Motivasi Orientalis Mengkaji Islam – Part 2

Peter the Venerable, salah satu pendeta dan juga orientalis yang hidup dari 1094-1156M, melakukan sebuah perjalanan ke Spanyol Utara. Di antara tujuan perjalannya adalah untuk menggali informasi yang akurat tentang Islam dan umatnya, dari informasi tersebut harus mampu menepis anggapan apapun dari umat Kristen tentang Islam. Informasi dan data-data yang ia dapatkan kemudian ia kumpulkan, serta buku-buku Ia terjemahkan ke dalam bahasa latin. Terjemahan itu nantinya digunakan oleh misionaris-misionaris terhadap dunia Islam. (Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Quran, Jakarta: 2005).

Trik Orientalis dalam Mempengaruhi Orang Islam

Sebuah ungkapan yang terkenal dari Peter kepada orang Islam, “But I attack you not, as some of us (Christians) often do, by arms, but by words; not by force, but by reason; not in hatred, but in love”.

Artinya: “aku menyerangmu, bukan sebagaimana sebagian dari kami (orang-orang Kristen) sering melakukan, dengan senjata, tetapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan, namun dengan pikiran; bukan dengan kebencian, namun dengan cinta”.

Hal ini berdasarkan kepada strategi yang sering peter gunakan dalam mengahdapi umat Islam. Yaitu ia berpendapat, bahwa menaklukkan Islam tidak cukup hanya dengan perang, akan tetapi juga harus bisa membaptis pemikiran pemikiran mereka.

Kerja keras yang ia usahakan selama ini bisa kita katakan sudah membuahkan hasil, hal ini dapat kita lihat dari studi yang dilakukan oleh Barat tentang Islam yang tidak hanya dilakukan oleh kalangan gereja semata, akan tetapi sudah dilakukan oleh berbagai macam kalangan yang berbeda, dengan rasa yang sama, untuk mencari-cari kelemahan Islam, dan kejelekannya, sekalipun belum kenal dengan Islam.

Masuknya framing Islam kedalam mindset berbagai kalangan belakangan ini, tidak mungkin akan lahir dengan sendirinya. Hal itu terwujud jika ada informasi tentang Islam sesuai dengan framing dan mindset yang berkembang.

Di antara hasil yang negatif dari pemikiran mereka, seperti pemikiran Goldseiher yang mengatakan bahwa Islam itu tidak bisa menerima perubahan, Nabi Muhammad adalah muridnya orang Yahudi, Islam adalah rekayasa Muhammad, dan banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuanya (Abdul Jalil Syalaby, al Islamu wa al Mustasyriqun: 46)

Studi Orientalis Tentang Islam

Studi terhadap Islam tidak hanya menggambarkan Islam sebagai ancaman bagi Barat saja. Akan tetapi sebuah framing yang berkembang bahwa Islam adalah ancaman bagi kedamaian dunia. Terutama hubungannya dengan isu teroris yang selalu di mereka hubung-hubungkan dengan Islam melalui studi-studi mereka. Salah satu tokoh orientalis dalam bukunya, The Middle East: A Brief History of the Last 2000 Year bernard Lewis menuliskan :

“….But unlike the jihad it was concerned primarily with the defense or reconquest of threatened or lost Christian territory…The Muslim jihad, in contrast, was perceived [by Muslims] as unlimited, as a religious obligation that would continue until all the world had either adopted the Muslim faith or submitted to Muslim rule. The object of jihad is to bring the whole world under Islamic law”. (Bernard Lewis, The Middle East: A Brief History of the Last 2000 Year, 2006: 233- 234).

Artinya: “Berbeda dengan jihad, yang memang tujuan utamanya adalah mempertahankan atau penaklukan wilayah Kristen. Jihad seorang Muslim merupakan bagian yang tak terbatas, sebagai sebuah perintah agama yang tidak akan pernah berhenti. Sehingga seluruh dunia mengadopsi aturan Islam atau berada di bawah kekuasaan Islam”.

Dalam tulisannya yang lain di dalam bukunya “What went Wrong“. Lewis menjelaskan, kemunduran, kebodohan dan keterbelakangan yang terjadi dalam umat Islam hari ini, itu disebabkan oleh banyak faktor dan pemikiran. Hal itu jugalah yang menyebabkan terjadinya serangan terhadap WTC 11 september 2001. Dalam buku ini lewis menggambarkan perbandingan antara kemunduran dan kemajuan yang diperoleh Barat pada hari ini, yang kuat dan modern. (Lewis, What Went Wrong, 2002, bab 7: 113). Di sini Lewis membenarkan bahwa tragedy WTC adalah ulah umat Islam karena kemarahannya.

Di lain sisi Samuel P. Huntington menuliskan “The rhetoric of America’s ideological war with militant communism has been transferred to its religious and cultural war with militant Islam”, dan “The twentieth-century conflict between liberal democracy and MarxistLeninism is only a fleeting and superficial historical phenomenon compared to the continuing and deeply conflictual relation between Islam and Christianity”. (Israr Hasan, Believers and Brothers: a History of Uneasy Realationship, 2009:160).

Ruang Gerak Orientalis dalam Mempengaruhi Islam

Dalam buku Qadaya Islamiyah ruang gerak yang berguna bagi para orientalis seperti ini: (Samy, Qadhaya Islamiyah, :47 -56)

1. Ruang lingkup pendidikan tinggi, dengan membuka lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas-universitas di kawasan timur yang bekerja untuk kepentingan mereka.

2. Mengumpulkan dan mendalami manuskrip-manuskrip Islam yang penuh dengan nilai-nilai keilmuan dan kemajuan.

3. Melakukan penerjemahan terhadap buku Islam dengan pemahaman-pemahaman yang sesuai dengan keinginan mereka, yang bertentangan dengan ajaran Islam.

4. Mencetak buku, baik itu dalam bentuk bahasa Arab ataupun bahasa Inggris dan Latin tentang keIslaman dari segala aspeknya, oleh penulis-penulis mereka.

5. Mengadakan kajian-kajian ilmiyah dan muktamarmuktamar tentang keislaman, yang bertujuan untuk berbagi berita dan pengalaman antara para orientalis, serta topiktopik baru tentang Islam.

Ruang gerak orientalis dalam upaya mengembangkan pemikirannya terhadap Islam banyak melalui karya tulis dan pendidikan. Hal itu dapat kita rasakan di bangku-bangku sekolah hingga perguruan tinggi. Sedangkan untuk menerobos masuk ke dalam tatanan masyarakat bawah mereka mengunakan media komunikasi, televisi, dan perfileman.

Lain dari pada itu, Studi orientalis juga sangat berfungsi untuk membantu kolonialisme untuk mencari titik lemah umat Islam, sehingga dunia-dunia Islam mudah mereka taklukan. Sebagaimana studi yang pernah Snoug Hogronje lakukan, yang menyamar sebagai seorang muslim, untuk meneliti tentang kekuatan Umat Islam, dan hasil penelitiannya tersebut ia serahkan kepada pihak belanda untuk mengatur strategi dalam melemahkan perlawanan umat Islam.

Pemikiran dan Strategi Snouck Hurgronje

Snouck Hurgronje seorang orientalis yang menyamar sebagai seorang muslim dan bertugas di Indonesia oleh kerajaan Belanda menerbitkan bukunya “Nederland en de Islam“, yang berisi pemikiran dan strategi cara menghadapi Islam:

(1) Dalam bidang yang murni agama, pemerintah dan pejabat-pejabatnya harus menjamin dan memelihara kebebasan mutlak,

(2) Dalam bidang politik, kebebasan itu harus dibatasi „untuk kepentingan bersama‟,

(3) Dalam bidang hukum Islam, pemerintah harus menjauhi intervensi yang terjadi karena paksaan, sekalipun harus mendorong ke arah proses evolusi hukum sebanyak mungkin,

(4) Garis-garis kebijaksanaan yang kurang lebih negatif ini harus menuju ke arah tujuan yang positif, yaitu kemajuan orang-orang Islam yang harus bebas dari beberapa; peninggalan ajaran abad pertengahan yang tidak berguna yang menyeret mereka hingga demikian lamanya. Supaya dengan jalan ini, yakni dengan perantaraan pendidikan dan pengajaran dapat memperoleh kesempatan asosiasi kultural dengan kebudayaan Barat. (Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia, 1998: 32).

Tidak salah Dr. M. Ibrahim Fayumi Mengutip dari kitab Istisyraq karangan Edward Said dalam bukunya al Istisyraq wa Risalatu Isti’mar, adalah sebuah istilah Barat untuk mengontrol Timur dan menguasainya.(Fayumy, al Istisyraq:141).

Sentuhan ilmu pengetahuan yang terus berkembang di tengah-tengah masyarakat Barat, telah membawa sebuah perubahan besar, yang mebawa Barat dari satu fase kepada fase yang lain. Fase pra Islam, di mana Barat masih berada di bawah pengaruh Gereja yang begitu dominan. Kedua adalah ketika pengaruh Islam masuk ke dunia Barat. Ketiga beralih pada fase Renaincense, yang pada akhirnya diwarnai dengan sekulariseme dan liberalism, bahkan sampai kepada sebuah pandangan hidup yang atheism, yang secara tidak lansung mengakhiri dominasi agama di tengah-tengah kehidupan masyarakat Barat itu sendiri. Adanya perubahan fase tersebut, juga mempengaruhi terhadap studi Barat tentang Islam.

Ragam-ragam Orientalis

Sebagaimana yang kita sebutkan di atas, bahwa Orientalis dalam perjalanannya juga mengalami perkembangan yang menimbulkan kelompok-kelompok dalam diri orientalis sendiri, tidak hanya sebatas kebencian dan mencari celah untuk merusak Islam dan Umatnya, namun ada yang berdasarkan keinginan pribadi, dan keinginan untuk mencari kebenaran sesuai dengan tanggung jawab ilmiah. Maka hari ini kita mendapati orientalis tidak hanya memiliki satu ragam atau mazhab dalam menjalankan studinya tentang keIslaman dan ketimuran, dapat dikelompokkan menjadi:

1. Kelompok yang suka membuat-buat cerita, kebanyakan tidak bergerak dalam bidang keilmuan, dan menilai Islam sesuai dengan kebohongan mereka.

2. Kelompok yang bekerja untuk kemajuan barat, baik dari segi ekonomi, politik, dan imperialisme.

3. Kelompok yang mengatas namakan diri mereka dengan kajian ilmiyah, akan tetapi menyelewengkan fakta yang sebenarnya, dan menenamkan keraguan terhadap ajaran Islam.

4. Kelompok yang benar-benar mengkaji Islam secara ilmiyah dan objecktif, bahkan banyak dari mereka yang masuk Islam.

5. Kelompok orientalis yang hanya fokus dalam pembelajaran bahasa Arab saja.(Afify, Qadhaya :53-54)

Selain kebohongan yang mereka ciptakan, ada beberapa karya dari orientalis yang bisa kita manfaatkan. Walaupun tidak banyak, namun bisa memberikan sumbangsih besar terhadap kita umat Islam, di antaranya adalah karangan Karl Broclaman, dengan judul Tarikhul Adab al A’raby, yang menjadi kitab standar dalam bidang studi Arab dan ke Islaman. Selain itu juga ada karangan orientalis yang lain yang berjudul al Mu’jam al Mufahras li Alfhazhil Hadis al Syarif (Samy, Qadhaya: 54), yang dapat kita manfaatkan dalam meneliti hadis. Dari pergerakan orientalis hingga hari ini, menunjukkan kepada kita akan kebenaran ayat Allah Swt., dalam surat al-Baqarah, 2: 120 yang artinya :

“Tidak akan pernah ridha (terhadap engkau wahai Muhammad) baik orang Yahudi ataupun Nasrani sehingga kamu mengikuti ajaran mereka.”

Melihat dari perkembangannya, kajian orientalsi menjadi sebuah bidang ilmu yang memang telah sempurna itu terjadi pada akhir abad ke 18 M. Dimana mereka telah mengkaji tentang peradaban Timur secara keseluruhan, naik secara materilnya, ruhiyahnya, ekonomi, sejarah, letak geografinya, politik, kebudayaan, filsafatya dan lain-lain. Melihat dari fenomena ini terjadi perkembangan dalam diri orientlis sendiri, sehingga munculnya orientalis yang berpandangan objektif terhadap timur dan mencari kebenarannya (al Istisyraq: 170). Sebagian ulama menyebut kelompok seperti ini adalah Al-musta’rib.

Similar Posts