http://majalahnabawi.com – Rabu 4 Oktober lalu, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo telah melaksanakan kick off halaqah Fikih Peradaban Jilid 2. Fikih peradaban sebagai inovasi dan gagasan yang merupakan usungan Nahdlatul Ulama banyak mendapatkan respon positif. Baik dari pihak internal maupun eksternal. Sehingga gagasan tersebut terus berlanjut dan melahirkan Fikih Peradaban Jilid 2.

Tahun lalu, Fikih Peradaban mengusung tema besar fikih siyasah atau fikih politik. Pemilihan tema tersebut tak lain sebagai tujuan agar terjalin relasi antara negara dan agama. Sehingga, hal ini dapat berimplikasi terhadap peradaban umat Islam ke depannya. Sementara, tema Fikih Peradaban Jilid 2 ialah solusi seputar konflik yang terjadi di Indonesia dan juga dunia. Hemat penulis, tak sedikit warga NU yang belum mengetahui secara eksplisit mengenai apa itu Fikih Peradaban? Serta apa peran dan maslahat dari Fikih Peradaban? Ini tentu harus mendapatkan respon lebih, agar semua masyarakat khususnya warga nahdliyin dapat memberikan sumbangsih pemikirannya guna merealisasikan misi dan intensi PBNU.

Memberikan Kontribusi terhadap Peradaban Dunia

Fikih Peradaban mempunyai suatu tujuan yang sangat representatif bagi kultur masyarakat dunia pada umumnya. Hal ini terlihat jelas dari penamaannya. Fikih secara bahasa berarti  pengetahuan akan hukum-hukum Islam berdasarkan sumber-sumbernya. Sedangkan menurut istilah fikih bemakna aturan-aturan praktis yang mengatur perilaku dan tingkah laku manusia, baik yang hubungan dengan Tuhan maupun manusia. Artinya setiap lika-liku pergerakan kita di dunia ini tak luput dari pandangan fikih, bahkan dalam urusan remeh sekalipun. Sementara peradaban dalam kamus bahasa Arab berarti hadlarah. Hadlarah atau peradaban secara garis besar dapat kita artikan “sekelompok orang yang menetap di suatu daerah guna membentuk suatu peradaban”. Bangsa dari negara mana pun yang menginginkan kemajuan dan kejayaan harus melalui “pintu gerbang” yang bernama peradaban. Dengan mengetahui definisi dari fikih dan peradaban, kita menjadi paham bahwa nama tersebut sangat relevan dengan apa-apa yang menjadi tujuan mulianya, yaitu memberikan kontribusi terhadap peradaban dunia.

Bersuara untuk Kesejahteraan Rakyat

Tahun lalu, PBNU secara frontal menyetujui Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa menjadi pijakan hukum yang menaatinya menjadi sebuah keharusan. Ini tentu mengundang reaksi berbagai pihak dengan memandang bahwasannya PBB tak jarang menerbitkan kebijakan yang memihak dan tak sesuai dengan hak-hak asasi manusia. Juga, struktur dari PBB berisi kebanyakan dari non muslim. Namun, kesemuanya itu telah terjawab tuntas oleh ketua PBNU yang mengeluarkan dekrit. Bahwasannya Nabi Saw juga pernah melakukan hal yang demikian, yakni tidak melanggar perjanjian yang telah beliau buat dengan non muslim. Tujuannya agar tidak menimbulkan madarat yang dapat berdampak buruk bagi Islam.

Sebenarnya, yang seharusnya menjadi perhatian di balik semua itu bahwa terdapat misi rahasia yang dibawa oleh PBNU ke tingkat tatanan global. Dengan menyetujui isi dari PBB, secara tidak langsung akan membuat mereka menaruh respek terhadap organisasi ini. Cara ini selaras dengan apa yang pernah Gus Dur ucapkan, “ketika kita tidak bisa mengenalkan islam pada mereka, maka kita lah yang harus terjun ke organisasi yang mereka bentuk”. Sehingga dengan metode seperti itu, NU secara tak langsung dapat menyalurkan suaranya untuk menyejahterahkan masyarakat dunia lewat konsep-konsep yang telah terbentuk.

Konsep-konsep tersebut tentunya harus melalui godokan yang matang, dan tak cukup hanya dengan melaksanakan satu halaqah. Oleh karenanya, pada Fikih Peradaban Jilid 1 dan juga Jilid 2 yang sekarang, PBNU membentuk sebanyak 250 halaqah dalam mematangkan konsep-konsep idealnya. Ini tak lepas dari fungsional adanya Fikih Peradaban itu sendiri. Salah satunya adalah me-refresh dan mendinamisasi teks-teks fikih klasik yang telah dipelajari untuk kemudian dikontekstualisasikan menjadi solusi yang inovatif. Karena, terkadang terdapat teks-teks fikih yang tak lagi sesuai dengan dinamika zaman yang terus menerus berkembang pesat. Sehingga hal ini dapat memunculkan ide-ide yang kemudian dapat ditawarkan dalam konteks parsial maupun universal.

Walhasil, Fikih Peradaban seakan hadir sebagai penopang stabilitas yang dibutuhkan oleh peradaban dunia saat ini, melihat saudara-saudara kita di Palestina membutuhkan aksi nyata dari PBB. Semoga hasil dari halaqah Fikih Peradaban tidak hanya menjadi teoritis dan utopia belaka, melainkan juga dapat terlaksana penerapannya oleh masyarakat global, dan terasa dampaknya.