Konsep Kesetaraan Gender dalam Islam

Majalahnabawi.com – Setiap manusia memiliki perannya masing-masing, sehingga untuk menutupi kesamaan itu merupakan suatu hal yang berat. Meskipun tidak sama, keadilan itu sudah sepatutnya berlaku bagi seluruh kalangan dan melampaui gender, keadilan sosial, keadilan untuk melakukan hal-hal yang menjadi haknya dalam kehidupan. Sehingga laki-laki dan perempuan diharapkan memiliki kesadaran terhadap tugasnya masing-masing.

Laki-laki cenderung tercipta lebih rasional, sedangkan perempuan cenderung lebih emosional. Hendaknya perbedaan ini bukanlah tolak ukur penilaian lebih baik atau lebih buruk. Karena hal tersebut bukanlah kekurangan. Perempuan memiliki emosional yang lebih mendominasi. Hal tersebut memang Allah ciptakan supaya perempuan bisa menjaga keseimbangan dalam kehidupan. Jika misalnya semua orang mengedepankan logika, semua orang rasional, maka kehidupan ini tidak akan berjalan. Oleh karena itu Allah menciptakan pembanding, ada yang emosional dan ada yang rasional. Sehingga dari tabiat yang berbeda tersebut ada aturannya, yaitu bahwa laki-laki akan menjadi pemimpin dan perempuan harus menaatinya ketika sudah bersama lelakinya. Ini adalah sebuah upaya dan aturan syariat, dan hendaknya kita implementasikan dalam kehidupan.

Pengertian Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender adalah perintah dalam Islam. Seseorang yang berbuat baik, baik laki-laki maupun perempuan semuanya memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah. Dengan derajat yang sama, maka manusia tidak boleh membedakan satu sama lain, meskipun mereka memiliki peran yang berbeda-beda dalam kehidupannya. Ajaran Islam menempatkan perempuan setara dengan laki-laki dalam semua hal, termasuk dalam hal pendidikan. Perempuan sesungguhnya punya kedudukan yang sama di dalam konteks Islam. Perempuan mendapatkan hak waris, kesetaraan dalam menuntut ilmu, dan lain-lain. Islam memberikan penghargaan yang luar biasa bagi perempuan.

Al-Qur’an secara umum dan dalam banyak ayatnya telah membicarakan relasi gender, hubungan antara laki- laki dan perempuan, hak- hak mereka dalam konsepsi yang rapi, indah dan bersifat adil. Al-Qur’an yang turun sebagai petunjuk manusia tentunya pembicaraannya tidaklah terlalu jauh dengan keadaan dan kondisi lingkungan dan masyarakat pada waktu itu. Seperti apa yang tertuang dalam QS. An-Nisa’, yang memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terhormat, yang pada zaman dulu masyarakat Arab sangat tidak menghiraukan nasib mereka.

Maka, pada ayat pertama surat An-Nisa’ kita dapatkan, bahwa Allah telah menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan makhluk Allah, yang masing- masing jika beramal sholeh, pasti akan di beri pahala sesuai dengan amalnya. Kedua-duanya tercipta dari jiwa yang satu  (nafsun wahidah), yang mengisyaratkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya. Semuanya di bawah pengawasan Allah serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya (ittaqu robbakum). Dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan memiliki posisinya masing-masing, sesuai dengan fitrahnya. Selama mereka tetap menjaga fitrah tersebut, sebenarnya pada keduanya terdapat kesempatan yang sama dalam menjalani kehidupan yang baik dalam bidang pendidikan, sosial kemasyarakatan, politik, seni, dan sebagainya.

Penyebab Terjadinya Permasalahan Gender

Pemikiran turun temurun bahwa perempuan lebih rendah posisinya dari pada dengan laki-laki, menjadi akar masalah dari ketimpangan gender yang masih terjadi. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Untuk mengikis pemikiran masyarakat yang telah kuat mengakar, perlu upaya menyeluruh dari berbagai sisi, termasuk agama. Apalagi, agama merupakan pondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bermasyarakat.

Faktor penyebab terjadinya permasalahan gender di antaranya adalah pelabelan sifat-sifat tertentu (stereotipe), pemiskinan ekonomi terhadap perempuan, subordinasi pada salah satu jenis kelamin yaitu perlakuan menomorduakan perempuan, tindak kekerasan (violence) terhadap perempuan dan budaya patriarkhi yang berkembang di masyarakat. Penelitian menyimpulkan bahwa ketimpangan gender merugikan pertumbuhan ekonomi suatu negara/ wilayah. Ketimpangan gender di pendidikan mengakibatkan produktivitas modal manusia akan rendah sehingga pertumbuhan ekonomi juga rendah.

Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Permasalahan Gender

Saat ini Indonesia sudah mulai memberikan ruang kepada wanita untuk  mengaktualisasikan serta memberdayakan diri pada hal-hal yang positif. Pendidikan pun sudah  mulai memadai untuk perempuan. Meski dalam hal ranah pekerjaan, perempuan tidak bisa menguasai beberapa aspek. Namun secara garis besar, perempuan sudah sangat terbuka pemikirannya untuk menjadikan dirinya lebih bermanfaat dan tidak hanya sibuk dengan perkara domestik rumah tangga. Tetapi juga berkesempatan dalam pendidikan serta berkiprah dalam masyarakat. Seperti halnya Ibnu Rusydi yang menolak ungkapan bahwa perempuan itu hanya layak untuk mengurus urusan rumah tangga. Beliau juga memaparkan bahwa perempuan itu memiliki hak untuk berkiprah di ruang publik. Jika memang dia memiliki kompetensi yang mumpuni. Jadi dalam diri perempuan itu sendiri haruslah memiliki motivasi yang kuat untuk memberdayakan dirinya dalam hal-hal yang positif, tetapi tetap harus membatasi dirinya pada hal-hal yang sudah diatur oleh agama.

Penerapan kesetaraan gender dapat bermula dengan menanamkan nilai-nilai kesetaraan dalam setiap aktivitas. Penerapan kesetaraan gender di Timur Tengah sudah mulai berjalan dengan semestinya. di antaranya keputusan pemerintah pada tahun 2011 yang mengizinkan perempuan untuk memilih dan mencalonkan diri dalam pemilihan kota, keputusan Raja Abdullah tahun 2012 mengizinkan atlet wanita untuk berpartisipasi dalam Olimpiade. Pada tahun 2013, 30 perempuan ditunjuk menjadi anggota Dewan Permusyawaratan Syura yang sebelumnya semuanya laki-laki, dan pada tahun 2015, 20 perempuan terpilih untuk menduduki posisi kota dalam pemilihan lokal. Dan juga baru-baru ini, pada bulan september 2017, larangan mengemudi bagi perempuan secara resmi dicabut, sehingga perempuan boleh mendapatkan SIM tanpa meminta izin dari wali laki-laki dan mengemudi tanpa pendamping mulai tahun 2018.

Upaya Merespon Isu Kesetaraan Gender

Dalam upaya mengatasi permasalahan gender, maka pemerintah bersama-sama dengan masyarakat perlu memberikan edukasi yang tepat tentang perbedaan gender dan jenis kelamin. Edukasi ini penting untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai peran sosial yang sesuai dengan gender masing-masing individu. Upaya pemerintah dalam meningkatkan pemberdayaan kaum perempuan yaitu dengan meningkatkan jumlah perempuan dalam kegiatan ekonomi atau bidang ketenagakerjaan, meningkatkan jumlah perempuan dalam pengambilan keputusan di pemerintahan, menargetkan keterwakilan 30% perempuan dalam pemilu legislatif, menerapkan wajib belajar 12 tahun, meningkatkan angka melek huruf melalui program pemberantasan buta huruf atau pendidikan keaksaraan, meningkatkan kualitas layanan kesehatan terhadap ibu dan anak, serta memberikan edukasi bagi para ibu hamil dan calon orang tua untuk menggunakan penolong persalinan yang memiliki kualifikasi dan menyusui bayi selama dua tahun.

Sikap yang pas sebagai upaya merespon isu kesetaraan gender ini adalah dengan memperjuangkan keseimbangan gender (menghapus ketimpangan gender), menguntungkan kedua gender, memberikan kesempatan yang sama pada kedua gender, serta menegakkan keadilan bagi kedua gender. Dan begitu pula Islam memandang kesetaraan gender adalah bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama. Sama–sama berhak untuk menjadi mulia di sisi Allah Swt., asalkan menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing dengan baik.

Similar Posts