Sampai saat ini tidak sedikit mereka yang mendambakan hukum Islam diterapkan di Indonesia. Dengan dalih semangat Islam berpaham Islamisme, terus-menerus mereka kampanyekan visi hukum Islam  menggantikan hukum yang sudah berlaku di negara berasaskan pancasila ini.

Tepatkah, banyak sekali kajian dan pembahasan yang sudah mengupas topik ini yang pada intinya berkesimpulan bahwa Indonesia tetaplah Indonesia dengan asas, hukum, dan norma yang sudah dimusyawarahkan oleh para pendahulu bangsa. Lantas, apakah yang demikian tidak Islami? Apakah penerapan hukum seperti yang berlaku sekarang ini bertentangan dengan Islam? Lagi-lagi jawabannya tidak singkat dan belum bisa penulis bahas dalam tulisan kali ini.

Khusus untuk topik kali ini, penulis akan sedikit menceritakan sekaligus memaparkan terkait hukum rajm. Sebagaimana diterangkan dalam berbagai literatur kitab fiqh bahwa hukum rajm ini adalah salah satu bagian dari hukum Islam.

Hukum Islam yang ditawarakan oleh mereka para kaum Islamis, fundamentalis, atau bahkan penulis ingin menyebutnya radikalis namun sayang devinisi radikal disini masih subjektif dan multitafsir, intinya mereka yang ingin menerapkan hukum Islam. Ternyata Nabi Muhammad Saw sendiri selaku pembawa risalah Tuhan berat hati menerapkannya pada sahabat.

Dikisahkan dalam sebuah hadis riwahyat Imam Muslim dari Buraidah bahwa dahulu ada sahabat bernama Ma’iz bin Malik al-Islami pergi menjumpai Nabi dan berkata

“Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina. Aku ingin supaya engkau berkenan membersihkan diriku.”

Mendengar pengaduan Maiz bin Malik, Nabi enggan berkomentar dan tidak menjawab. Keesokan harinya Maiz datang lagi pada Nabi, dan tanggapan Nabi pun sama, tidak menanggapi.

Dan untuk ketiga kalinya, sahabat Maiz datang lagi menjumpai Nabi dan meminta kembali agar beliau membantu membersihkan dirinya dari dosa zina yang telah dia lakukan. Lagi-lagi Nabi menolaknya.

Sampai akhirnya pada kali keempat Maiz bin Malik datang lagi kepada Nabi, dan beliau berkenan membantu membersihkan dosa Maiz. Nabi pun memerintahkan sahabat yang lain membuat lubang eksekusi. Disitulah sahabat Maiz mendapat hukuman rajam.

Dari kisah ini, kita bisa melihat bagaimana sosok Nabi yang enggan dan berat hati mengeksekusi dan menjalankan hukum rajm. Ini menunjukkan bagaimana sikap kemanusiaan Nabi yang belas kasih dan menghindari hukum rajm karena memang hukum ini terlihat sangat menakutkan dan mengerikan. Oleh karenanya agama sangat memperketat syarat-syarat sebelum diberlakukannya hukum rajm,

Bahkan hampir bisa dipastikan sulit terjad kasus rajm ini dilaksanakan, kecuali memang ada pengakuan kuat dari sang pelaku untuk bertaubat, seperti sahabat tadi. Maka kita sebagai umatnya juga sepatutnya berhati-hati dan tidak gegabah dalam menerapkan hukuman rajm dan sejenisnya hanya karena ingin menunjukkan semangat keIslaman.

Bukankah masih banyak cara dalam memperjuangkan Islam, salah satunya dengan belajar, belajar, dan mengaji guna menghilangkan kebodohan. Sekian, terimakasih.

 

Wallahu a’lam bishowab