Kedermawanan Abu Bakar As-Siddiq: Loyalitas Tak Terbatas
Majalahnabawi.com – Kepatuhan dan cinta tulusnya Abu Bakar as-Shiddiq dalam memperjuangkan dan menegakkan agama Islam saat membersamai Rasulullah sejak awal era islam tak perlu diragukan lagi. Kisah kedermawanan dan kasih sayangnya begitu mendalam hingga membuat hati siapa pun yang mendengarnya tersentuh.
Sebuah kisah masa awal penyebaran Islam di Makkah, umat Islam mendapatkan perlawanan luar biasa dari kaum kafir Quraisy yang menentang Islam, termasuk para budak. Abu Bakar ash-Shiddiq yang memiliki hati luar biasa, ia rela mengeluarkan begitu banyak hartanya demi membebaskan budak-budak muslim dari penganiayaan.
Keutamaan Abu Bakar as-Shiddiq, Sebab Turunnya QS. Al-Lail
Menurut Ibnu Katsir, ayat tentangnya yang turun adalah untuk menceritakan pribadi mulia Abu Bakar as-Shiddiq. Riwayat Amir bin Abdillah bin Zubair, beliau adalah sahabat nabi yang paling banyak memerdekakan budak. Yang beliau bebaskan adalah budak yang lemah, sepuh, dan dari kalangan perempuan. Suatu waktu ayahnya, Abu Quhafa’ berkata kepadanya, “Wahai anakku, aku telah melihatmu memerdekakan kaum lemah. Bagaimana jika kamu memerdekakan kaum lelaki yang kuat. Sehingga mereka akan membantumu, mengawal dirimu dan membelamu.’ Lalu Abu Bakar berkata, ‘Wahai ayahku, sungguh aku hanya ingin –aku mengira ia berkata- pahala di sisi Allah.”
Itulah sifat A’tha tergambarkan dalam QS. al-Lail [92] ayat 5; orang yang memberi dalam jumlah banyak yang tidak lain adalah sahabat yang paling Rasulullah cintai. Keutamaan yang Allah berikan kepada Abu Bakar dalam kelapangan rizki, sebab buah dari ketakwaannya kepada Tuhannya. Beliau tidak membelanjakan itu untuk kepentingan pribadi melainkan semata untuk memperjuangkan urusan agama-Nya. Di antaranya membebaskan budak-budak yang lemah.
Allah Memuliakan dan Mensucikan Abu Bakar
Allah berfirman yang artinya; “Kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. Padahal tidak seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. al-Lail [92]: 17-21).
Figur yang terekam dalam ayat tersebut dalah Abu Bakar As-Siddiq yang memerdekakan Bilal bin Rabah tanpa syarat apapun. Ibnu Abbas menceritakan bahwa Bilal terus menerus disiksa oleh dari Umayah bin Khalaf dan Bilal hanya berkata, “Ahad, ahad.” Di bawah matahari yang panas, digelandang ia menuju padang pasir, wajahnya pun dijerembabkan ke pasir oleh tuannya, ditelanjangi pula kemudian ditindih tubuhnya dengan batu panas. Rasulullah mengetahui itu dan mengatakan kepada Abu bakar, ia pun mengetahui apa maksud Rasul yaitu untuk membebaskan Bilal.
Datanglah Abu Bakar as-Shiddiq kepada Umayyah, dia berseru, “Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki karena mengatakan bahwa Tuhanku ialah Allah?” Kemudian dia berkata kepada tuan pemilik Bilal, “Terimalah ini untuk tebusannya, lebih tinggi dari harganya, dan bebaskan dia!”
Umayyah adalah seorang saudagar, dia melihat peluang keuntungan di sana. Dari pada membunuhnya, lebih baik dia menjualnya karena akan mendatangkan uang. Umayyah setuju dengan penawaran Abu Bakar. “Bawahlah dia! Demi Lata dan Uzza, seandainya harga tebusannya tak lebih dari satu ugia, pastilah dia akan ku lepas juga,” kata Umayyah.
Abu Bakar kemudian menjawab, “Demi Allah, seandainya kalian tidak hendak menjualnya kecuali seratus ugia, pastilah akan kubayar juga!” Demikianlah akhirnya Bilal memperoleh kebebasannya. Kemudian pergilah Abu Bakar sambil mengepit Bilal untuk menemui Nabi Muhammad Saw., dan menyampaikan berita gembira tentang kebebasan Bilal sebagai orang merdeka.
Bilal saat itu bertanya kepada Abu Bakar, “Kamu membebaskanku untuk kepentinganmu atau untuk kepentingan Allah?” Dan jelas bahwa apa yang dilakukan Abu Bakar as-Siddiq itu adalah semata-mata untuk mencari ridha Tuhannya.
Perintah Rasulullah untuk meneladani Abu Bakar
Sifat terpuji Abu Bakar yang A’tha, berani menginfakkan hartanya dalam jumlah banyak. Ia tak pernah khawatir sedikit pun akan ditimpa kebangkrutan. Seharusnya menjadikan umat masa kini agar semangat meniru pribadi tersebut. Tidak ada ruginya sama sekali untuk menginfakan harta di jalan Allah, karena sebagaimana Abu Bakar yang diberi banyak kemuliaan dan bahkan ia dijanjikan taman surga yang luas juga berada di sisi Rasulullah. Dalam sanad yang shahih, Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda: “Ikutilah jalan orang-orang sepeninggalku yaitu Abu Bakar dan Umar.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Maajah). Maka mari kita menyambut seruan Rasulullah dengan mengikutinya. Abu Bakar disebut sebagai orang yang bertaqwa yaitu ia takut kepada Allah dan menginfakkan hartanya bukan karena untuk membalas budi orang lain. Sebenarnya membalas kebaikan seseorang itu saja sudah merupakan kebajikan. Namun sebagaimana termaktub dalam ayat 18-20 QS. al-Lail, kedermaan tersebut dilandaskan pada keikhlasan yang sangat dijiwainya dan semata-mata karena mencari ridha-Nya. Sementara yang ada, manusia zaman ini kebanyakan adalah bersedekah karena untuk keberlangsungan dirinya, supaya kelak jika dalam kesulitan akan ada yang membantu mengelurkannya dari kesusahan.