Itsbat Ramadhan wa Syawwal wa Dzulhijjah ‘ala Dhau’i al-Kitab wa al-Sunnah
Majalahnabawi.com – Dalam rangka membimbing umat Islam untuk menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah, Rasululullah Saw bersabda:
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةََ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ
Nabi ﷺ bersabda: “Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Syakban menjadi 30”. “(HR. Imam al-Bukhari nomor 1776)”
Menurut ilmu Ushul Fikih, sabda Nabi ini masuk dalam kategori nash, yaitu teks agama yang pengertiannya sudah jelas, sehingga tidak memerlukan penafsiran atau ijtihad. Kendati demikian, umat Islam Indonesia tiap tahun berbeda pendapat dalam menetapkan awal bulan bulan tersebut, karena mereka menggunakan sembilan metode, sementara Nabi Saw hanya memerintahkan dengan dua metode saja.
Adapun metode sembilan dalam menetapkan awal bulan Ramadhan di antaranya yaitu:
- Metode melihat hilal dengan sempurna.
- Metode melengkapi ‘iddah (jumlah/bilangan) bulan Sya’ban.
- Hisab
- Perkiraan terlihatnya hilal.
- Insting syekh tentang masuknya bulan Ramadhan.
- Metode tanda-tanda alam.
- Tidak terjadinya dua khutbah dalam satu hari.
- Metode bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dalam mimpi.
- Metode mengikuti orang-orang Mekah.
Bertindak melihat bulan sabit atau melengkapi periode 30 hari, ketika tidak ada penampakan dalam mengonfirmasi awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijah adalah kesepakatan para sahabat dan para umat terdahulu.
Metode Penetapan Bulan Hijriah
Mengandalkan metode selain “penampakan bulan sabit atau melengkapi bulan Syakban 30 hari, dalam penetapan bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijah adalah termasuk perbuatan yang sesat dalam syariat dan bidah mengada-ada dalam agama, (menurut perkataan Imam Ibnu Taimiyah, semoga Allah merahmatinya), pembuat hukum dalam agama adalah yang tidak diizinkan Allah sama saja menyekutuinya (sebagaimana menurut peerkataan Syekh Abdullah bin Baz), semoga Allah merahmatinya.
Metode hisab pada zaman Nabi dan sahabat belum digunakan karena baru muncul pada masa tabiin yaitu Mutharrif bin Abdillah yang menemukan metode ini dengan berlandaskan al-Quran dan Hadis:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهُۥ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْأٰیَاتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya tempat-tempat bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Yunus 10:5)
Sabda Nabi tentang Hisab
Adapun sabda Nabi tentang hisab adalah
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ: لَا تَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ
Riwayat dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ menceritakan tentang bulan Ramadan lalu beliau bersabda, “Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal dan jangan pula kalian berbuka hingga kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (menyempurnakan jumlah hari) “.
Karena sejatinya metode hisab ini bukan semata-mata hanya menggunakan hisab saja melainkan rukyat hilal yang menjadi acuan hisab karena rukyat hilal masuk kedalam metode hisab. Sebagian kelompok di Indonesia yang menggunakan metode hisab dalam menetapkan awal bulan Ramadan dan Syawal menyatakan bahwa apabila seorang ahli hisab menetapkan bahwa hilal tidak wujud, atau dia mengatakan hilal wujud tidak mungkin dapat terlihat, sementara ada orang yang melihat bulan pada malam itu maka kelompok tersebut menetapkan bahwa yang menjadi pegangan adalah rukyat. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa hisab bukanlah metode ketiga untuk menetukan awal bulan akan tetapi harus juga menggunakan rukyat sebagai metode yang sudah jelas nashnya. Wallahu ‘Alam.