majalahnabawi.com – Hadis yang kelima berisi tentang bid’ah, yaitu membuat hal di luar agama termasuk ke dalam konteks agama.

Klasifikasi Bid’ah

Ada beberapa kategori bid’ah yang perlu diketahui contoh-contohnya. Ada bid’ah yang buruk ada pula yang baik. Bid’ah buruk terbagi dua, adakalanya makruh seperti menghiasi masjid, menghias mushaf, merokok, dan lain-lain. Dan juga adakalanya haram seperti ber-taqorrubilallah menggunakan musik, transaksi jual beli anjing dan babi, konsumsi ganja, dan lain-lain. Bid’ah baik adalah perbuatan yang mengandung maslahat dan tidak bertentangan dengan syari’at.

عن أمّ المؤمنين أمّ عبد الله عائشة رضي الله عنها قالت, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم,”مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنا هذا مَا لَيْسَ مِنْهُ فهُوَ رَدٌّ”. رواه البخاري ومسلم.

وفي رواية لمسلم: “مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فهُوَ رَدٌّ”

Dari Ummul mukminin, Ummu Abdullah yaitu Aisyah R.A., dia berkata, Rosulullah Saw. pernah bersabda, “Barangsiapa membuat perkara yang baru yang bukan termasuk bagian dalam urusan kita ini (agama Islam) maka perkara tersebut ditolak (dalam agama)”. (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Dalam satu riwayat lain milik Imam Muslim berbunyi, “Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang bukan termasuk dari ketentuan kita maka amalnya tertolak”.

Beberapa Pandangan tentang Bid’ah

أَحْدَثَ bermakna membuat hal baru atau penemuan baru yang belum ada sebelumnya. Dalam konteks hadis di atas “baru” berarti tidak terjadi di masa Nabi.

Orang-orang biasanya mengistilahkan bid’ah akan sesuatu yang baru ini. Kriteria perkara bid’ah adalah hal-hal yang tidak ada di zaman Nabi dan tidak ada mustanad yang melandasinya. Mustanad merupakan dalil-dalil syar’i yang empat, Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.

Nabi menegaskan bahwa bid’ah itu tertolak. Tertolak di sini dalam ruang lingkup syari’at. Artinya, pandangan syari’at tidak mempertimbangkan perbuatan bid’ah. Apakah itu berpahala atau tidak ?

Syekh Muhammad bin Abdillah menjelaskan bahwa tidak ada dalil-dalil syar’i yang melandasi semua pekerjaan yang kita lakukan adalah pekerjaan mardud (tertolak). Tidak hanya itu, pelaku bid’ah berdosa, baik ahli hadis atau siapapun dia. Hadis ini mengecam para pembuat syari’at baru yang sebenarnya agamapun tidak mensyari’atkannya.

Perbuatan bid’ah ditanggung oleh si pembuat. Semakin banyak orang mengamalkan bid’ah tersebut, semakin banyak pula dosa yang diterimanya jika bid’ah buruk. Begitupun sebaliknya, bid’ah baik yang mengandung maslahat untuk orang-orang, maka pahala tersebut akan mengalir padanya hingga kiamat.

Alkisah, Abu Yusuf sahabat Imam Abu Hanifah suatu ketika mengunjungi Khalifah Harun ar-Rasyid. Selang beberapa saat di sana, Khalifah meminta Imam Abu Hanifah untuk mengambilkan sendok. Abu Yusuf kemudian berkata kepada Khalifah, “Wahai Amirul mukminin. Kakekmu pernah berkata melalui ayat “Sungguh telah kumuliakan bani Adam…{al-Isra ;70}”, maksudnya Allah telah menciptakan kita sempurna dengan jari-jari yang bisa kita gunakan untuk makan, sehingga berbeda dengan binatang yang makan menggunakan mulutnya langsung. Akhirnya, Khalifahpun enggan untuk menggunakan sendok.