Peran Orientalis terhadap Perkembangan Bahasa Arab
http://majalahnabawi.com – Bahasa Arab adalah bahasa yang senantiasa berkembang. Bahasa Arab yang berasal dari wilayah Timur Tengah yang meliputi wilayah Jazirah Arab dan Afrika Utara senantiasa berkembang seiring berkembangnya waktu, tempat, dan manusia. Untuk memudahkan pembahasan, maka kita bedakan perkembangan bahasa Arab kuno, klasik, dan modern.
Perkembangan Bahasa Arab Kuno
Perkembangan bahasa Arab kuno adalah suatu fase berkembangnya bahasa Arab dari awal kemunculannya hingga datangnya Islam pada di abad ke-enam masehi. Pada fase kuno ini, penggunaan bahasa Arab terbatas pada kepentingan harian masyarakat Arab di wilayah Jazirah Arab saja. Mulai dari kebutuhan rumah tangga, berdagang, berburu, membuat pusi, dan lain sebagainya.
Perkembangan Bahasa Arab Klasik
Selanjutnya bahasa Arab mulai tersebar keluar wilayah Jazirah Arab, seperti Kufah, Baghdad, Syam, Damaskus, Mesir, hingga Turki. Pada fase klasik ini, bahasa Arab berkembang seiring dengan adanya akulturasi budaya lintas wilayah. Saat itu kita mengenal adanya klasifikasi pusi Arab berdasarkan pusat pengkajian tertentu. Puisi Kufah yang identik dengan nilai kajian kebahasaannya, puisi Hijaz yang identik dengan gaya puisi ratapannya, dan puisi Damaskus yang identik dengan puisi pujiannya.
Di masa Dinasti Abbasiyah, muncul berbagai kritik sastra Arab yang disandarkan kepada tokoh tertentu, seperti Al Bukhturi dan Abu Tamam. Pada masa ini pula pengkodifikasian sastra Arab yang telah memunculkan cabang-cabang keilmuan sastra Arab baru, seperti Nahwu, Saraf, Balagah, dan lain sebagainya, mulai gencar dilakukan.
Perkembangan Bahsa Arab Modern
Fase ketiga adalah fase bahasa Arab modern. Fase ini bermula dari adanya fase kebangkitan Eropa (renaissance era) hingga berakhirnya era revolusi industri di awal abad ke-20 masehi. Pada fase ini, perkembangan bahasa Arab banyak terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal umat Islam, seperti percetakan, media masa, orientalis, pendidikan, dan lain sebagainya.
Konsep Orientalis
Orientalisme secara bahasa terdiri dari 2 kata, yaitu oriental yang berarti bersifat ketimuran dan isme yang bermakna paham. Secara istilah, orientalisme adalah suatu paham yang mempelajari segala pengetahuan yang berkaitan dengan dunia timur yang meliputi Afrika Utara, Timur Dekat, Timur Tengah, dan Timur Jauh.
Para orientalis mempelajari bahasa Arab untuk dua tujuan, yaitu tujuan yang positif dan tujuan yang negatif. Di antara tujuan positif para orientalis dalam mempelajari bahasa Arab ialah untuk meningkatkan ilmu pengetahuan bangsa Eropa seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam dan melancarkan hubungan dagang di wilayah Islam dengan meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Adapun yang termasuki tujuan negatif para orientalis dalam mempelajari bahasa Arab adalah untuk mencegah tersebarnya Islam ke Eropa dan menguasai wilayah Islam seiring dengan menguatnya kekuatan Eropa.
Orientalis dan Bahasa Arab
Perhatian orientalis terhadap Arab dan Islam mulai masif pergerakannya pada era kebangkitan (renaissance era). Orang-orang menganggap Bahasa Arab sebagai kunci dalam meneliti Islam. Pada masa itu, para orientalis berfokus mengkaji terminologi dan gramatikal bahasa Arab.
Inisiasi pengkajian gramatikal bahasa Arab di Eropa bermula dari abad ke-16 oleh Pedro de Alcala. Puncaknya terjadi pada abad ke-17 yang ditandai dengan terbitnya buku “Gramatica Araciba” karya Thomas Erpenicus. Hal inilah yang memicu munculnya karya-karya gramatikal dari beragam bahasa, seperti Latin, German, Prancis, dan Inggris. Untuk menuliskan karya tersebut, para ahli bahasa Eropa terbagi menjadi dua kubu. Kubu pertama mengadopsi konsep klasik gramatikal Arab, sementara kubu kedua menghadirkan metode baru pengkajian gramatikal bahasa
Sebagai contoh, penulis hadirkan perkembangan bahasa Arab oleh para orientalis di Italia dan Inggris.
Pengkajian Bahasa Arab oleh Orientalis di Italia
Pengajaran Bahasa Arab di Italia bermula dari suatu kongres bernama Propaganda Fidei yang diadakan oleh kaum misionaris pada tahun 1622. Pada kongres tersebut, kaum misionaris percaya bahwa umat Islam dapat ditaklukkan dengan meruntuhkan pengaruh budayanya. Selain itu, mereka juga bermaksud mengambil alih kuasa gereja protestan yang tersebar di bumi bagian timur. Dan yang tak kalah pentingya, selain perintah untuk melakukan pengkajian terhadap budaya timur, terkhusus bahasanya, Kongres Fidei juga mengharuskan para misionaris untuk mempelajari hal-hal teologis yang tersebar di wilayah timur, terutama keyakinan teologis umat Islam.
Orientalis asal Italia pertama yang melakukan kajian ketimuran adalah Givanni Battista Raimondi (1536-1614). Ia berencana memproduksi poliglot bible dan menerjemahkannya ke Bahasa Arab. Menurut Raimondi, ada beberapa tokoh di Italia yang telah mengajarkan bahasa Arab di sana, seperti Marco Dobelio dan Vittorio Scialac yang mengajar pada tahun 1605, serta seorang pengajar di Maronite College yang mengajar pada tahun 1584.
Pengajaran bahasa Arab di Italia masif dilakukan di perguruan tinggi. Secara umum, perguruan tinggi di Italia terbagi menjadi tujuan. 1) Untuk meningkatkan kemampuan para misionaris terhadap pengetahuan Arab, dan 2) Untuk menyiapkan para misionaris untuk membaca literatur keislaman dalam rangka menjalankan misi besar pemerintah Italia, serta menyangkalnya.
Namun, gerakan pengajaran bahasa Arab sebagai hasil dari Kongres Fideii tidak bertahan lama. Paruh kedua abad ke-17 menandai berakhirnya misi pengajaran bahasa Arab di Italia. Hal tersebut terjadi sebab sulitnya mencari tenaga pengajar yang kredibel dalam mengajarkan bahasa Arab di abad ke 17 dan 18.
Pengkajian Bahasa Arab oleh Orientalis di Inggris
Pengkajian Arab berkembang di Inggris pada abad ke-16 dan 17 masehi. Orientalis pertama yang melakukan pengkajian Arab adalah Robert Wakefield, seorang pengajar bahasa Ibrani di Oxford, Cambridge, dan Louvain. Ada beberapa faktor yang menjadi latar perkembangan pengkajian Arab di Inggris, di antaranya ialah: 1) Adanya misi untuk menyebarkan paham keagamaan melalui para misionaris, 2) Menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa diplomatik untuk menjalin hubungan multilateral, 3) Adanya perkembangan kajian keilmuan, seperti Matematika, Geografi, dan Geometri, yang kemudian menjalar pada pengkajian bahasa Arab.