Pada periode ini Hadis-hadis Nabi saw mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi. Adapun Khalifah yang memerintah pada saat itu adalah Umar ibn Abdul Aziz dari Dinasti Umayyah. Umar ibn Abdul Aziz mempunyai kepentingan di dalam kepemimpinannya untuk menulis dan membukukan hadis secara resmi, hal ini didadasarkan pada beberapa riwayat, Umar ibn Abdul Aziz khawatir akan hilangnya hadis dan wafatnya para ulama hadis.

Para sahabat telah berpencar di berbagai daerah, bahkan tidak sedikit jumlahnya yang sudah meninggal dunia. Sementara hadis-hadis yang ada di dada mereka belum tentu semuanya sempat diwariskan  kepada generasi berikutnya. Karena itu, khalifah yang terkenal wara’ dan takwa ini mengupayakan pengumpulan dan penulisan hadis.

Ada perbedaan dalam penghimpunan hadis dengan al-Qur’an. Hadis mengalami masa yang lebih panjang sekitar tiga abad dibanding dengan al-Qur’an yang hanya memerlukan waktu relatif lebih pendek. Yang dimaksud dengan periodeisasi penghimpunan hadis di sini adalah fase-fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan hadis, sejak Rasulullah saw masih hidup sampai terwujudnya kitab-kitab hadis yang dapat disaksikan sekarang ini.

Pada masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz, Islam sudah meluas sampai ke daerah-daerah yang tentunya pemahaman dan pemikiran mereka khususnya tentang keislaman itu sendiri adalah hadis. Khalifah berinisiatif untuk mengumpulkan hadis-hadis tersebut dikarenakan semakin meluasnya perkembangan Islam yang umumnya orang-orang yang baru memeluk agama Islam butuh dengan pengajaran yang didasarkan pada hadis-hadis Nabi.

Selain gejolak politik yang terjadi di kalangan umat Islam, ada beberapa kelompok yang mencoba menyelewengkan sabda-sabda Rasulullah saw yang akhirnya akan merusak ajaran kemurnian Islam itu sendiri. Oleh karena itu Umar ibn Abdul Aziz telah menyusun suatu gerakan penuh semangat dalam rangka penyebarluasan dakwah Islamiyah.

Menurut Ajjaj al-Khathib bahwa kegiatan pembukuan hadis telah diprakarsai oleh ayahnya Khalifah Umar, yaitu Abdul Aziz yang ketika itu menjabat sebagai gubernur Mesir. Karena jabatannya sebagai gubernur maka jangkauannya tidak menyeluruh, oleh karena itu diteruskan oleh Umar setelah ia diangkat menjadi Khalifah.

Tentunya pengkodifikasian hadis begitu cepat merambah ke daerah-daerah yang dikuasai oleh gubernur dan langsung memberikan instruksi agar menulis dan mengumpulkan hadis yang ada pada sahabat dan seterusnya disebarluaskan. Begitu juga ia mengutus para ulama untuk mengumpulkan hadis Rasulullah. Hadis yang dipercaya kebenarannya ialah yang telah diriwayatkan oleh orang-orang yang menjauhkan diri dari dosa dan takwa.

Jika kita teliti kemampuan ilmiah umat Islam, sebenarnya telah memungkinkan mereka untuk melakukan penulisan terhadap hadis-hadis Nabi. Tetapi pendapat yang dominan di kalangan para sarjana dan ilmuan adalah bahwa hadis-hadis itu hanya disebarkan lewat mulut ke mulut sampai akhir abad pertama. Perlu kita ketahui bahwa kecintaan dan kepatuhan para sahabat kepada Nabi saw sungguh demikian mendalam, karenanya dalam menuliskan risalah ajaran Islam, mereka melakukannya secara lisan seperti Nabi lakukan terhadap mereka. Kondisi seperti itu secara tidak langsung mengajarkan kepada kita bahwa hal kepatuhan juga sebagian dari agama..

Adapun pandangan para orientalis tentang penulisan pertama hadis yang dilakukan oleh al-Zuhri atas perintah Umar ibn Abdul Aziz adalah palsu. Karena mereka merujuk pada hadis-hadis fikih yang menurut pandangan para orientalis baru muncul sesudah zaman Umar ibn Abdul Aziz. Pendapat ini tentunya tidak mengkaji tentang sejarah Islam dari awal, di saat ungkapan-ungkapan Nabi saw yang belum ditulis, melainkan hanya melalui lisan.

Terkait dengan pengertian tersebut, maka kitab al Muwaththa’ karya ibn Malik merupakan salah satu kitab yang mencatat hadis Nabi saw dan fatwa ulama awal di Madinah. Kitab itu disusun berdasarkan pola yang diawali dengan atsar dan baru kemudian fatwa yang memuat penjelasan-penjelasan hukum yang berkaitan dengan perkataan, perbuatan yang dilakukan Nabi dan pendapat hukum para sahabat, tabi’in serta fatwa ulama.