Aisyah merupakan sosok ummul mu’minin yang dikenal sangat cerdas. Tak jarang hadis-hadis diriwayatkan melalui jalur periwayatan beliau. Selain karena Sayyidatina Aisyah merupakan sosok perempuan yang intelek dan istri dari baginda nabi Muhammad Saw, ternyata beliau juga merupakan perempuan yang aktif di bidang politik dan keilmuan. Terlihat pada peran beliau saat memimpin Perang Jamal. Melihat begitu terkenalnya Sayyidah Aisyah dalam bidang kelimuan terutama dalam kajian ilmu hadis, menimbulkan pertanyaan adakah perawi hadis perempuan selain Sayyidah Aisyah?

Dalam rangka memperingati Haul ke-3 Kiai Ali Mustafa Yaqub, AMY Institute menyelenggarakan Kelas Pemikiran Kiai Ali Mustafa Yaqub seri III dengan tema “Hadis di Pangkuan Ibu-Melacak Ragam Peranan Perempuan dalam Kerja Periwayatan dan Dialektika Pemahaman Hadis”.

Acara tersebut diselenggarakan pada tanggal 27 Februari 2019 dengan pembicara yang hebat yakni ustadzah Izzah Farhatin Ilmi, Lc., MA dan dimoderatori oleh ka Nailul Amany, Lc. Acara yang berlangsung di Ruang AMY Institute Maktabah Darus-Sunnah dan berdurasi sekitar satu jam tersebut berjalan dengan lancar.

Dalam pembahasannnya, Ustadzah Izzah menyebutkan beberapa tokoh perempuan yang ternyata memiliki peran penting dalam periwayatan hadis, diantaranya : Ummu Salamah, Ummu Athiyah Al-Anshoriyyah, Zainab binti Abi Salamah, Ummu Habibah, Asma binti Abi Bakar, Sayyidatina Aisyah binti Abi Bakar, Fatihah binti Abi Thalib, Maimunah binti Harits, Hafsah binti Umar bin Khattab, dan Shafiyah binti Syaibah.

Lima diantaranya merupakan istri nabi Muhammad Saw, tiga diantaranya ialah sanak saudara rasul, dan dua  diantaranya tidak memiliki ikatan darah dengan baginda Rasulullah Saw.

Ummu Athiyah al-Anshariyyah sendiri meriwayatkan hadis yang membahas tentang bagaimana khitan bagi kaum perempuan, dalam penulusuran informasi tersebut Ummu Athiyah al-Anshoriyah berdialog langsung dengan baginda nabi Muhammad Saw. Ummu salamah pernah meriwayatkan hadis tentang duduk sebentarnya nabi sebelum  berdiri untuk khutbah Jum’at.

Banyak cara yang dilakukan kaum wanita pada zaman nabi untuk mendapatkan hadis, selain mengikuti kajian nabi dan menanyakan langsung perihal yang ingin ditanyakan kepada baginda rasul, kabilah perempuan pada zaman itu pun pernah meminta kepada nabi agar diberikan pertemuan khusus bagi kaum perempuan untuk halaqah, selain itu tak jarang kaum perempuan pun mengadakan mudzakarah guna untuk mengklarifikasi hadis yang telah didapatkan dan untuk mendapatkan hadis baru.

Lalu mengapa peran perempuan terhadap kajian ilmu hadis justru semakin melemah?

Terdapat satu budaya unik yang diadopsi oleh kaum Madinah pada saat itu, yakni perempuan lebih baik tidak mendapatkan ilmu dari kaum laki-laki, namun kaum perempuan boleh mengajarkan ilmu kepada kaum laik-laki.

Selain karena faktor budaya ternyata terdapat pergeseran penafsiran mengenai perempuan dalam penggalan ayat “arrijalu qowwamuna ala nisai”. Ada beberapa tokoh pada masa itu yang beranggapan bahwa kaum perempuan berada dibawah laki-laki sehingga membuat kaum perempuan tidak begitu dipercaya dalam periwayatan hadis.

Pada masa setelah kepimimpinan nabi Muhammad Saw, tepatnya pada masa khulafaurrasyidin seleksi hadis diperketat sampai pada masa sebelum Daulah Umayyah. Pada masa Daulah Umayyah persyaratan perawi untuk perempuan dipermudah dan tiba masanya pada masa kepeminpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz diperketat kembali. itulah beberapa alasan mengapa peran kaum wanita mengalami kemunduranan dalam kajian ilmu hadis.

Bahasan diatas merupakan sebagian kecil pembahasan yang dibahas oleh ustadzah Izzah dalam Kelas Pemikiran Kiai Ali Mustafa Yaqub seri III mengenai dinamika peranan perempuan dalam kajian hadis. Semoga bermanfaat dan menjadikan kaum perempuan pada masa milenial ini mampu meningkatkan animo dalam kajian kelimuan, terutama dalam kajian ilmu hadis. Ada riwayat mengatakan jika malaikat adalah para penjaga langit, maka alhlul hadis adalah penjaga bumi. Wallahu a’lam bisshowab