Mengkaji Pemikiran Juynboll dalam Menguji Otentitas Hadis (2)
Majalahnabawi.com – Pasca dilakukan penelitian dan pembahasan didapatilah bahwa awal mula sistem isnad ini disinggung dalam kajian ilmu hadis adalah dari apa yang dikatakan Ibnu Sirrin (w. 110 H) yang dinukil oleh Imam Muslim dalam pembukaan kitab sahihnya sebagaimana beliau meriwayatkan:
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ ، عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ قَالَ: « لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الْإِسْنَادِ، فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوا: سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ، وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ »
“Dulu mereka tidak bertanya tentang isnad, tetapi ketika terjadi fitnah maka mereka berkata, ‘sampaikan kepada kami nama-nama rawi kalian! Apabila mereka Ahlussunnah maka hadis-hadis mereka diterima, namun apabila termasuk dari Ahli Bid’ah maka hadis mereka pun tertolak.‘”
Pernyataan ini pun mendapatkan berbagai respons dari berbagai kalangan tentang tafsir dari “fitnah” yang dimaksud Ibnu Sirrin di riwayat tersebut yang mana perbedaan tafsiran ini mengimplikasikan pada perbedaan kesimpulan pula tentang isnad khususnya, dan hadis secara keseluruhan. Pendapat pertama, mengatakan bahwa fitnah di sini terjadi pada kurun waktu pemerintahan al Walid bin Yazid (126 H) maka bagi mereka isnad baru mulai muncul pada tahun-tahun ini begitu pula hadis itu sendiri. Walaupun pendapat ini lemah karena Ibnu Sirrin wafat sebelum kejadian tersebut namun pendapat inilah yang diambil mayoritas sarjana yang bersikap skeptis akan hadis Nabi Saw. termasuk Schacht.
Pendapat kedua mengatakan bahwa fitnah yang dimaksud terjadi pada peristiwa Usman bin Affan di mana banyak terjadi huru-hara. Maka dari itu, validisasi hadis sudah mulai dilakukan pada zaman itu meski terbatas hanya menanyakan antar para sahabat dan belum muncul dasar ilmu yang matang. Ini adalah pendapat mayoritas sarjana muslim. Pendapat ketiga memandang bahwa peristiwa fitnah yang dimaksud Ibnu Sirrin pastilah terjadi semasa dia hidup pada kurun waktu 33-110 H. Maka diambil keputusan bahwa standarisasi hadis tidak mungkin terjadi pada awal maupun akhir dari 70-80 hijriah, sebab isnad sebagai salah satu bagian penting dari hadis baru mulai muncul pada tahun-tahun tersebut. Inilah pendapat yang diambil oleh Juynboll.
Ini juga yang menyebabkan beberapa akademisi menilai bahwa pada dasarnya Juynboll tidak sepenuhnya menilai skeptis akan otentitas hadis Nabi. Juynboll memosisikan dirinya sebagai klasifikasi pemikir Barat yang bersifat middle-ground. Tidak skeptis seperti Goldziher ataupun Schacht, ataupun sanguine seperti kebanyakan pemikir dan sarjana muslim pada umumnya.
Teori Common Link
Pada dasarnya common link bukanlah sesuatu yang baru dalam tradisi keilmuan hadis di dunia Islam. Jauh sebelum Schacht merumuskan teori ini yang nanti kemudian disempurnakan oleh Juynboll, para ulama hadis sudah lebih dahulu menggagas teori ini dengan istilah lain yaitu madar al isnad (poros sanad), namun kelihatannya mereka tidak menyadari implikasi tersebut dalam penanggalan hadis. Menurut Juynboll, sebuah hadis yang ideal periwayatannya dan dianggap memiliki klaim sejarah yaitu yang sebagian besar jalur isnad dalam berbagai periwayatan menunjukkan jalur-jalur periwayatan berkembang sejak zaman Nabi Saw. yang selanjutnya para sahabat menyampaikan pada sejumlah besar tabi’in begitu seterusnya hingga sampai pada kolektor (mukharrij) hadis.
Namun faktanya pada banyak hadis yang banyak dijumpai pada kitab-kitab hadis kanonik sekalipun, sebagian besar hanya berupa jalur tunggal setelah Nabi (Single Strand atau Gharib) lalu baru mulai bercabang pada beberapa tingkatan setelah itu.
Hal inilah yang kemudian dipersoalkan Juynboll. Mengapa Nabi Saw. hanya menyampaikan hadisnya pada seorang lantas baru mulai bercabang pada beberapa generasi setelahnya. Atas dasar itulah common link didefinisikan sebagai periwayat yang memberikan hadis kepada lebih dari seorang murid kemudian murid tersebut menyampaikan kepada beberapa orang murid di bawahnya dalam satu rangkaian isnad. Maka common link menurut Juynboll merupakan origator (penggagas/pencetus) hadis. Terdeteksinya common link ini oleh Juynboll digunakan untuk memberi penanggalan terhadap hadis.