Rasulullah Saw

Majalahnabawi.com – Masa hidup seseorang tidak selalu berjalan mulus. Terkadang datang situasi yang membuat seseorang merasa terpuruk dan tidak berdaya. Merasa tertekan, hilang arah hingga memutuskan untuk pergi dari semua permasalahan. Namun demikian, dibalik situasi sulit terselip banyak pelajaran bagi orang yang mampu melihat pada sisi tersebut.

Memang, kemampuan beradaptasi seseorang terhadap permasalahan itu berbeda-beda. Ada yang menyikapi dengan sikap fight; melawan dan menghadapi permasalahan, ada juga yang menyikapi dengan pergi dan menjauh dari masalah atau kita kenal dengan istilah flight. Kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit dikenal dalam psikologi dengan istilah “Resiliensi”. Seseorang dengan kemampuan resiliensi tinggi dapat merespon permasalahan dengan baik dan tidak mudah menyerah dalam situasi terpuruk sekalipun.

Di bulan yang baik ini; Rabiul Awwal 1442 H, berbarengan dengan pandemic covid-19 yang tak kunjung usai, seharusnya kita selaku muslim bisa mencontoh kemampuan resiliensi Rasulullah Saw. Baik sikap bertahan dan tetap teguh Nabi dalam dakwah panjang di Mekah dan Madinah maupun cara pandang terhadap tantangan dan rintangan dalam menjalankan misi dakwahnya.

Dalam banyak riwayat di kitab Shahih Muslim, Nabi Saw. berdakwah di Madinah (ba’da hijrah) selama 10 tahun dan 13 tahun di Mekah (Menurut pandangan yang shahih). Selama itu Nabi di timpa berbagai penderitaan dan tantangan dalam menyebarkan ajaran islam.

Bisa dilihat dalam sejarah sebelum Nabi Saw. hijrah ke Yatsrib (berganti nama menjadi Madinah). Aneka siksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy kian hari kian membabi buta, terutama saat Nabi  Saw. menjalankan misi dakwah secara terbuka. Kondisi derita itu terekam dalam Shahih al-Bukhari yang menceritakan komentar marah Bilal bin Rabah sebelum melakukan misi hijrah ke Madinah.

اللَّهُمَّ الْعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا أَخْرَجُونَا مِنْ أَرْضِنَا إِلَى أَرْضِ الْوَبَاءِ

“Ya Allah! Laknatlah Syaibah bin Rabi’ah, ‘Utbah bin Rabi’ah dan Umayyah bin Khalaf, sebagaimana mereka telah mengusir kami dari negeri kami ke negeri derita.” (H.R. al-Bukhari)

Bahkan kondisi saat itu bisa tergambar dengan melihat ungkapan ‘Aisyah sebagai isytadda ‘alaih al-adza (penderitaan terasa begitu berat). Bagaimana tidak, aneka intimidasi, ancaman, hingga tuduhan pada Nabi Saw. sebagai pendusta terus terjadi. Ejekan, penghinaan, olok-olok dan penertawaan ditujukan kepada Nabi Saw. dan orang Muslim untuk menggembosi kekuatan mental mereka. Sebutan orang sinting pun terlontar dan ditujukan kepada Nabi Saw. Firman Allah Swt.

وَقَالُوا يَاأَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ

                “Mereka berkata, ‘Hai orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.” (Q.S. Al-Hijr: 6)

Mereka juga menyebut beliau sebagai tukang sihir dan pendusta. Firman Allah Swt.

وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ

            “Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, ‘ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” (Q.S. Shad: 4)

Berbagai macam tekanan pun tidak berhenti sampai situ. Dalam buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, mereka pemuka Quraisy, membentuk panitia khusus beranggotakan 25 orang yang dipimpin Abu Lahab (paman Nabi Saw) untuk terus mengganggu dan menggagalkan misi dakwah Nabi Saw. Bisa dilihat, bagaimana Abu Lahab dan Istrinya, termasuk Al-Hakam bin Abdul Ash bin Umayyah, Uqbah bin Abu Mu’ith, Adi bin Hamra’ Ats-Tsaqafi, Ibnul Ashda’ Al-Hudzali, yang  merupakan tetangga Nabi Saw. turut biasa menyakiti Nabi Saw. Bahkan diantara mereka ada yang melempar isi perut seekor domba ketika beliau sedang shalat.

Akan membutuhkan buku berlembar-lembar rasanya untuk menceritakan bagaimana kesulitan serta tantangan Nabi Saw. dalam menjalankan dakwahnya. Mulai dari dakwah Nabi Saw. secara sembunyi-sembunyi, terang-terangan, dari Mekah ke Madinah hingga kembali ke Mekah. Namun dengan sifat pemberani, sabar, dan banyak lagi sifat-sifat baik yang ada pada diri Nabi Saw. hingga bisa bertahan dan menebarkan islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Pada intinya semua itu menggambarkan resiliensi Rasulullah Saw yang sangat baik. Memperlihatkan bagaimana Rasulullah Saw. mempunyai keterampilan, kemampuan, pengetahuan yang terakumulasi sebagai kekuatan untuk menghadapi berbagai macam tantangan atau kesulitan. Tentunya itu semua, mengukuhkan Nabi Saw. sebagai pembawa risalah terakhir dan sebaik-baiknya utusan yang bisa dijadikan uswatun hasanah.