Sumber: twitter.com/infid_ID/

Judul Buku          : Para Perancang Jihad “Mengapa Kalangan Terdidik Banyak Terlibat Ekstremisme dan Kekerasan?”

Penulis                 : Diego Gambetta dan Steffen Hertog

Penerbit              : Penerbit Gading, Yogyakarta, didukung INFID dan Yayasan LKiS

Halaman              : xxvi + 292 halaman

 

Sejauh yang mampu kita amati, kasus terorisme saat ini telah menggerogoti pondasi-pondasi kedamaian masyarakat. Teror, yang ternyata masih dianggap sebagai bentuk jihad, semakin tampak rumit dan kompleks. Di satu sisi, kritik dan aksi penolakan terjadi di mana-mana. Namun, patut kita sadari di sisi lain, ternyata gerakan teror ini–secara diam-diam—mendapat simpati.

Kalangan yang terlibat gerakan ini perlu mendapat sorotan. Setidaknya dari propaganda, lalu sekian aksi yang terjadi di penjuru dunia, terkesan bahwa gerakan ini masif, rapi, canggih, lagi terstruktur. Sehingga, satu hal yang patut kita sadari bahwa agaknya gerakan jihadis ini melibatkan kaum terdidik. Salah satu buku yang cukup baik menjelaskan fenomena ini adalah penelitian yang disusun Diego Gambetta dan Steffan Hertog, dua ilmuwan dari Inggris, yang dalam versi Indonesianya diterbitkan dengan judul Para Perancang Jihad: “Mengapa Kalangan Terdidik Banyak Terlibat Ekstremisme dan Kekerasan?”.

Persoalan ini tidak bisa disederhanakan, tanpa adanya data utuh daripada terjebak asumsi kosong. Argumen seperti “kalangan terdidik tidak mendapat pendidikan agama yang cukup,” atau “pengaruh pendidikan eksakta yang terlalu dogmatis dan kaku,” atau sikap tekstualis terhadap kitab suci, merupakan pernyataan yang perlu diuji secara metodologis dan ilmiah.

Anda tahu, orang-orang yang berperan besar dalam aksi terorisme di Indonesia, juga di dunia, adalah kaum sarjana dengan jurusan atau gelar yang mentereng. Dr. Azhari Husin, otak sekian aksi pengeboman di Indonesia, yang tertembak dalam serbuan di daerah Batu, Jawa Timur, adalah insinyur bergelar Ph.D dari Universitas Reading, Inggris. Kemudian Osama bin Laden, pentolan Al Qaeda, adalah seorang insinyur teknik kimia. Penggantinya, Ayman al Zawahiri, adalah mahasiswa kedokteran. Belum lagi banyak contoh pimpinan gerakan teror, juga anggotanya, yang berasal dari kalangan sarjana, khususnya bidang ilmu eksakta.