Prinsip Dasar Syariat dalam Hadis “كَمْ فُرِضَتِ الصَّلَاةُ”

Majalahnabawi.comHadis nanti menjadi bukti bahwasannya syariat Islam memegang kuat tiga prinsip, yakni: tidak menyempitkan, menyedikitkan pembebanan, dan berangsur-angsur dalam penetapan.

Syariat Islam merupakan aturan dari Allah dan Rasul-Nya yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia, karena itulah terdapat perintah dan larangan di dalamnya.

Ada tiga dasar dalam penetapan syariah yang tidak pernah berubah terlampau tempat dan waktunya, yakni: tidak menyempitkan, menyedikitkan pembebanan, dan berangsur-angsur dalam penetapan.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwasanya perintah salat merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat diganggu gugat, terlepas situasi dan kondisinya. Hal ini sebagaimana surat al-Baqarah ayat 11. Tak hanya bertumpu pada satu dalil saja, bahkan banyak dalil lain yang mendukung kewajiban salat ini, seperti pujian terhadap orang-orang yang menegakkannya, celaan terhadap orang yang meninggalkannya, perintah untuk memerangi orang-orang yang meninggalkannya.

Hadis Tentang Syariat Salat

Mengingat kembali kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ, yang pada saat itu terjadi proses pensyariatan salat. Pada awalnya dibebankan 50 waktu, namun kemudian Nabi ﷺ meminta keringanan secara beruntun sehingga menjadi lima waktu, dan sampai kapanpun seperti itulah aturan tersebut berlaku. Hal ini sebagaimana hadis Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh sahabat Thalhah:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللّهِ ﷺ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ الرَّأْسِ نَسْمَعُ دَوِيَّ صَوْتِهِ وَلَا نَفْهَمُ مَا يَقُوْلُ حَتَّى دَنَا فَإِذًا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الْإِسْلَامِ. فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللّهِ ﷺ: “خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ”. قَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ؟ قَالَ: “لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ”. قَالَ: “وَصِيَامُ شَهْرُ رَمَضَانَ”. قَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ؟ قَالَ: “لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ” وَذَكَرَ لَهُ رَسُوْلُ اللّهِ ﷺ الزَّكَاةَ. قَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ؟ قَالَ: “لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ”. فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُوْلُ: وَاللّهِ، لَا أَزِيْدُ عَلَى هذَا وَلَا أَنْقُصُ مِنْهُ. قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ ﷺ: “أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ”.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan al-Imam al-Nasai. Terdapat juga hadis yang masih satu tema pembahasan namun dengan teks hadis yang berbeda, yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Tirmizi dalam Sunan-nya.

Hadis tersebut menjelaskan bahwasannya Allah mewajibkan ibadah salat lima waktu bagi hamba-Nya, begitu pula puasa ramadhan dan juga zakat, lebih dari itu semua maka tergolong pada ibadah sunah yang tidak dituntut secara pasti untuk melakukannya. Meskipun begitu, kesunahan tersebut tidak layak untuk ditinggalkan secara mutlak karena berpengaruh pada manis tidaknya iman seseorang. Ibadah wajib tanpa ibadah sunah ibabrat nasi tanpa lauk, hambar.

Tiga Prinsip Syariat Islam

Hadis tersebut menjadi bukti bahwasannya syariat Islam memegang kuat tiga prinsip yang telah disebutkan di atas. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Tidak menyempitkan

Dalam hadis di atas, Nabi ﷺ menanggapi pertanyaan, “Apakah ada lagi selainnya buatku?” dengan jawaban: “Tidak ada kecuali yang tathawu’ (sunah)”. Hal ini menunjukkan kebijaksanaan Nabi ﷺ dalam menjawab pertanyaan.

Seandainya Nabi ﷺ hanya menjawab: “tidak ada”, maka pendengar akan menganggap bahwasannya tidak ada lagi yang harus dilakukan selain ibadah wajib tersebut.

2. Menyedikitkan Pembebanan

Prinsip ini merupakan kesimpulan dari prinsip pertama, karena jika banyak membebani maka akan menyempitkan. Sebagaimana diketahui bahwasannya Allah dan Rasul-Nya hanya menetapkan lima waktu untuk kewajiban salat dan tidak menganggap semua ibadah merupakan hal yang wajib dilakukan, tetapi masuk pada kategori sunah.

Seandainya semua ibadah hukumnya wajib, maka hal itu akan sangat banyak membebani manusia.

3. Berangsur-angsur dalam Penetapan

Prinsip ini mengandung beberapa tujuan, di antaranya adalah agar syariat tersebut cocok untuk diamalkan sampai kapanpun dan tidak membahayakan umat. Dalam menaikkan keimanan, seseorang harus menambah ibadah dari yang seharusnya ia lakukan. Maka dari itu, Rasulullah ﷺ memberi kesempatan agar manusia dapat menaikkan derajat keimanan sedikit demi sedikit dengan cara menambah ibadah sunah, bukan kemudian secara langsung menyuruh manusia memiliki derajat keimanan yang sangat tinggi dengan cara mewajibkan untuk melakukan seluruh ibadah.

Similar Posts