Majalahnabawi.comProf. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA merupakan salah satu ulama ahli Hadis yang produktif yang dimiliki oleh Indonesia. Kirarahnya yang besar dalam membina umat mengantarkannya menjadi salah satu ulama yang mendapatkan amanah. Beliau menempati berbagai posisi penting di beberapa lembaga pendidikan, keagamaan, maupun pemerintahan di Indonesia. Salah satu kiprahnya dalam membina umat adalah saat beliau masuk ke dalam struktural MUI (Majelis Ulama Indonesia). 

Beliau masuk struktural MUI menjadi anggota Komisi Fatwa sejak tahun 1986 hingga 2005, kemudian menjadi Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI tahun 2005 hingga 2010.  Selain di Komisi Fatwa, sejak tahun 1989 hingga 1990 beliau menjadi salah satu pengajar di Lembaga Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI. Di Komisi Fatwa inilah Kiai Ali yang berkompeten dalam fikih dan hadis banyak memberikan kontribusi. Kontribusinya inilah menjadi salah satu faktor atas hadirnya fatwa-fatwa MUI sejak 1986 hingga 2010. Beliau pun sering menjadi wakil dari MUI saat menerima undangan dari berbagai stasiun TV untuk menjelaskan berbagai persoalan umat lewat media massa, salah satunya melalui siaran TV. Beliau pun aktif menjadi pemakalah atau narasumber dalam berbagai seminar Internasional mewakili MUI di berbagai negara.

Kontribusi Kiai Ali dalam Ranah Internasional

Selain berkontribusi dalam mengawal fatwa-fatwa untuk umat Islam Indonesia, beliau pun aktif berkontribusi untuk umat Islam Internasional. Salah satunya adalah pada bulan Februari 2000, Kiai Ali Mustafa menjadi delegasi MUI ke beberapa kota di Amerika Serikat. Di sana beliau memeriksa, mengobservasi dan menganalisa proses pemotongan hewan (daging yang halal) di Omaha, Doahan Alabana, dan kota-kota lainnya. Pada tahun 2007, beliau menjadi delegasi MUI kembali dalam kegiatan yang sama di negara Kanada di bulan September dan di Amerika Serikat kembali di bulan November. Pengalamannya dalam observasi mengenai kehalalan satu produk baik di dalam maupun luar negeri mengantarkannya untuk menulis disertasi yang berjudul “Kriteria Halal dan Haram: Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika menurut Al-Quran dan Hadis ”  dari Universitas Nizamia, Hyderabad India tahun 2008. 

Walaupun beliau masuk ke dalam struktural Komisi Fatwa MUI, namun beliau yang selalu tegas dalam masalah syariat tidak segan-segan mengkritik MUI melalui tulisan-tulisannya ketika beliau merasa ada yang salah dalam pengambilan Fatwa MUI. Salah satu kritik beliau adalah bukunya yang berjudul al-Qiblah ‘ala Dhaw’ al-Kitab wa al-Sunnah yang hadir sebagai kritikannya atas fatwa MUI No.05 tahun 2010 mengenai kiblat umat Islam Indonesia berada di arah barat laut dengan derajat kemiringan yang berbeda, dengan dasar bahwa letak Indosia secara geografis berada di tenggara Ka’bah sebagaimana yang yang terlihat di Google Maps.

Kritik Kiai Ali atas fatwa MUI

Dalam bukunya tersebut, beliau mengkritik fatwa tersebut dengan 2 poin besar. Pertama adalah kritikan MUI karena menyalahi pedoman Fatwa MUI sendiri. Yaitu dalam realisasinya menyatakan bahwa penetapan fatwa harus berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, Ijma’, dan Qiyas. Sementara MUI sendiri dalam fatwa No.05 tahun 2010 menjadikan Google Maps sebagai landasannya. Kedua adalah kritikan atas MUI yang memilih fatwa atas pendapat yang marjuh (lemah). Sedangkan dalam pedoman Fatwa MUI sendiri menyatakan bahwa pengambilan fatwa harus berpedoman atas pendapat yang Rojih (kuat). Ketegasannya dalam mengkritik fatwa MUI No. 05 tahun 2010 ini membuat beliau harus keluar dari struktural MUI.

Walaupun beliau tidak masuk dalam struktural MUI, namun beliau terus berkontribusi untuk umat dalam berbagai tulisannya hingga wafatnya di tahun 2016. Tetapi walaupun tidak lagi ikatan secara adiminstrasi, Kiai Ali Mustafa tetap menjaga silaturahmi dengan para ulama yang berada dalam struktur MUI. Terbukti ketika beliau wafat, para pengurus MUI banyak yang menghadiri pemakaman beliau. Bahkan KH. Ma’ruf Amin yang saat itu menjabat sebagai ketua MUI turut hadir dan menyampaikan bela sungkawa atas wafatnya. Beliau sebagai teman sejawat dan ulama kharismatik yang menjadi Khadim Ma’had Darus-Sunnah ini. Sehingga hubungan beliau tetap harmonis bersama para pengurus MUI, walaupun beliau tetap tegas atas pendiriannya dalam mengkritik Fatwa-fatwa yang beliau yakini menyalahi pedoman MUI sendiri.

Semoga Allah Swt merahmati beliau dan menjadikan ilmunya bermanfaat untuk umat.