Self Healing dalam Ilmu Psikologi dan Agama Islam

Majalah Nabawi – Memasuki bulan Desember-Januari, lagu “libur telah tiba” ciptaan A.T. Mahmud mulai ramai kita dengar di grup-grup WhatsApp bahkan menjadi backsound video-video singkat di tiktok dan instagram. Banyak orang ramai-ramai menyerukan liburan ke Cappadocia yang sedang viral oleh tokoh Kinan di web series Layangan Putus. Sebagian lagi gembar-gembor menonton film Spiderman No Way Home yang dibintangi aktor tampan berkebangsaan Inggris Tom Holland. Ada juga yang sekedar piknik kecil-kecilan di lokasi wisata dekat rumah. Hal-hal seperti itu, mereka menyebutnya self healing.

Tapi sebenarnya apa sih self healing itu? Benar ngga sih self healing itu identik dengan traveling, shopping, watching dan hal-hal yang sifatnya bersenang-senang atau having fun?

Self Healing dari Kacamata Analisa

Menurut seorang psikolog asal Yogyakarta yang merupakan founder dari sebuah pusat layanan psikologi Analisa Personality Development Center (APDC), Analisa Widyaningrum, self healing sebenarnya adalah suatu proses di mana kita bisa menemukan kedamaian batin, di mana kita bisa berkomunikasi dengan diri kita, menyembuhkan luka batin, dan menemukan lagi makna hidup kita.

Di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini, di mana keadaan finansial sebagian besar warga kehidupan diporak-porandakan oleh pandemi, alangkah sempitnya mata hati kita apabila memaknai self healing hanya sebatas traveling, shopping dan watching atau having fun lainnya. Pertama, tentu saja karena tidak semua orang mampu melakukannya. Kedua, banyak orang menjadi abai dengan kesehatan diri sendiri dan orang sekitarnya hanya dengan mengatasnamakan self healing. Kalau seperti ini, yang ada jatuhnya malah selfish bukan self healing. Di sisi lain self healing dengan cara seperti ini juga malah bisa memunculkan masalah baru, seperti misalnya kantong sedang kering tapi ingin shopping, kalau begitu bukannya self healing yang ada malah tambah pusing.

Dalam ilmu Psikologi, healing dilakukan dengan cara berdiam diri, masuk ke dalam diri, merenungkan kenapa saya harus bisa move on dari masalah ini, kenapa saya harus bisa bangkit lagi dan memaafkan luka batin saya? Itulah sejatinya self healing. Karena inti dari self healing itu adalah menyembuhkan luka batin. Jadi sebenarnya self healing dengan cara traveling, shopping, watching itu hanyalah salah satu pengalihan diri yang sedang tidak baik-baik saja dan sifatnya hanya sementara.

Langkah-Langkah Healing Menurut Analisa

Pertama, menyadari apa yang mau disembuhkan. Luka batin adalah luka yang tidak kelihatan wujudnya. Oleh karena itu seseorang harus terlebih dahulu menyadari apa yang membuatnya terluka. Ia perlu mengartikulasikan dulu hal tersebut.

Ada banyak cara untuk dapat mengartikulasikan luka batin. Bisa dengan curhat ke orang tua, keluarga, sahabat, atau pasangan. Atau kalau kita adalah seorang introvert yang susah untuk curhat ke orang lain, maka bisa dengan cara menulis. Kalau tidak suka menulis, bisa dengan cara menggambar. Ada juga yang melakukannya dengan meditasi diiringi musik, juga ada yang dengan berdzikir.

Kedua, menerima dan mengikhlaskan yang terjadi. Dalam Islam, seperti yang disampaikan Habib Husein Ja’far al-Hadar pada salah satu episode di channel YouTube Cahaya Untuk Indonesia, ikhlas adalah upaya untuk memurnikan sesuatu agar diserahkan kepada Allah. Akan tetapi kebanyakan orang salah mengartikan ikhlas seolah-olah ikhlas itu harus sudah puncak menyerahkan kepada Allah, padahal ikhlas ialah upaya itu sendiri.

Ketiga, meningkatkan kesadaran tentang apa yang akan dilakukan setelah kita mengikhlaskan. Misalnya ketika seseorang mengalami luka batin karena lelah setelah menyelesaikan deadline tugas atau kerjaan yang menumpuk, maka the next thing yang harus dilakukan adalah menemukan kembali semangat untuk tugas-tugas dan pekerjaan yang akan datang.

Healing dalam Perspektif Islam

Jika dilihat dari kacamata Islam, kesadaran yang harus ditumbuhkan dalam healing itu adalah kesadaran tentang takdir. Kalau hidup kita itu diibaratkan sebuah buku, maka kesadarannya adalah tentang bagaimana kita memahami bahwa penulis buku tersebut bukan hanya kita seorang, akan tetapi ada tangan Allah yang lebih kuasa atas isi dari buku tersebut. Bagaimana kita meyakini bahwa apa yang ditakdirkan oleh Tuhan itu pasti yang terbaik. Sebagaimana kata sayyidina Ali “saya lebih senang jika maunya Tuhan yang dijalankan kepada saya, ketimbang apa yang saya minta dalam doa, karena maunya Tuhan terhadap saya itulah yang terbaik.”

Adapun salah satu bentuk terapi yang dilakukan Rasulullah Saw dalam menghadapi kegelisahan adalah berdzikir. Sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surah al-Ra’d ayat 28:

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

M. Quraish Shihab dalam karyanya, Tafsir al-Misbah, memaparkan “Orang-orang yang selalu kembali kepada Allah dan menyambut kebenaran itu adalah orang-orang yang beriman. Mereka adalah orang-orang yang ketika berzikir mengingat Allah dengan membaca al-Quran dan sebagainya, hati mereka menjadi tenang. Hati memang tidak akan dapat tenang tanpa mengingat dan merenungkan kebesaran dan kemahakuasaan Allah, dengan selalu mengharap keridaan-Nya.”

Kesimpulannya, healing yang sejatinya adalah menyembuhkan luka batin dapat dilakukan melalui berbagai macam cara. Tidak harus identik dengan traveling, shopping, dan watching. Yang paling penting dari self healing adalah bagaimana kita menemukan kedamaian dalam diri. Pelan-pelan saja, tak usah buru-buru. Berlari dari sesuatu yang membuat sakit malah akan menambah rasa sakit. Maka saat kita terluka, terlukalah sampai sembuh. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan lahir dan batin.

Similar Posts