Perihnya Cinta
Majalahnabawi.com – Cinta merupakan tema yang sangat sering kita dengar. Apalagi disaat kita telah menginjak umur remaja dan sedang mengalami masa pubertas. Di masa pubertas, kita mulai mengalami ketertarikan kepada lawan jenis. Ketertarikan itu bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti keindahan wajahnya, kecerdasannya, kesopanan tingkah lakunya dan lain-lain.
Tak heran, disaat kita memasuki masa SMP/SMA kita banyak sekali menemukan orang yang sedang menjalani hubungan pacaran. Bahkan pada zaman ini, kita banyak menjumpai anak SD yang sudah berpacaran. Kenapa bisa demikian? Karena orang yang jatuh cinta itu melihat orang yang dicintainya bagaikan rembulan yang bersinar begitu terang dan indahnya. Ketika melihatnya ada perasaan bahagia yang begitu memuncak yang tidak bisa ditemukan pada selain orang yang dicintainya. Maka tak heran, banyak orang yang ingin sekali bertemu dan memiliki kekasihnya. Karena ketika kita telah memilikinya dan menjalani hubungan dengannya kita akan merasa menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini. Bahkan hanya dengan memandangnya, kita seakan dapat melupakan semua beban hidup ini.
Pelajaran Kisah Cinta dari Layla Majnun
Namun cinta tak melulu hanya tentang kesenangan dan bahagianya saja, kita juga akan mengalami kepedihan, kesedihan dan susahnya cinta. Tentunya kita semua tahu bagaimana cerita tentang Qais dan Layla yang kisah cintanya tak berujung bahagia, bahkan Qais menjadi gila karena cintanya kepada Layla yang tak kesampaian karena terhalang oleh restu dari ayah Layla. Maka dalam percintaan selain kita akan mendapat kebahagiaan yang begitu tinggi kita harus siap dengan kesedihan dan kepedihan yang amat mendalam. Hal ini sesuai kaidah fikih
النعمة بقدر النقمة و النقمة بقدر النعمة
“Kenikmatan itu sesuai dengan kesengsaraan, dan kesengsaraan itu sesuai dengan kenikmatan.”
Ketika kita merasa telah menemukan orang yang kita cinta, kita harus berpikir dua kali sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius. Karena kita harus kuat dan tabah ketika terjadi hal-hal yang menyakitkan. Apalagi ketika kita memilih untuk berpacaran. Kita bisa melihat pada zaman ini betapa banyak pacaran yang justru lebih banyak mafsadahnya. Betapa banyak kita melihat pemuda pemudi kita yang hamil diluar nikah, jadi korban pemerkosaan, bunuh diri gara-gara diputusin pacarnya dan banyak lagi kasus-kasus yang lain. Maka untuk kita para pemuda, jika memang masih belum siap menikah jangan berpacaran, agar kita bisa terhindar dari mafsadah yang ada ketika kita berpacaran. Seperti yang tercantum dalam kaidah :
المنع اسهل من الرفع
“Mencegah lebih mudah daripada mengobati”
Maka ketika kita terlanjur mencintai seseorang, lebih baik dipendam sendiri saja dan berdoa kepada Allah Swt agar kelak dialah jodoh kita dan minta dipermudah untuk mendapatkannya dengan jalan yang halal, yakni menikah. Apalagi ketika kita masih muda, lebih baik kita meningkatkan kualitas diri kita agar kelak mendapat jodoh yang juga mempunyai kualitas yang tinggi. Ibaratnya, berakit-rakit ke hulu berenang- renang ketepian. Bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian.
Jadi tak apa masa muda kita diisi dengan susahnya belajar, galau karena gak punya pacar, selalu berdoa agar dapat jodoh yang baik agar kelak saat dewasa kita dapat merasakan manisnya, yakni ilmu yang banyak, jodoh yang sekufu’ dan kebahagiaan-kebahagiaan yang lain.
Jadikanlah cinta kita sesuatu yang sangat berharga yang hanya kita berikan kepada orang yang tepat dan pada saat yang tepat agar tidak sia-sia dan putus ditengah jalan. Seperti kata Sigmund Freud, “My love is something valuable to me which i ought not to throw away without reflection” “Cintaku adalah sesuatu yang berharga bagiku yang tidak boleh aku buang begitu saja”