemui di sisi Ka’bah saja.

Wallahua‘lam bis Showab.

By Ibrahim Mufid

Mahasantri Darus-sunnah semester 1 dan Mahasiswa semester 1 FDI