Sayidina Umar, Sungai Nil dan Pemecatan Pejabat

www.majalahnabawi.com – Sayidina Amr bin al-Ash (43 H), gubernur Mesir, terpaksa berkirim surat melaporkan kepada Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab (23 H) di Madinah. Sungai Nil kering, tidak mengalir melimpah seperti biasa. Imbasnya, kehidupan ekonomi rakyat Mesir mengalami krisis. Kata masyarakat setempat, untuk mengembalikannya diperlukan tumbal. Harus ada gadis perawan yang dilarung di Sungai Nil.

Dengan segera, Sayidina Umar mengirim surat balasan. Surat tersebut ditujukan kepada Sungai Nil. Sang gubernur diminta langsung melarung surat tersebut ke Nil. Di dalamnya tertulis; “Dari hamba Allah, Umar. Pemimpin orang-orang beriman. Surat untuk Sungai Nil. Jika engkau mengalir karena dirimu, maka berhentilah. Tapi jika Allah yang Maha Esa lagi Maha Kuasa yang mengalirkan engkau selama ini, maka kami memohon kepada-Nya untuk membuatmu mengalir”.

Tak selang lama, setelah surat Sayidina Umar dilarung, Sungai Nil kembali mengalir deras. Sejak itu, tidak pernah lagi ada kurban gadis perawan untuk Nil. Ini adalah salah satu kisah nyata karamah Sayidina Umar. Banyak termaktub dalam kitab-kitab sejarah. Di antaranya adalah Futuh al-Syam karya Imam al-Waqidi (130-207 H), Karamat al-Aulia karya Imam al-Lalikai (418 H), dan Tarikh Dimasyqi karya Imam Ibnu Asakir (498-571 H).

Tidak hanya ketegasan dalam akidah, Sayidina Umar juga tegas menjalankan roda kekhalifahannya. Prinsip meritokrasi dan good governance sangat dijunjung tinggi. Pejabat harus memiliki komitmen dan prestasi. Sepenuh diri mengabdikan diri untuk kesejahteraan umat. Metode blusukan adalah salah satu cara yang ditempuh Sayidina Umar. Melihat dan mendengar langsung suara dan kebutuhan rakyat. Satu waktu, ada pejabat yang dilaporkan memiliki kerja buruk. Indikasinya, tidak menjenguk warganya yang sakit, abai terhadap kebutuhan masyarakat lemah. Sebaliknya, pejabat ini lebih banyak tersita waktu untuk keluarganya. Tanpa berpikir panjang, Sayidina Umar lantas mengecek. Laporan terbukti, seketika pejabat bawahannya tersebut dicopot.

Inilah sedikit dari keteladanan Sayidina Umar. Sahabat Nabi yang penduduk langit menyambut gembira saat pertama kali khalifah kedua ini masuk Islam. Di ujung usianya setelah ditikam oleh Abu Luluah di hari wafatnya, dunia gelap ikut sedih kehilangan.

Lantas sudikah kita mengenalkan keteladanan ini kepada anak cucu kita? Sehingga ketika nanti menjadi pejabat tidak mudah pamer harta dan pelesiran. Semoga.

Similar Posts