Pakaian: Dari Kebutuhan ke Perhiasan

Pakaian merupakan kebutuhan primer setiap orang, tidak ada satu orangpun di dunia ini yang tidak butuh pakaian. Jika kita lihat dari kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat kita, pakaian yang selama ini berfungsi sebagai media yang melindungi diri dari sengatan matahari, derasnya hujan, dingin atau panasnya cuaca, sebagaimana tercatat dalam sejarah nenek moyang kita yang berasal dari Afrika, sekitar 72.000 tahun yang lalu menjadi alasan mereka menggunakan pakaian, walaupun manusia mengenal jahit menjahit baru sekita 25.000 tahun yang lalu, sekitar 50.000 tahun sesudah manusia mengenal pakaian.

Akan tetapi pada abad ke-21, pakaian kini telah mengalami pergeseran fungsi sebagai media menampilkan keindahan dan bahkan terkadang pakaian menunjukkan strata sosial. Pergerseran fungsi pakaian dari melindungi diri menjadi perhiasan tidak dapat kita hindarkan, dan telah menjadi fakta yang hidup di tengah-tengah kita.

Di Indonesia sendiri pakaian telah menjadi simbol dari budaya masyarakat Indonesia yang beragam, antara Aceh, Medan, Jawa, Bugis, Papua dan lain sebagainya memiliki pakaian adat yang mencirikan budayanya. Bahkan dalam kenegaraan tersendiri pakaian menjadi simbol pembeda antar lembaga negara, Polisi, TNI, PNS, Pegawai Swasta memiliki baju seragam yang mencirikan propesinya masing-masing.

Tren Hijaber’s bak jamur yang terus tumbuh di musim penghujan. Fakta ini dapat kita lihat di berbagai media massa elektronik maupun media cetak. Banyaknya lomba, fashion show maupun bazar yang memamerkan pakaian muslim dan muslimah, dengan bentuk dan desain yang beragam. Bahkan, menurut sebagian pemerhati busana maupun pelaku hijaber’s, Indonesia akan menjadi kiblat fashion muslim di dunia.

Fungsi pakaian sebagaimana dijelaskan penulis di atas telah diisyaratkan oleh Allah swt dalam QS. al-A’raf [7]: 26,

 

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا

Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.

Pakaian dan Negara

Pakaian merupakan salah satu objek pembicaraan yang mencuri perhatian dunia Islam akhir-akhir ini. Sebagaimana diberitakan, beberapa waktu lalu pemerintah Turki dan Prancis melarang penduduknya menggunakan pakaian yang menjadi simbol agama tertentu, dalam hal ini Islam seperti cadar atau jilbab di tempat umum.

Pengaruh pemberitaan tersebut sampai ke negeri. Reaksi yang beragam pun muncul. Hal itu dapat kita lihat di berbagai kesempatan diskusi mengenai pakaian yang mendapat perhatian cukup luas dari media massa, elektronik maupun cetak. Indonesia sebagai negara hukum juga telah mengatur segala hal yang berkaitan dengan pakaian, walaupun tidak secara rinci. Aturan itu dapat kita lihat dalam UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi, khususnya dalam pasal 4 ayat (1) huruf d. Dalam KUHP juga telah disinggung sedikit hal yang berkaitan dengan pakaian sebagaimana terdapat dalam pasal 281-283 dan 532-535. Walaupun demikian, norma yang terdapat dalam aturan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk memidanakan orang-orang yang tidak berpakaian sesuai dengan ajaran Islam. Sebab, aturan tersebut hanya berkaitan dengan pornografi yang memberi dampak negatif kepada masyarakat umum.

Beberapa daerah di Indonesia mengatur tata cara berpakaian masyarakat dalam sebuah PERDA tersendiri sebagaimana yang terjadi di kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Pada era kepemimpinan Baharuddin R., pemerintah setempat mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor: 22 tahun 2003 Tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah bagi Siswa,  Mahasiswa dan Karyawan. Walaupun harus diakui bahwa dalam ketentuan ini tidak semua masyarakat wajib mematuhi aturan ini.

PERDA ini hanya mengatur kewajiban bagi siswa, mahasiswa dan karyawan untuk berpakaian muslim. Sedangkan untuk masyarakat umum tidak termasuk dari yang wajib untuk mengikuti aturan ini. Aturan tersebut hanya bersifat imbauan bagi mereka. PERDA yang memuat 15 pasal tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pakaian muslim sebagaimana tercantum dijelaskan dalam pasal 7-8.

Ketentuan memakai pakaian muslim dan muslimah bagi siswa, mahasiswa dan karyawan:

Laki-Laki:

1)      Memakai celana panjang;

2)      Memakai baju lengan panjang/pendek

Perempuan:

1)      Memakai baju lengan panjang yang menutupi pinggul dan dada yang dalamnya sarnpai lutut;

2)      Memakai rok atau celana panjang yang menutupi sanpai mata kaki;

3)      Memakai kerudung yang menutupi rambut, telinga, leher, dan tengkuk serta dada.

Pakaian sebagaimana dimaksud pada angka (1) tidak tembus pandang dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh (tidak ketat).

Pakaian dalam Islam

Lantas yang menjadi pertanyaan kita sekarang adalah bagaimana berpakaian dalam Islam? Apakah Islam memiliki fashion yang berbeda dari yang lainnya? Apakah aturan yang dicantumkan di atas telah sesuai dengan Islam? Pada dasarnya Islam tidak mengatur model atau desain pakaian yang boleh digunakan umat muslim, terbukti di beberapa kesempatan Rasulullah saw mengenakan pakaian yang bentuk dan desainnya berasal dari daerah yang berbeda-beda, dan tanggapan Rasulullah akan pakaian tersebut beragam, ada yang suka dan ada juga yang tidak suka. Dengan demikian yang diatur dalam Islam adalah hal-hal yang umum terkait berpakaian.

Prof. Dr. Ali Musthafa Ya’qub menjelaskan bahwa ada empat (4) T dalam berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam. Keempat prinsip itu adalah tutup aurat, tidak ketat, tidak transparan dan tidak menyerupai lawan jenis.

Tutup Aurat

Menutup aurat merupakan prinsip pertama yang menjadi dasar agar pakaian tersebut dapat dikatakan Islami atau tidak Islami. Sebagaimana dipahami bersama bahwa aurat laki-laki adalah antara pusar sampai lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh badan mereka kecuali telapak tangan dan wajahnya.

Kata aurat berasal dari bahasa Arab ‘awira-ya’waru-‘awaran yang berarti hilang perasaan atau bisa juga diartikan dengan buta. Aurat dalam KBBI diartikan bagian badan yang tidak boleh kelihatan (menurut hukum Islam).

Ajaran menutup aurat telah ada sejak zaman nabi Adam dan Hawa ketika mereka berdua mendakati pohon yang dilarang oleh Allah swt untuk mendekatinya. Hal ini terdapat dalam surah al-A’raf [7]: 22,

 

فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ

Artinya:

(Yakni serta-merta dan dengan cepat) tatkala keduanya telah merasakan buah pohon itu, tampaklah bagi keduanya, aurat masing-masing dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga secara berlapis-lapis.

Tidak Transparan

Pakaian yang tembus pandang, yang memperlihatkan bentuk tubuh yang harusnya ditutup secara samar-samar bukan merupakan pakaian yang Islami. Sebab, secara tidak langsung pakaian yang tembus pandang (transparan) beerarti tidak menutup aurat.

Kegemaran masyarakat memilih pakaian yang transparan ini dipengaruhi oleh warna pilihan maupun bahan yang digunakan untuk membuat pakaian tersebut. Inilah yang harus diperhatikan oleh pembeli maupun produsen dalam memilih dan membuat  pakaian, sehingga sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab Shahih-nya,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»

Artinya:

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah: ”Dua (jenis manusia) dari ahli neraka yang aku belum melihatnya sekarang yaitu; kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berjalan berlenggak lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, dan sungguh wangi surga itu telah tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.

Tidak Ketat

Maraknya pakaian yang banyak digunakan sekarang ini, seperti baju kaos, celana jeans atau bentuk pakaian lainnya, memperlihatkan lekuk tubuh pemakaianya baik laki-laki maupun pakaian perempuan. Bahkan trend hijaber’s yang sekarang berkembang sering kali mengabaikan hal ini.

Dengan demikian pakaian yang ketat, yang memperlihatkan lekuk tubuh sebagaimana terlihat banyak digunkan sebagaian masyarakat muslim tidak sesuai dengan ketentuan Islam.

 

Tidak Menyerupai Lawan Jenis

Hadis yang menyatakan bahwa menyerupai suatu kaum adalah bagian dari kaum itu sendiri tidak hanya pada praktek ibadah saja, akan tetapi dapat juga dikaitkan dengan hal-hal lain seperti pakaian.

Dalam riwayat Bukhari, dikatakan,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

Artinya:

Diriwayatkan Ibn ‘Abbas Ra., berkata: “Rasulullah saw melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki.

 

Nabi saw melarang umatnya untuk menyerupai lawan jenisnya, di antaranya dalam dalam hal berpakaian. Dalam mengenakan busana penting untuk diperhatikan unsur kesederhanaan, tidak berlebihan dan tidak menimbulkan kesombongan dalam diri. Karena kesederhanaan dalam segala hal termasuk dalam berpakaian adalah bagian dari iman.

Dalam sebuah riwayat Sunan Ibn Majah  disebutkan:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْبَذَاذَةُ مِنَ الْإِيمَانِ

Artinya:

Rasulullah saw., bersabda kesederhanaan (dalam berpakaian) adalah bagian dari iman.

 

Di Hadis lain Rasulullah saw., menyinggung orang-orang yang memakai pakaian yang menimbulkan kesombongan dalam diri pemakainya, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ»

Artinya:

Dari Ibn ‘Umar Ra., Bahwasanya Rasulullah saw bersabda, Allah tidak memandang orang yang menyeret-nyeret pakaiannya dengan sombong.

 

Ada pula riwayat Sunan al-Tirmidzi yang mengatakan,

 

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسَ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ حُلَلِ الإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا

Artinya:

Bahwasanya Rasulullah saw bersabda, siapa saja yang meninggalkan menggunakan pakaian (mewah) dikarenakan ketawadhu’an kepada Allah sedangkan dia mampu untuk melakukan tersebut, Allah akan memanggilnya pada hari kiamat bersama pemimpin-pemimpin manusia, sampai dia dipersilahkan untuk memilih mana saja dari pakaian keimanan yang dia mau untuk dipakainya.

 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam mengenakan pakaian jangan sampai menimbulkan fitnah dan menarik perhatian yang mencolok. Pakaian dan kreatifitas masyarakat dalam membentuk desain atau model pakaian tidak dilarang oleh Islam selama memenuhi prinsip-prinsip yang penulis uraikan di atas.