Dalam kehidupan bermasyarakat, perbedaan antar individu menjadi suatu yang pasti terjadi. Mulai dari perbedaan pendapat, suku bahkan agama. Toleransi antar umat beragama kian digaungkan setelah banyaknya terjadi bentrok antar agama. Masyarakat yang semakin pintar akhirnya mampu menerima perbedaan yang ada dan kehidupan rukun antarumat beragama tercipta.

Boleh jadi, dalam kehidupan sehari-hari kita akrab dengan mereka yang non-muslim dan seringkali kita berharap mereka segera memeluk agama Islam. Lantas bagaimanakah pandangan Islam mengenai doa muslim bagi orang kafir?.

Sebelumnya, mari kita mengingat kembali kisah Rasululullah SAW dengan Thufail bin Amr dan Kaum Daus saat pertentangan antara Rasulullah SAW dengan kaum kafir Quraisy semakin dahsyat.

Thufail bin Amr adalah kepala kaum Daus dimasa Jahiliyah, kala itu ia berniat pergi dari negerinya Tihamah, menuju Makkah. Tanpa sengaja, Thufail disambut oleh para pembesar Quraisy dan mereka membujuk Thufail untuk menjauhi Rasul. Mereka pun membuat berbagai macam alasan dan menceritakan hal-hal buruk tentang Rasul kepada Thufail.

Pada suatu hari saat Thufail sedang memuja berhala di Ka’bah, ia melihat Rasulullah SAW shalat di dalam Ka’bah dan ia pun terpesona. Saat itu, Thufail sengaja menutup telinganya agar tidak mendengar suara apapun dari Rasul dan pengikutnya. Akan tetapi dengan izin Allah, Thufail mendengar bacaan shalat Rasul.

Pelan-pelan Thufail menghampiri Rasulullah dan semakin terpesona dengan apa yang Rasulullah lakukan. Ia pun mengikuti Rasul ke rumahnya dan memohon pada Rasul untuk diajarkan padanya agama Islam. Maka Thufail pun akhirnya memeluk agama Islam.

Singkat cerita, Thufail pulang dan mengajak keluarganya turut memeluk Islam dan keluarganya mengiyakan. Akan tetapi saat Thufail mengajak kaumnya kepada Islam, hanya Abu Hurairah seorang yang menuruti.

Setelah itu, Thufail bersama Abu Hurairah datang menemui Rasul dan melaporkan bahwa kaumnya masih kafir lalu Rasulullah shalat dan berdoa. Saat itu Abu Hurairah gelisah dan khawatir jika Rasul akan mendoakan keburukan pada kaum Daus. Sebaliknya, Rasulullah berdoa mengharap hidayah turun pada kaum itu.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ جَاءَ الطُّفَيْلُ بْنُ عَمْرٍو إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ إِنَّ دَوْسًا قَدْ هَلَكَتْ، عَصَتْ وَأَبَتْ، فَادْعُ اللَّهَ عَلَيْهِمْ‏.‏ فَقَالَ ‏ “‏ اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ ‏”‏‏.

Thufail bin Amr datang kepada Nabi dan berkata: Kaum Daus telah hancur, berkhianat dan durhaka, doakanlah keburukan untuk mereka. Rasul bersabda “Ya Allah berikanlah petunjuk pada kaum Daus dan bawalah mereka pada Islam.” (HR. Bukhori)

Rasulullah menyuruh mereka berdua pulang. Sesampainya di Tihamah, Thufail segera mengajak kaumnya kepada Islam dan dengan izin Allah, kaum Daus akhirnya menerima ajakan tersebut.

Dari kisah dan hadis tersebut, Rasulullah mendoakan kaum Daus yang saat itu masih kafir agar mendapat hidayah Allah dan menunjukkan adanya kebolehan bagi seorang muslim mendoakan orang kafir. Akan tetapi, jika disandingkan dengan surat At- Taubah ayat 84 maka hadis diatas secara tekstual bertentangan dengan Al-Quran.

وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.

Lalu, bolehkah seorang muslim mendoakan kafir?

Hasil kompromi dari dua dalil di atas adalah bahwa seorang muslim boleh mendoakan kafir dengan catatan, doa itu ditujukan kepada kafir saat ia masih hidup agar mendapat hidayah dan bukan untuk mendoakan kafir saat ia sudah wafat ataupun memohon ampunan untuk mereka. Oleh karenanya, tidak ada pertentangn diantara dua dalil tersebut.

Pertentangan dalam hadis mungkin saja terjadi. Pada masa Imam An-Nawawi memang tidak ditemukan adanya pertentangan hadis dengan Al-Quran sampai masa sekarang pun, maka hal itu tidak terjadi. Kalau memang ditemukan nash dari Al-Quran dan hadis yang saling bertentangan, dapat dipastikan pertentangan itu hanya secara tekstual saja dan secara substansi masih terjadi kesepakatan. Sekalipun ditemukan pertentangan substansi boleh dipastikan hadis tersebut lemah.

Wallahu a’lam bi al-shawab