Kiprah Imam al-Tirmidzi dalam Pengkodifikasian Hadis

Majalahnabawi.com – Sudah tidak asing lagi bagi umat muslim di penjuru dunia, terutama bagi para pengkaji hadis, mengenai kitab hadis yang dikodifikasi oleh sang Muhaddis sekaligus salah satu imam ahli hadis yang enam, yang menggeluti dalam bidang hadis (riwayah) sekaligus ilmu hadis (dirayah); yaitu Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzi, atau lebih dikenal dengan Imam al-Tirmidzi r.a.

Imam al-Tirmidzi merupakan sosok ulama ahli hadis kelahiran disebuah kota yang bernama Tirmidz yang terletak di tepi sungai Jihun di Khurasan. Beliau lahir pada tahun 209 H tepatnya lima tahun setelah wafatnya salah satu imam empat madzhab yang masyhur yaitu al-Imam Muhammad bin Idris al-Syafi`i pada tahun 204 H. Beliau (Imam al-Tirmidzi) wafat dalam keadaan buta karena seringnya beliau membaca dan juga tidak pernah lepas dari menulis karya-karyanya yang berkaitan dengan hadis maupun ilmu hadis salah satunya beliau mengkodifikasi hadis-hadis nabi sehingga beliau dapat menjadikan satu kitab hadis yang populer yaitu Sunan al-Tirmidzi, dan beliau wafat tepat pada tahun 279 H, empat tahun setelah kepergian Imam Abu Daud r.a.

Perbedaan Nama Kitab Hadis Karya Imam al-Tirmidzi

Dalam penamaan kitab yang dikodifikasi oleh Imam al-Tirmidzi menuai berbagai perbedaan penyebutan di kalangan para ulama, di antaranya terdapat; Imam Khatib al-Baghdadi, Imam al-Hakim, Ibn Katsir. Menurut pendapat pertama dari Imam Khatib al-Baghdadi menyatakan dengan nama al-Jami` al-Shahih atau al-Shahih, pada pendapat pertama ini memicu perbedaan di kalangan ulama hadis.

Perbedaan tersebut muncul karena sebagian ulama menyataan bahwa penyebutannya dengan al-Jami` al-Shahih atau al-Shahih terlalu berlebihan, karena dalam penyebutan tersebut dikhususkan untuk kitab hadis yang di dalamnya terkumpul hadis-hadis yang shahih saja, sedangkan dalam kitab hadis Imam al-Tirmidzi tidak hanya terdapat hadis yang shahih saja, tetapi terdapat pula hadis mauquf, maqthu`, dhaif, mu’allal dan juga munkar. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Katsir.

Sedangkan pendapat kedua, menurut Imam al-Hakim menyatakan dengan penyebutan Sunan al-Tirmidzi. Pada pendapat kedua ini, menurut para ulama lebih cocok, karena dalam istilah tersebut oleh para ulama hadis diartikan dengan penulisan kitab hadis yang di dalamnya diurutkan secara per-bab dengan bab-bab yang berkaitan dengan fikih, misalnya, bab tentang thaharah, shalat, shaum, dan lain sebagainya.

Sistematika Penulisan Karya Imam al-Tirmidzi

Sistematika penulisan yang digunakan oleh Imam al-Tirmidzi, secara garis besar sudah mengalami perubahan, yang mana pada abad kedua hijriyah sistem yang digunakan pada masa sebelum atba` al-tabi`in menggunakan sistematika musnad. Yaitu dengan kata lain sistem penulisan yang mengelompokan beberapa riwayat dari para sahabat yang meriwayatkan hadis, semisal contoh yang dikelompokkan oleh para ulama Hambaliyah yang kemudian muncul Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Di samping musnad ada juga penulisan yang menggunakan sistem mu`jam yaitu mengelompokkan hadis sesuai dengan awalan nama perawi hadis tersebut, sebagaimana yang terdapat dalam kitab hadisnya Imam Thabrani yaitu al-Mu`jam al-Kabir.

Pada generasi atba` al-tabi`in tahun ketiga hijriyah, sistematika penulisan yang digunakan telah berubah menjadi sistematika penulisan yang menggunakan metode penulisan yang diurutkan dengan bab per bab. Sebagaimana yang menggunakan metode tersebut seperti, Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Abu Daud, al-Nasa`i, Ibn Majah, termasuk Imam al-Tirmdzi.

Imam al-Tirmidzi termasuk ke dalam perawi yang menggunakan metode tersebut. Dalam Sunan al-Tirmidzi secara keseluruhan terdiri dari 2.376 bab dan terdiri 3.956 hadis. Dengan memperhatikan pembagian juz dalam kitab Sunan al-Tirmidzi, maka dapat disimpulkan bahwa kitab tersebut terlihat sistematis dan mudah.

Keunikan Kitab Sunan al-Tirmidzi

Yang menarik dalam kitab Sunan al-Tirmidzi ini adalah seringkali sang Imam mencantumkan opini-opini yurisprudensi para ahli hukum terdahulu, para imam madzhab yang dengan berbagai macam hukum Islam atau lebih dikenal dengan hukum fikih.

Imam al-Tirmidzi dalam meriwayatkan hadis menggunakan metode yang berbeda dengan para ahli hadis lainnya, di antaranya:

  1. Beliau mentakhrij hadis yang menjadi amalan oleh para ahli fikih.
  2. Memberikan penjelasan kualitas hadis dan keadaan hadis yang ditulis.

Dalam penstandarisasian penulisan yang digunakan oleh sang Imam ada empat syarat, sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Hafiz Abu Fadil bin Thahir al-Maqdisi, yaitu:

  1. Hadis-hadis yang sudah disepakati oleh dua pendekar hadis; Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari dan Imam Muslim.
  2. Hadis-hadis yang shahih menurut pandangan Imam Abu Daud dan Imam al-Nasa`i, yaitu hadis-hadis yang para ulama sepakat untuk tidak meninggalkannya, dengan ketentuan sanadnya harus bersambung dan tidak mursal
  3. Hadis-hadis yang tidak dipastikan keshahihannya dengan menjelaskan sebab-sebab kelemahannya.
  4. Hadis-hadis yang digunakan atau dijadikan sebagai hujah oleh para ahli fikih, baik hadis tersebut berkualitas shahih maupun tidak. Tentu saja ketidakshahihannya tidak sampai pada tingkat dhaif dan matruk.

Begitulah gambaran tentang kesemangatan yang dimiliki oleh Imam al-Tirmidzi, mengorbankan segala waktu yang dimilikinya hanya untuk mempertahankan sunnah-sunnah nabi, hingga beliau di usia senjanya hingga akhir hayatnya mengalami buta akibat tekun dalam membaca, dan juga menulis karya-karya yang dapat kita rasakan keberkahannya sekarang.

Semoga kita senantiasa diberikan oleh Allah Swt. keistiqamahan dan juga ketekunan dalam belajar hingga kita dapat melanjutkan perjuangan para ulama-ulama terdahulu dan menjadi estafet pensyiar dakwah Rasulullah dengan membawa ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, aamiin.

Similar Posts