Majalah Nabawi – Tak kenal maka tak sayang. Sebuah pepatah legendaris yang memilki arti bahwa rasa sayang akan tumbuh jika kita mengenal sosok tersebut. Lalu, bagaimana jika sosok tersebut adalah seorang ulama bahkan merupakan guru kita?. Tentu hal ini sangatlah dianjurkan. Bukan agar kita mendapatkan nilai yang tinggi, lulus dengan mudah itu semua adalah salah besar.  Mengenal ulama yang merupakan pewaris para nabi, kita akan mampu merefleksikan hal-hal yang telah diajarkannya dalam kehidupan sehari-ha. Sehingga ilmu kita dapat bermanfaat bagi diri kita dan orang yang ada di sekitar kita. Dengan begitu kita akan menjadi orang yang dekat dengan Allah swt.  Dalam artikel ini penulis akan mengulas seorang ulama ahli hadis yang pernah menjadi imam besar Masjid Istiqlal pada tahun 2005-2016. Melalui salah satu karyanya, beliau juga pernah mengkritik salah satu fatwa MUI yang keliru mengenai arah kiblat. Beliau adalah Kiai Ali Mustafa Yaqub. Siapakah sosok Kiai Ali Mustafa Yaqub?  

Kiai Ali Ulama yang Produktif

Kiai Ali Mustafa Yaqub merupakan seorang ulama besar yang istiqamah dan aktif dalam kajian ilmiah. Beliau juga mampu berdakwah dalam dunia pendidikan juga tulis menulis. Beliau merupakan ulama moderat yang selalu berlandaskan al-Quran, as-sunnah serta pendapat ulama terdahulu dalam mengeluarkan hukum. Pendapat ini didukung kuat oleh berbagai karyanya yang terbukti mampu memberikan refleksi serta solusi bagi umat yang sering terjerat dalam berbagai polemik. Terutama dalam hal beragama. 

Salah satu karyanya yang mampu memberikan solusi nyata untuk umat adalah al-Qiblah ‘ala dhaui al-Kitab wa al-Sunnah. Buku ini merupakan sebuah kritikan terhadap fatwa MUI No. 5/ 2010 yang menyatakan bahwa kiblat umat Islam Indonesia adalah arah barat laut dengan variasi kemiringan sesuai daerah masing-masing. Menilik hasil fatwa tersebut, maka kiblat umat Islam di Indonesia tidaklah cukup ke arah Ka’bah (jihhah ka’bah), melainkan harus tepat menghadap Ka’bah (‘ain ka’bah). Hal inilah yang melatarbelakangi Kiai Ali Mustafa Yaqub membuat buku tersebut agar memberikan pencerahan dan kemudahan bagi umat Islam dalam melakukan salat.

Dengan menulis berbagai macam buku dan artikel yang mampu memberikan solusi bagi umat di tengah kesibukannya, membuktikan bahwa Kiai Ali Mustafa Yaqub merupakan ulama yang produktif. Beliau mampu membagi waktunya dan memliki skala prioritas dalam kehidupannya.   

Kiyai Ali Seorang Figur yang Kritis 

Menurut Kiai Ali Mustafa Yaqub, fatwa MUI No. 5/ 2010 yang menyatakan bahwa kiblat umat Islam Indonesia adalah arah barat laut dengan variasi kemiringan sesuai daerah masing-masing tidak sesuai dengan pedoman Penetapan Fatwa MUI yang berlandaskan pada al-Quran, hadis, ijma’, qiyas dan dalil-dalil yang kredibel (mu’tabar). Adapun fatwa tersebut menurutnya berlandaskan pada Google Maps, yang tidak termasuk dalam dalil syar’i. 

Selain itu, jika dalam suatu permasalahan ditemukan perbedaan, maka harus berpedoman pada dalil yang kuat (rajih). Pada fatwa MUI no.5/2010 mengharuskan penduduk Indonesia untuk menghadap pada bangunan Ka’bah bukan ke arah Ka’bah (menghadap barat laut atau arah barat miring ke kanan sesuai daerah masing-masing ) merupakan pendapat yang lemah. Sedangkan pendapat yang kuat menurutnya dalam berkiblat bagi orang yang tidak melihat Ka’bah adalah cukup menghadap ke arahnya. 

Dari dua kritikan tersebut membuktikan bahwa Kiai Ali merupakan figur yang kritis. Beliau mampu berpikir secara analitis dan argumentatif. Sehingga dengan sifat kritisnya tersebut beliau mampu mengkritisi fatwa MUI no.5/2010 dengan argumen yang mampu dipertanggungjawabkan.  

Ahli Hadis dan Akademisi yang Handal  

Menurut Ali Mustafa Yaqub penentuan arah kiblat adalah dengan mengetahui empat arah mata angin yakni barat, timur, utara dan selatan. Kiblat adalah menghadap ke arah mana Ka’bah berada, sehingga untuk menentukan kiblat cukup hanya dengan mengetahui atau bertanya tentang empat penjuru angin. Maka menurut Kiai Ali, orang Indonesia tidak perlu bertanya arah kiblat ke mana. Cukup tahu arah barat, letak geografis Indonesia di bagian timur Makkah maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat mana saja.

Adapun Kiai Ali Mustafa Yaqub menggunakan hadis Nabi Muhammad ﷺ untuk menguatkan argumennya. Hal ini bersandar kepada hadis yang bersumber dari kitab sunan al-Trirmidzi dari Abu Hurairah ra.:

حدثنا الحسن بن أبي بكر المروزي، حدثنا المعلى بن منصور حدثنا عبد الله بن جعفر المحرمي عن عثمان بن محمد الأحنين عن سعيد المثيري عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ما بين المشرق والمغرب قبلة (رواه الترمذي)

“Telah menceritakan kepada kami Hasan bin Abi Bakr al-Marwaziy; al-Mu’alla bin Mansür telah menceritakan kepada kami ; telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ja’far al-Makhrumy dari Utsman bin Muhammad al-Akhnas dari Sa’id al-Maqbury dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ bersabda: “Antara timur dan barat adalah arah kiblat.”

Pendapat Ali Mustafa Yaqub ini juga sejalan dengan pendapat al-Sayyid Abdurrahman Ba’lawi dari kalangan Madzhab Syafi’i dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin mengenai hadis riwayat Imam Tirmidzi, dia berkata, “Adalah cukup menghadap ke arah Ka’bah, yaitu salah satu dari empat arah yang terdapat bangunan Ka’bah.” Hal ini bagi orang yang tidak bisa melihat Ka’bah.

Dengan menggunakan metode sederhana tapi berlandaskan dalil yang kuat dalam menentukan arah kiblat, membutkikan bahwa Kiai Ali Mustafa Yaqub merupakan figur akademisi handal yang tidak menyelesaikan masalah dengan asal-asalan, namun melalui metode yang berlaku.

Begitu pula dengan menggunakan hadis nabi serta pendapat para ulama sebagai penyokong argumen tersebut membutkikan bahwa Kiai Ali merupakan sosok ulama hadis yang luar biasa. 

Kiai Ali Figur yang Fleksibel

Mungkin banyak yang apabila membaca sekilas buku al-Qiblah ‘ala dhaui al-Kitab wa al-Sunnah, menganggap Kiai Ali tidak fleksibel. Beliau mengkritik fatwa MUI yang sudah ada. Sebenarnya asumsi ini adalah salah besar. Sebab, Kiai Ali justru lebih memudahkan umat Islam dalam hal menghadap kiblat.

Fatwa MUI no.5/2010 membatasi arah kiblat hanyalah barat laut  dengan variasi kemiringan sesuai daerah masing-masing saja, sedangkan Kiai Ali tidak membatasi, yang terpenting ke arah barat mana saja maka sudah termasuk menghadap kiblat. 

Kiai Ali Mustafa Yaqub beranggapan bahwa  umat Islam di Indonesia tak perlu ragu dan bimbang tentang sahnya salat mereka di masjid-masjid yang ada. Karenanya tidak perlu repot untuk membangun ulang masjid-masjid yang kiblatnya tidak mengenai bangunan Ka’bah. Sebab pendapat yang rajih adalah menghadap ke arah Ka’bah bukan ke bangunannya. 

Dari adanya dua argumen ini menunjukkan bahwa Kiai Ali sangatlah fleksibel. Beliau memberikan solusi yang tidak memberatkan umat Islam dan juga beliau tetap punya landasan yang kuat dalam permasalahan kiblat ini. Beliau tidak ekstrim dan tidak juga membuang prinsip dasar dirinya.

Dari adanya beberapa paparan tersebut, membuktikan bahwa Kiai Ali Mustafa Yaqub merupakan figur yang dapat kita teladani, apapun profesi kita. Untuk menjadi seorang yang produktif tidaklah hanya ulama, namun juga seluruh manusia yang ada di muka bumi ini. Begitu pula dengan sifat baik lainnya. Wallahu A’lam.