majalahnabawi.com – Tak heran kaum perempuan yang singkat akal ketika membaca judul artikel ini akan geram dan marah.  Seolah membukakan aib mereka, sebab hadis ini menceritakan perilaku mereka yang agak aneh terhadap kaum lelaki tempo dulu dan menjadi sebab mereka haid tiap bulan. Sebelum lanjut tidak terbesit sedikitpun di hati kami penulis untuk merendahkan perempuan. Agar tidak salah paham mari kita baca sampai akhir pembahasan.

Berawal saat kelas mata kuliah ilmu hadis Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhadditsin yang diampu oleh dosen Amien Nur Hakim, LC., S.S.I. MA, saya bersama teman sekelompok Ibnu Nurza menerima tugas membahas tema “METODE KRITIK AKAL DI KALANGAN MUHADDITSIN”. Ternyata dalam kasus ini, kami harus menggunakan akal dengan tepat sesuai konteksnya. Menggunakan akal untuk memahami dan menilai kualitas hadis, terutama dalam hal kesesuaian dengan akal sehat, Al-Quran, hadis-hadis yang diterima secara umum, atau hukum agama yang telah ditetapkan. Ini menunjukkan bahwa para ahli hadis memberikan perhatian serius pada akal dalam penelitian mereka tentang hadis-hadis Nabi Muhammad Saw.

Cengkraman Haid Terhadap Perempuan-Perempuan Bani Israil

Saat mencari contoh, kita menemukannya dalam kitab Mushannaf  Abdurrazaq. Berikut salah satu contohnya:

عن عبد الرزاق، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبيهِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: ‌كُنَّ ‌نِسَاءُ ‌بَنِي ‌إِسْرَائِيلَ ‌يَتَّخِذْنَ ‌أَرْجُلًا مِنْ خَشَبٍ، يَتَشَرَّفْنَ لِلرِّجَالِ فِي الْمَسَاجِدِ، فَحَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِنَّ الْمَسَاجِدَ، وَسُلِّطَتْ عَلَيْهِنَّ الْحَيْضَةُ

“Dari ‘Aisyah r.a. berkata: “Dulu perempuan-permpuan Bani Israil menggunakan kaki-kaki dari kayu untuk melihat laki-laki di dalam masjid, maka Allah mengharamkan masjid untuk mereka, dan mendatangkan haid atas mereka.” (HR. Abdurrazzaq)

Riwayat dari ‘Aisyah ini termasuk riwayat yang tidak bisa dinalar dengan akal, oleh karenanya riwayat semacam ini para muhadditsin menyebutnya dengan riwayat yang mempunyai hukum marfu’, seperti yang telah Ibnu Hajar katakan.

Zhahir hadis ini menyatakan bahwa perempuan-perempuan Bani Israil mendapat hukuman dengan haid atas perlakuan mereka itu. Hal ini tidak sesuai dengan akal sehat, karena haid adalah sesuatu yang telah Allah kodratkan atas semua wanita, dan tidak ada hubungannya dengan hukuman.

Ketika ‘Aisyah pergi bersama Nabi untuk haji wada’, ketika sampai di tengah jalan, ‘Aisyah berhaid. Nabi menjenguknya sedangkan ia menangis. Kemudian Nabi saw. bersabda: “Apakah engkau sedang haid?”. ‘Aisyah menjawab: “Ya.” Nabi bersabda: “Sesungguhnya haid adalah sesuatu yang dikodratkan Allah atas anak-anak perempuan Adam, maka lakukanlah apa yang yang dilakukan orang haji, tetapi jangan tawaf di Bait al-Haram sampai kamu mandi.”

Meninjau Hadis Palsu

 Ibnu Qayim Al- Jauziyah (691 H/1292-751 H/1350) ulama terkenal, pernah ditanya apakah mungkin mengenali hadis palsu tanpa melihat sanadnya. Beliau menjawab,

“Hal itu hanya dapat kita ketahui oleh seseorang yang dalam mengenal sunnah-sunnah yang sahih. Dia telah bersentuhan dengan sunnah-sunnah tersebut, menjadikannya daging dan darah, dan memiliki kepemilikan penuh terhadapnya. Dia memiliki pengetahuan yang kuat tentang sunnah-sunnah dan riwayat-riwayat yang sahih, serta pengetahuan tentang kehidupan Rasulullah saw., petunjuk-Nya, apa yang Allah perintahkan dan Allah larang, apa yang dia beritahukan, apa yang dia serukan, apa yang dia cintai, apa yang dia benci, dan apa yang dia syari’atkan kepada umat ini, sehingga seolah-olah dia adalah sahabat yang hidup bersama Rasulullah saw

Identifikasi Hadis Palsu

Bukan hanya itu beliau juga menyebutkan ciri-ciri umum untuk mengidentifikasi palsu tidaknya sebuah hadis, sebagai berikut:

  1. Hadis tersebut mengandung pernyataan-pernyataan yang tidak mungkin atau tidak semestinya Rasulullah Saw. menyampaikan, seperti dalam hadis palsu yang dinisbatkan kepada Nabi saw., “Barangsiapa yang mengucapkan “Laa Ilaaha Illallaah”, maka Allah akan menciptakan dari kalimat ini seekor burung dengan tujuh puluh ribu lidah”
  2. Hadis tersebut banyak menerima sangkalah dari perasaan/akal sehat. Yakni pernyataan-pernyataan yang secara kasat mata dapat terlihat kepalsuannya.
  3. Penisbatan yang tidak masuk akal. Yakni hadis tersebut terdengar lucu dan mengolok-olok, seperti dalam hadis palsu yang mengatakan bahwa jika nasi adalah seorang pria, ia akan menjadi pria yang sabar, dan tidak akan membuat orang lapar.
  4. Hadis tersebut bertentangan dengan apa yang telah hadis sahih ajarkan dengan jelas. Intinya hadis tersebut bertolak belakang dengan sunah-sunah yang terkenal.
  5. Mengaggap hal itu adalah pernyataan-pernyataan yang Nabi saw. sampaikan di hadapan banyak sahabat, tapi satupun dari mereka tidak ada yang meriwayatkannya.
  6. Hadis tersebut mengklaim bahwa wahyu turun dalam bahasa yang berbeda dengan bahasa Arab.
  7. Bahasa hadis tersebut tidak sesuai dengan gaya berbicara para nabi, khususnya gaya berbicara Rasulullah saw.
  8. Hadis tersebut bertentangan secara langsung dengan ayat-ayat al-Quran yang jelas.
  9. Bahasa hadis tersebut kasar dan mengandung kata-kata yang tidak pantas.

Berdasrkan ciri-ciri ini, kita semua dapat menyimpulkan berdasarkan contoh hadis yang telah penulis sajikan. Sebab pertama tidak sesuai dengan akal sehat, kedua bertentangan dengan apa yang telah hadis sahih jelaskan. Imam Shalahudin bin Ahmad al-Idlibi juga mengafirmasi hadis ini. Tercantum dalam salah satu magnum opus beliau, yang berjudul Manhaj Naqd al-Matn ‘ind ‘Ulama` al-Hadits al-Nabawi dalam subtema riwayat-riwayat yang bertentangan dengan akal sehat. Tidak ada korelasi melihat laki-laki di masjid dengan haidnya perempuan.

            Wallahu a’lam