Majalahnabawi.com — Tulisan ini akan membahas hadis tentang bayyinah. Istilah bayyinah biasa kita sebut dalam bahasa Indonesia dengan ‘bukti’. Hadis ini adalah landasan hukum yang mewajibkan penuduh mendatangkan bukti.

بسم الله الرحمن الرحيم

عن أبي عبَّاس رضي الله عنهما, أنّ رسول ﷲ ﷺ قال: “لَوْ يُعْطٰى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ, لَادَّعٰى رِجَالٌ أمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ, لَكِنِ الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي وَالْيَمِيْنُ عَلَى مَنْ أنْكَرَ”. حديث حسن رواه البيهقي وغيره هكذا, وبعضه في الصحيحين

Dari Ibnu Abbas Ra. Rasulallah Saw. bersabda: Andaikata manusia diperkenankan terhadap klaim mereka niscaya para lelaki pasti mengklaim harta-harta suatu kaum dan darah-darahnya. Akan tetapi bayyinah ditanggung oleh peng-klaim, sementara sumpah ditanggung oleh orang yang mengingkari klaim.” (Hadis Hasan, HR. Al-Baihaqi dan selainnya. Termasuk juga di dalam Shahihain).

Makna Tekstual dan Kontekstual Hadis

Kalimat “لَوْ ” merupakan kalimat huruf yang berfungsi sebagai ‘adat syarat. Kalam syaratnya adalah “يُعطىٰ الناس…” (manusia diperkenankan…). Setiap syarat membutuhkan jawab sebagai penyempurna kalam. Jawab syarat pada hadis di atas adalah “لَادّعىٰ رِجَالٌ…” (niscaya para lelaki meng-klaim…). Term “ادّعى” bisa diartikan mengklaim atau menuntut pihak lain akan suatu hak.

Proposisi kalimat yang terdiri dari syarat dan jawab berfungsi mengaitkan terjadinya jawab setelah terjadinya syarat (dengan beberapa pengecualian). Indikasi yang terdapat pada redaksi hadis yaitu mengaitkan terjadinya proposisi “ادّعىٰ رِجَالٌ…” terhadap terjadinya proposisi “يُعطىٰ الناس….” Ketika proposisi pertama terjadi, yaitu “orang-orang diperkenankan“, diberikan atau dikabulkan terhadap apapun yang diklaimnya, maka proposisi kedua pun terjadi, yaitu “banyak orang yang akan menuntut sesuka hati“. perlu kita garis bawahi, maksud dari makna klaim di sini adalah klaim di depan hakim. Jadi, background hadis adalah majelis persidangan.

Dengan pernyataan demikian, banyak pihak yang mendapatkan keuntungan di samping itu banyak juga yang dirugikan. Persoalannya, siapa yang untung dan siapa yang rugi tidaklah ditetapkan secara adil. Sebab, patokannya adalah siapa mengklaim maka dia pemenangnya. Padahal, tidak semua orang berkata jujur. Sebagai antisipasi terhadap ketidakadilan seperti itu, Nabi memberikan pernyataan lanjutan. Hal itu diindikasikan melalui kalimat “لكِنْ” (tapi).

Isi dari proposisi selanjutnya adalah “Bukti harus didatangkan oleh penuntut. Dan sumpah harus dilakukan oleh yang dituntut (jika ingin menyangkal tuntutan)“. Konjungsi tersebut menegasikan proposisi sebelumnya. Seolah-olah Nabi Saw. menyatakan “...Tapi hal semacam itu tidak akan terjadi. Karena orang yang menuntut harus mendatangkan bukti. Dan jika yang dituntut memang tidak bersalah ia perlu bersumpah”.

Implementasi Hadis dalam Hukum Islam (Fikih)

Konsep ini berlaku dalam konteks sidang. Orang yang menuntut pihak lain akan suatu harta, misalkan ia wajib mendatangkan bukti (termasuk juga saksi). Ketika penuntut (pendakwa) tidak mampu mendatangkan bukti maka ia tidak akan dibenarkan. Sehingga pihak yang dibenarkan adalah yang dituntut (terdakwa). Namun terdakwa harus melakukan sumpah bahwa dirinya benar. Jika pihak terdakwa enggan bersumpah, hakim akan memberikan hak sumpah kepada pendakwa. Pendakwa bisa mendapatkan hak yang dituntutnya dengan bersumpah terlebih dulu.

  • Pengkhianat hukum

Konsep hukum yang telah dijelaskan di atas pada dasarnya bertujuan untuk menghilangkan ketidakadilan dalam kemaslahatan umat. Selain konsep itu, banyak sekali konsep hukum yang lebih ketat, terkordinasi, terintegrasi, dan terdengar lebih menjamin. Namun demikian, tidak jarang hukum dimanipulasi. Banyak juga yang angkat suara sebagai saksi palsu dengan iming-iming uang. Bahkan sumpah-sumpah pun zaman sekarang dapat dibeli. Dalangnya adalah mereka, pengkhianat hukum yang bermain di belakang layar.

Teruntuk pengkhianat hukum, Nabi Saw. telah banyak memperingatkan di beberapa hadis. Di antara hadis tersebut seperti, “Barang siapa memutus hak seseorang dengan sumpah maka sungguh Allah mewajibkan untuknya masuk neraka dan mengharamkannya masuk surga”. [HR. Muslim: 137].

  • Suap-menyuap

Masih berkaitan dengan pengkhianat hukum. Nabi Saw. juga memperingatkan para aktifis suap. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, “Allah melaknat penyuap, penerima suap, dan yang berjalan di antara keduanya”. [HR. Bukhari: 5/261 dan Muslim: 87].