Terjemahan Al-Qur’an dan Terorisme
www.majalahnabawi.com – Al-Quran dan Terjemahnya diterbitkan pertama kali oleh Lembaga Penyelenggara Penerjemah Kitab Suci al-Quran Departemen Agama RI pada tanggal 17 Agustus 1965. Penerbitan ini secara bertahap dicetak dalam tiga jilid, masing-masing berisi 10 juz. Pada tahun 1971 al-Quran dan Terjemahnya itu digabung menjadi satu jilid dan diterbitkan oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir al-Quran Departemen Agama RI. Perbaikan dan penyempurnaan al- Quran dan Terjemahnya telah dilakukan beberapa kali, namun tidak substansial dan tidak menyeluruh. Penyempurnaan hanya berkaitan pada hal-hal yang bersifat redaksional untuk mengikuti perkembangan bahasa Indonesia. Edisi perbaikan itu dicetak pada tahun 1990.
Perbaikan dan penyempurnaan yang sifatnya substansial dan menyeluruh dilakukan pada tahun 1998 dan berakhir pada tahun 2002. Hasil dari perbaikan terakhir ini seperti yang kita lihat dalam al-Quran dan Terjemahnya cetakan atau edisi 2004.
Pemerintah Saudi Arabia sebelum menerbitkan al-Quran dan Terjemahnya versi Kementerian Agama RI ini juga telah melakukan revisi sesuai paham yang dianut umat Islam di Saudi Arabia. Pemerintah Saudi Arabia membentuk sebuah tim untuk merevisi itu yang terdiri dari tiga orang putera Indonesia masing-masing Dr. Satria Effendi M. Zen (alm), H. Rahmat Arifin, Lc (alm), dan H. Abdul Wahid Sahari, MA. Tiga orang putera Indonesia tersebut yang masing-masing alumni Universitas Ummul Qura Makkah, Universitas Islam Madinah. dan Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud Riyadh tinggal selama tiga bulan di Madinah untuk melakukan revisi tersebut. Namun tampaknya, tim Saudi Arabia ini tidak banyak melakukan revisi terhadap terjemah Kementerian Agama RI ini karena terjemah Kementerian Agama RI sudah sesuai dengan keyakinan umat Islam di Saudi Arabia.
Sebagai contoh dalam Surat Taha ayat 5:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Dalam terjemah Kementerian Agama RI disebutkan: “(Yaitu) yang Maha Pengasih Yang bersemayam di atas Arsy“. Kemudian dalam footnote untuk yang bersemayam di atas Arsy terdapat keterangan: Sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya. Dalam terjemah terbitan Saudi Arabia, terjemah itu sama sekali tidak berubah. Kemudian untuk menjelaskan bersemayam di atas Arsy disebutkan dalam footnote sebagai berikut: Lihat footnote nomor 548. Dalam footnote nomor 548 yang juga menjelaskan tentang ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ disebutkan: Bersemayam di atas Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya.
Contoh lain, Surat al-Fath ayat 10:
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
Terjemah Kementerian Agama RI menyebutkan: “Tangan Allah di atas tangan mereka“. Kemudian dijelaskan dalam footnote: Hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai makhluk-Nya. Bahkan dalam al-Quran dan Terjemahnya edisi 2004 ini, keterangan dalam footnote ini dihapus sama sekali. Dalam al- Quran dan Terjemahnya edisi Saudi Arabia, baik terjemah maupun penjelasan dalam footnote ayat 10 surat al-Fath tidak ada perbedaan (persis sama dengan terjemah dan penjelasan footnote pada ayat yang sama dalam al-Quran dan Terjemahnya versi Kementerian Agama RI). Ini membuktikan bahwa al-Quran dan Terjemahnya baik versi Kementerian Agama Ri maupun Saudi Arabia memiliki kesamaan.
Ayat-ayat Sensitif
Semula kami menduga bahwa al-Quran dan Terjemahnya versi Saudi Arabia akan melakukan revisi yang signifikan pada ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat-sifat Dzatiyah maupun Fi’liyah Allah, atau yang lazim disebut ayat-ayat Mutasyabihat. Karena penerjemahannya yang Lafdhiyah dapat menimbulkan pemahaman yang sensitif. Hal itu karena paham aqidah yang dianut oleh masyarakat Saudi Arabia mengikuti paham Salafiyah yang menolak ta’wil terhadap ayat-ayat mutasyabihat, sementara paham aqidah yang diikuti oleh masyarakat Indonesia mengikuti paham Asy’ariyah atau Assya’iroh yang menerima ta’wil terhadap ayat-ayat tersebut. Ternyata terjemah untuk ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Quran dan Terjemahnya versi Kementerian Agama RI tidak berbeda dengan terjemah untuk ayat-ayat yang sama dalam al-Quran dan Terjemahnya versi Saudi Arabia.
Mengikuti Ta’wil
Kendati aliran aqidah di Saudi Arabia menolak ta’wil, namun di sisi lain, terjemah al-Quran versi Saudi Arabia mengikuti ta’wil yang dilakukan oleh penerjemah al-Quran versi Kementerian Agama RI. Contoh: ayat 37 Surat Hud sebagai berikut:
وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِاَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا
Dalam terjemah Kementerian Agama RI ayat itu diterjemahkan: “dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami“. Dalam terjemah versi Saudi Arabia terjemah itu sama sekali tidak berubah, yaitu sebagai berikut: “Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami“. Perbedaannya hanya dalam menerjemahkan kata al-Fulk, antara “Kapal” dan “Bahtera”. Ternyata, apabila kita membandingkan antara terjemah al-Quran versi Kementerian Agama RI baik sebelum edisi revisi tahun 2004 maupun sesudahnya, dengan terjemah al-Quran versi Saudi Arabia terdapat persamaan yaitu tidak menggunakan terjemah ta’wiliyah untuk ayat-ayat mutasyabihat yang dapat dipahami artinya dengan mudah. Kedua versi terjemah itu menggunakan terjemah ta’wiliyah untuk ayat-ayat mutasyabihat apabila terjemah harfiyah-nya dianggap sulit untuk dipahami.
Namun demikian apabila kita melihat terjemah al-Quran versi Saudi Arabia yang berbahasa Inggris (The Noble Qur’an), ternyata dalam ayat mutasyabihat yang dinilai sulit dipahami maknanya tidak ditempuh terjemah ta’wiliyah tetapi tetap digunakan terjemah harfiyah atau terjemah lafdhiyah. Dalam contoh surat Hud ayat 37 terjemahnya dalam bahasa Inggris adalah sebagai berikut: “And construct the ship under Our Eyes and with Our Revelation“.
Di sini terjemah bahasa Inggris versi Saudi Arabia tidak menggunakan terjemah ta’wiliyah tetapi menggunakan terjemah lafdhiyah.
Mengikuti Kesalahan
Di sisi lain, terjemah versi Saudi Arabia tampaknya tidak kritis, karena mereka melakukan kesalahan yang dilakukan oleh terjemah al-Quran versi Kementerian Agama RI, sebelum revisi 2004, seperti contoh sebagai berikut:
Dalam Surat Yusuf ayat 23 sebagai berikut:
وَرَٰوَدَتْهُ ٱلَّتِى هُوَ فِى بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِۦ
Artinya: “Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya)“. Dalam versi Saudi Arabia, nama “Zulaikha” tetap ditulis dalam terjemah al-Quran, sementara dalam al-Quran dan Terjemahnya Kementerian Agama RI edisi 2004, nama “Zulaikha” itu sudah tidak ada karena hal itu dinilai sebagai sebuah kekeliruan, sementara sebelum direvisi pada edisi 2004 kata “Zulaikha” itu masih disebutkan. Dalam terjemah al-Quran dengan bahasa Inggris versi Saudi Arabia (The Noble Qur’an), nama “Zulaikha” itu juga tidak ada.
Ketika menulis Surah “Al Imron” baik terjemah al-Quran bahasa Indonesia versi Kementerian Agama RI maupun versi Saudi Arabia, menuliskannya dengan surah “Ali Imron”, bahkan dalam edisi 2004, kata Surah itu justru dihilangkan sehingga menjadi “Ali Imron” saja. Sementara dalam terjemah al-Quran dengan bahasa Inggris versi Saudi Arabia (The Noble Qur’an) penulisan surat itu adalah benar, yaitu surat “Al Imron” bukan surah “Ali Imron”, sebab dalam bahasa Inggris tidak dikenal struktur mudlaf ilaih. Maka kata-kata yang dalam struktur bahasa Arab menjadi mudlaf ilaih, ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris strukturnya dikembalikan kepada asal semula. Dalam al-Quran versi Kementerian Agama RI seharusnya ditulis “Al Imron” atau “Alu Imron”, bukan “Ali Imron”, karena bahasa Indonesia juga tidak megenal struktur mudlaf ilaih.
Al-Quran versi Saudi Arabia juga menulis surat al-Kahfi (dengan menggunakan huruf “i”) sedangkan dalam al- Quran versi Kementerian Agama RI edisi 2004 nama surat itu sudah direvisi menjadi surat al-Kahf (tanpa menggunakan huruf “i”.
Pemicu Terorisme
Ada perkembangan yang menarik belakangan ini, di mana sekelompok orang menuduh bahwa terjemah al-Quran versi Kementerian Agama RI telah memicu aksi terorisme yang mengusung isu agama. Sebuah sumber mengatakan bahwa Imam Samudera yang telah dihukum mati itu melakukan aksi-aksi terornya yang ia sebut jihad, itu karena menerapkan pemahamannya terhadap terjemah al-Quran versi Kementerian Agama RI. Karena telah dianggap memicu terorisme ini, sekelompok orang menuntut agar al-Quran dan Terjemahnya versi Kementerian Agama RI ditarik dari peredaran.
Salah satu ayat yang dituding telah memicu aksi terorisme menurut mereka adalah surat al-Baqarah ayat 191:
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
Dalam al-Quran dan Terjemahnya Kementerian Agama RI baik sebelum revisi maupun sesudah revisi 2004, ayat itu diterjemahkan menjadi: “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka dan usirlah mereka itu sebagaimana mereka mengusir kamu“. Untuk mengetahui apakah terjemah al-Quran Kementerian Agama RI itu salah atau tidak, kita perlu membandingkan terjemah itu dengan terjemah lain.
Dalam Terjemah al-Quran al-Karim karya Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, surat al-Baqarah ayat 191 itu diterjemahkan menjadi: “Bunuhlah mereka itu di mana kamu peroleh dan usirlah mereka itu sebagaimana mereka mengusir kamu“. Sementara dalam The Noble Qur’an ayat 191 surat al-Baqarah itu diterjemahkan sebagai berikut: “And kill them wherever you find them and turn them out from where they have turned you out“.
Dalam dua terjemahan ini ternyata tidak ada perbedaan dengan terjemahan versi Kementerian Agama RI. Oleh karena itu terjemah versi Kementerian Agama RI dalam ayat 191 surat al-Baqarah itu insya Allah tidak salah. Yang salah adalah pemahaman orang terhadap terjemah ayat tersebut.
Ayat 191 surat al-Baqarah ini tidak dapat dipisahkan dari ayat 190 surat al-Baqarah karena kata hum (mereka) yang terdapat dalam surat al-Baqarah 191 merujuk kepada orang-orang yang memerangi kamu (orang Islam) yang disebut dalam ayat 190 surat al-Baqarah.
Maka, kontek ayat 190 dan 191 Surat al-Baqarah itu adalah dalam situasi/kontek perang, sehingga pengertiannya menjadi: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan janganlah kamu melanggar batas (190) dan bunuhlah orang-orang yang memerangi kamu itu dimana saja kamu menjumpai mereka (191)“.
Maka pengertian ayat 190 dan 191 surat al-Baqarah ini adalah:
Ayat tersebut berlaku untuk situasi perang
Umat Islam tidak boleh memulai perang terhadap non muslim
Apabila orang non muslim lebih dulu memerangi umat Islam, maka umat Islam diwajibkan untuk membalas atau memerangi mereka dengan memerangi siapa saja yang memerangi umat Islam
Orang-orang yang tidak memerangi umat Islam, begitu juga wanita, anak-anak, dan orang tua tidak boleh diperangi
Terjemahnya dan Al-Quran
Ketika dilakukan revisi total terhadap al-Quran dan Terjemahnya yang kemudian menghasilkan edisi revisi 2004, tim revisi atau tim penyempurna Terjemah al-Quran Kementerian Agama RI telah melakukan banyak pertemuan dengan ulama dan para ahli al-Quran untuk mendapatkan masukan-masukan. Salah satu masukan penting diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat. Mereka menganggap terjemah al-Quran Kementerian Agama RI ini menyalahi format al-Quran, karena format al-Quran adalah dari kanan ke kiri (Tayamun) sementara al-Quran dan Terjemahnya ini, formatnya dari kiri ke kanan (Tasyamul). Mereka mengusulkan agar format al-Quran dan Terjemahnya versi Kementerian Agama RI mengikuti format al-Quran yaitu dari kanan ke kiri bukan kiri ke kanan. Apabila tidak demikian, maka nama kitab terjemah ini perlu diganti menjadi Terjemahnya dan al-Quran, bukan al-Quran dan Terjemahnya. Wallahul Muwaffiq.