Majalahnabawi.com – Berawal dari tugas pengajian pagi di Pondok Pesantren Darus-Sunnah bertajuk “Menelaah pemikiran Kiai Ali Mustafa Yaqub”, terbitlah tulisan ini. Sebuah resensi dari karya tulis berjudul “Islam di Amerika”. Sebuah karangan Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub yang dicetak pertama kali oleh Pondok Pesantren Darus-Sunnah sendiri pada 2009 silam. Jika pula kita menilik sebuah resensi serupa dari buku ini, hemat penulis pantaslah penulis mencoba melengkapi resensi tersebut.

Sebelum masuk ke resensi pembahsan, penulis akan menjelaskan secara singkat terkait latar belakang kepenulisan buku tersebut. Buku tersebut beliau tulis kala sedang bersafari dakwah di Amerika-Kanada. Safari dakwah selama bulan suci Ramadan tersebut sebagai bentuk pemenuhan undangan ICMI kepada perwakilan imam Masjid Istiqlal.

Di sini penulis tak akan terlalu banyak mendeskripsikan bentuk fisik buku. Cukuplah para pembaca yang tertarik lebih jauh dapat membelinya mandiri. Cukup pembagian pembahasan di dalam buku ini yang akan penulis uraikan. Pembagian pembahasan buku ini terbagi ke dalam tiga pembagian. Simak pembagian pembahasan beserta uraiannya berikut!

Bagian Pertama

Bagian ini berisikan catatan perjalanan beliau selama kurang lebih empat puluh hari di sana. Penulis menyimpulkan terdapat lima poin penting dalam bagian ini.

  1. Perkembangan Islam di Amerika saat itu dengan tolak ukur peristiwa sebelas September adalah “Meningkat”.
  2. Umat Islam pendatang di Amerika tetap mempertahankan keislamannya. Contohnya dengan mendirikan rumah keagamaan dan mengadakan kegiatan Islami di dalamnya. Namun amat disayangkannya mereka tidak mengajak kontribusi warga lokal.
  3. Berikut karakteristik masjid-masjid umat Muslim di Amerika:
  4. Beberapa tak berbentuk masjid seperti umumnya karena sebelumnya memang bukan masjid. Beberapa sebelumnya merupakan Sinagoge, Gereja, rumah, dan tempat perbelanjaan.
  5. Masjid-masjid tersebut diurus oleh organisasi-organisasi primordial.
  6. Pada bulan Ramadan, masjid-masjid yang disambangi Kiai Ali mengadakan salat tarawih dengan sepuluh kali salam dan membaca satu juz per malam. Buka bersama di sana bukan sekedar takjil, tetapi langsung memakan makanan pokok.
  7. Umat Muslim di Amerika menurut Kiai Ali merupakan gambaran umat Islam secara keseluruhan. Hal ini muncul karena terdapatnya semua etnis Muslim dari berbagai penjuru dunia disana.
  8. Kiai Ali suka kebersihan dan kerapihan sebagai perlambang kemajuan Islam.

Tanggapan Kiai Ali

Bagian ini sebenarnya berada di paling akhir dalam buku ini. Akan tetapi bagian ini sebenarnya merupakan tanggapan dari bagiam pertama. Oleh Karena itu, penulis menaruh bagian ini setelah resensi bagian pertama. Tanggapan Kiai Ali dapat kita simpulkan ke dalam dua poin, berikut dua poin tersebut:

  1. Untuk lebih mengoptimalkan dakwah islam, perlu adanya akulturasi budaya seperti pergantian nama-nama Arab, model berpakaian, model masjid, dan mengadakan pernikahan. Poin pentingnya adalah Kiai Ali menekankan bahwa menjadi Muslim tidak harus dengan bernama Arab dan berpakaian Arab seperti gamis. Membangun masjid pun tak perlu semodel dengan yang berada di Arab. Menurut Kiai Ali Islam itu bukan Arab sentris.
  2. Untuk menjaga keislaman generasi kedua para pendatang, perlu ada pengorbanan biaya lebih dengan cara menyekolahkan mereka di tempat pendidikan swasta berbasis Islam.

Bagian Kedua dan Ketiga

Bagian kedua merupakan khotbah-khotbah versi bahasa Inggris selama bersafari dakwah di sana. Adapun bagian ketiganya merupakan versi bahasa Indonesianya. Dari sebelas judul pada bagian kedua, judul terakhir tidak beliau terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tidak ada keterangan terkait hal tersebut dalam buku ini. Penulis juga tidak mengetahui apakah khotbah-khotbah tersebut merupakan karya asli Kiai Ali atau hasil rembukan para perwakilan imam Masjid Istiqlal.

Penulis membuat satu kesimpulan dari masing-masing khotbah tersebut. Urutan poin-poin kesimpulan, telah penulis sesuaikan dengan urutan khotbah-khotbah tersebut dalam buku ini. Berikut kesimpulan per khotbah tersebut:

  1. Kiai Ali mengajak untuk bersyukur karena puasa umat Nabi Muhammad telah Allah buat lebih ringan daripada umat zaman dahulu. Bentuk rasa syukur tersebut dengan cara berpuasa.
  2. Orang yang bertakwa adalah orang yang mengerjakan ibadah individual maupun sosial. Namun ibadah sosial tetap dianggap lebih utama.
  3. Kiai Ali menyayangkan orang yang berpuasa Ramadan tetapi tidak berubah perilakunya, terutama sifat konsumerismenya. Pada khotbah ini Kiai Ali kembali menekankan pentingnya ibadah sosial dibanding ibadah individual.
  4. Kiai Ali menjabarkan sifat kepemimpinan Nabi yang patut kita tiru, yaitu sebagai berikut:
  5. Berperilaku santun
  6. Rela berkorban
  7. Tidak diskriminatif
  8. Menumbuhkan rasa persaudaraan
  9. Nabi hidup dengan amat sederhana atas pilihannya sendiri.
  10. Hal yang memungkinkan Nabi hanya pergi haji sekali adalah karena Nabi lebih sering melakukan ibadah sosial seperti berjihad dan bersedekah. Di sini Kiai Ali kembali mengingatkan bahwa ibadah sosial lebih penting daripada ibadah individual.
  11. Nabi sempat diskriminatif ketika berdakwah terhadap kaum fakir miskin yang kemudian mendatangkan teguran Allah. Kiai Ali mengingatkan dari kisah-kisah tersebut bahwa sebagai pendakwah tidak boleh melakukan diskriminasi.
  12. Syarat menjadi ulama yang bisa kita jadikan panutan menurut Kiai Ali ada lima, yaitu sebagai berikut:
  13. Mempunyai ilmu agama
  14. Takut kepada Allah
  15. Zuhud atau sederhana
  16. Dekat dengan orang miskin
  17. Berusia di atas 40 tahun
  18. Nabi tidak pernah umrah selama Ramadan. Kiai Ali menafsirkan bahwa itu salah satu contoh bahwa ibadah sosial lebih penting dibanding ibadah individual. Adapun Aktivitas Nabi selama Ramadan yaitu sebagai berikut:
  19. Tadarus
  20. Bersedekah
  21. Salat malam
  22. I’tikaf
  23. Aktivitas hari raya pada zaman Nabi adalah sebagai berikut:
  24. Takbiran
  25. Mandi & berhias
  26. Salat id & berkhutbah
  27. Silaturahmi
  28. Mengadakan hiburan & makan-makan.

Islam bukan Arab Sentris

Berdasarkan tajuk pengajian pagi di Pondok Pesantren Darus-Sunnah, penulis tak ingin berpanjang lebar menerangkan kelebihan dan kekurangan buku ini. Penulis mengembalikan kepada para pembaca yang ingin tahu lebih jauh terkait buku ini untuk dapat membelinya secara mandiri.

Pada tulisan kali ini, penulis lebih ingin menekankan tafsiran pesan-pesan Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam buku ini. Islam itu bukan Arab sentris menurut penulis merupakan intisari dari catatan perjalanan beliau. Beliau ingin menekankan bahwa Islam dan Arab adalah dua hal yang berbeda. Beliau tak ingin orang-orang menganggap Islam sebagai agama eklusif hanya milik orang Arab, beliau juga tak ingin umat Muslim beranggapan bahwa kebenaran terkait agama Islam pastinya berasal dari orang Arab.

Pada bagian kedua dan ketiga yang sebenarnya berisikan isi yang sama, penulis mengambil sebuah kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah Kiai Ali amat menekankan bahwa ibadah sosial lebih utama dibanding ibadah individual menurut Islam. Hal tersebut setelah melewati skala priorotas tentunya. Wallahu A’lam.

By Muhamad Farhan Subhi

Mahasantri Darus-Sunnah