Peran Cerita dalam Membentuk Pribadi Anak
Anak adalah makhluk yang sangat didambakan kehadirannya oleh orang tua. Mereka yang baru mengarungi bahtera rumah tangga, merasa tidak lengkap tanpa hadirnya seorang anak yang hadir dan menjadi penghangat ditengah kesunyian.
Hadirnya anak merupakan sebuah amanah besar bagi orang tua. Tanggung jawab sandang, pangan dan pendidikan adalah beberapa yang harus dipenuhi sebagai bentuk tanggung jawab orang tua pada anaknya. Harapan menjadi anak dengan pribadi baik merupakan kemutlakan yang sering muncul dalam doa dan usaha pendidik; orang tua bagi anaknya. Lalu, kapan potensi dan pribadi anak mulai dibentuk?
Disampaikan oleh oleh Benjamin S.Bloom, seorang professor pendidikan dari Universitas Chicago bahwa, 50% potensi manusia terbentuk sejak bayi dalam kandungan sampai usia 4 tahun, 30 % potensi berikutnya terbentuk saat anak berusia 4-8 tahun. Artinya 80 % potensi manusia dibentuk saat ia masih menghabiskan waktunya di rumah. Saat dimana anak banyak mendapatkan pendidikan dari keluarga. Lalu bagaiamana cara membentuk pribadi anak, sehingga menjadi anak yang diharapkan orang tua?
Cerita atau Kisah adalah salah satu metode yang sangat baik untuk membentuk pondasi moral pada anak-anak. Ko bisa? Hal ini disebabkan anak bisa berkomunikasi langsung dengan tokoh-tokoh yang emotionally attach dengan mereka. Cerita juga mempuyai peranan penting dalam membangun pola pikir anak. Juga sebagai jalan untuk meneguhkan hati seorang anak. Sebagaiamana dalam Al-Qur’an:
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (Qs. Hud 11; 120)
Sehigga ini merupakan masa dimana nilai-nilai baik bagi anak bisa diterapkan. Dalam hal ini, Al-Qur’an menjelaskan betapa pentingnya cerita atau kisah sebagai salah satu metode pembelajaran bagi anak:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal” (Q.s. Yusuf 12; 111).
Beberapa kriteria cerita atau kisah:
Berisikan Realita dan Simple Story: cerita dengan kejadian nyata menjadi poin lebih bagi anak, agar tokoh yang berperan bisa menjadi role model nyata bagi anak untuk berperilaku. Seperti kisah-kisah para pahlawan, para ulama, orang saleh, dan kisah-kisah para Nabi. Pun gaya penyampaian yang dilakukan adalah dengan simple story, tidak berbelit-belit dan tidak menggunakan kiasan dan kata-kata yang bercabang (ambigu). Karena sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget dimana anak dengan umur 0-2 tahun berada pada tahap Sensorimotor, dan anak pada umur 2-7 tahun beradap pada tahap Preoprational, dimana anak hanya mampu memahami bahasa dan simbol-simbol sederhana, bukan bahasa yang kompleks.
Dalam sebuah hadits Ibnu Abbas ra. yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Nabi Saw. bersabda,
كنت خلف النبي صلى الله عليه سلم يوما, فقال: يا غلام, اني اعلمك كلمات….
Pada suatu hari aku dibonceng Nabi Saw. Beliau bersabda, “Hai anak kecil, aku ajarkan kepada mu beberapa kalimat…”
Rasulullah Saw langsung masuk ke inti permasalahan untuk mengajaran beberapa kalimat singkat yang berguna bagi anak tersebut. Tidak berpanjang lebar juga tidak membosankan. Hal ini sesuai dengan tabiat pemikiran anak yang menuntut kalimat-kalimat singkat dan jelas.
Bukan Khurafat; seperti halnya poin diatas, maka cerita yang dibangun bukanlah kisah khurafat dan khayalan belaka, melainkan kisah nyata. Seperti kisah-kisah kenabian selalu berpedoman pada kejadian nyata yang terjadi pada masa lampau. Pun cerita atau kisah para ulama dan orang saleh. Atau cerita para pahlawan, bisa menjadi pilihan tepat untuk menjadi media pembelajaran anak lewat cerita atau kisah nyata.
Konten Cerita yang Baik; kembali kepada tujuan awal; cerita sebagai metode pembentuk karakter anak, maka isi cerita harus berisi nilai-nilai luhur yang bisa diterapkan dalam kehidupannya. Cerita dengan konten-konten yang bisa membangun pola pikir anak kearah pendewasaan. Seperti kisah si belang, si botak, dan si buta. Dimana semuanya dicoba oleh Allah Swt. dengan cobaannya masing-masing. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk mendatanginya satu per satu untuk mencabut cobaan itu. singkat cerita, si belang kini punya kulit yang mulus, si botak kini punya kulit yang halus dan bagus, dan si buta kini bisa kembali melihat indahnya alam. Suatu ketika ketiganya dicoba oleh Allah Swt. Dari ketiganya, ketika di coba hanya si buta lah yang mampu menggunakan nikmatnya untuk membantu, dan akhirnya si belang dan si botak kembali lagi seperti semula yaitu menjadi belang kembali kulitnya dan botak rambutnya akibat dari tidak bersyukur pada nikmat yang Allah berikan.
Itu adalah salah satu bentuk cerita singkat yang menggiring anak supaya mampu bersyukur pada nikmat yang Allah Swt. berikan pada kita.
Cerita bukanlah satu-satunya metode pengajaran bagi anak. Ada banyak lagi metode-metode lain yang dapat digunakan orang tua dalam mendidik anaknya. Namun demikian, pentingnya metode cerita sudah tidak asing lagi bagi para akademisi. Terlihat dari beberapa penelitian, jurnal-jurnal yang berkaitan dengan pengaruh cerita atau story telling dalam membentuk beberapa perilaku yang diinginkan pada anak.
Wallahu a’lam bis Showab