Di antara adab seorang murid yaitu senantiasa bersabar atas marah dan kerasnya sikap guru. Karena marah dan ketegasan seorang guru konon terdapat keberkahan di dalamnya.

Majalahnabawi.com – Suatu pagi, kami mendengar cerita dari guru kami pada kajian kitab al-Tibyan Majelis Alif Lam Mim. Ini kisah nyata, tapi pemeran di dalamnya itu mubham (tidak diketahui pasti identitasnya), karena guru kami tidak menyebutkannya. Ya, karena yang terpenting adalah ‘ibrah (palajaran dan hikmah) yang bisa kita petik. Bukan siapa pelakonnya.

Guru kami berkisah, ada seorang kiai di daerah Jawa yang bandel saat mudanya. Ketika muda, ia dimasukkan ke salah satu pesantren, namun ia tidak bisa diatur. Tidak ada yang ia takuti sama sekali. Jangankan kepada musyrif (pendamping/pembimbing di asrama), ustaznya pun tidak ditakuti. Akhirnya si gus keluar dari pesantren tersebut, dan masuk ke pesantren lain. Hasilnya pun sama, tidak ada yang ia takuti sama sekali. Alhasil karena anak kiai besar, orang tuanya memutuskan untuk mendidiknya sendiri.

Ayahnya menunjuk salah satu muridnya yang paling senior untuk mengajari anaknya. Begitupun, sama seperti guru-guru sebelumnya yang sudah menyerah. Diajari ilmu apapun tidak ada yang masuk sama sekali. Saking sulitnya mengajar anak kiainya sendiri, guru si gus itu pun kesal.

Tiba suatu hari murid ayahnya itu berkata, “Kamu bener gak sih anak kiai? Kok bebel banget!” Kata-kata ini kemudian membuat si gus menangis,  lalu melapor kepada ibunya bahwa ustaz ini ngomongnya begini. Kemudian bu nyai menegur murid senior suaminya itu agar tidak terlalu keras mengajari anaknya. Ternyata, ayahnya mendengar percakapan itu dari dalam kamar.

Tak disangka, bukannya ikut menegur murid seniornya itu, kiai malah mendiamkan istrinya sendiri selama beberapa minggu. Beliau ingin mengajarkan, ketika anak sudah dititipkan kepada guru, adalah hak guru untuk bersikap apa saja. Tidak boleh mengintervensi guru yang sedang mengajarkan murid, bahkan jika murid itu anaknya sendiri.

Akhirnya anak itu sekarang menjadi kiai besar. Jika tidak digitukan mungkin si anak tidak mikir. Begitulah kata guru kami, menutup akhir cerita.

Adab Murid Terhadap Guru

Kisah di atas mengajarkan kita bahwa adakalanya guru bersikap tegas dan keras. Kita sebagai murid sudah sepatutnya bersabar, tidak boleh sebel, menggerutu dalam hati, apalagi sampai membenci sang guru. Menariknya di pesantren-pesantren salaf, banyak santri yang malah ingin sekali dimarahi kiainya. Karena konon katanya marahnya seorang kiai atau ustaz adalah bentuk rasa sayang dan keajaiban yang akan menjelma menjadi sebuah keberkahan di kemudian hari.

Imam al-Syafi’i (w. 204 H) mengatakan,

 اصْبِرْ عَلَى مُرِّ الْجَفَا مِنْ مُعَلِّمِ #  فَإِنَّ رُسُوْبَ الْعِلْمِ فِيْ نُفْرَاتِهِ

“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru. Sesungguhnya gagalnya menuntut ilmu itu karena memusuhinya (sang guru)”

Dalam kitab at-Tibyan fi Adabi Hamlatil Qur’an karya Imam al-Nawawi (w. 676 H), terdapat satu pasal khusus yang membahas adab seorang murid kepada guru yang keras dan tegas. Di antara adab tersebut, ialah:

  1. Belajar Tatkala Suasana Hati Guru Sedang Baik

Selayaknya bagi murid untuk tidak belajar di saat suasana hati gurunya sedang kurang baik. Seperti saat guru sedang banyak fikiran, bosan, sedih, bahagia, lapar, haus, ngantuk, gelisah dan keadaan lain yang dapat memberatkan guru. Karena hal itu hanya akan membuat guru tidak berkonsentrasi dan semangat dalam mengajar. Alangkah baiknya seorang murid memanfaatkan waktu semangatnya guru, agar ilmu yang guru sampaikan lebih mengena dan berkah.

  1. Sabar Terhadap Marah dan Kerasnya Sikap Guru

Seorang murid sebaiknya bersabar terhadap tegas dan kerasnya sikap guru. Begitu pula apabila menemukan keburukan dalam perangai sang guru. Jangan sampai hal tersebut menghalangi murid untuk bermulazamah dengan gurunya.

  1. Senantiasa Meyakini Kesempurnaan Guru (Husnuzan Kepada Guru)

Saat murid menemukan perbuatan dan perkataan guru yang secara zahir buruk, maka ia seyogyanya menakwilkan perbuatan tersebut dengan takwil yang baik. Dalam artian murid harus selalu berhusnuzan jika mendapati sikap atau perkataan guru yang secara kasatmata tampak buruk.

  1. Meminta Maaf Terlebih Dahulu Jika Guru Marah

Apabila seorang guru bersikap keras atau marah kepada muridnya, maka murid hendaknya terlebih dahulu untuk meminta maaf. Baiknya murid menunjukkan bahwa ia lah yang salah dengan mencela dirinya sendiri. Karena meskipun terlihat hina, namun sikap seperti inilah yang hakihatnya lebih mulia dan bermanfaat bagi seorang murid, baik di dunia maupun akhirat. Sikap ini juga yang akan membuat hati sang guru menjadi ridha terhadapnya.

Para ulama bertutur bahwa siapa yang tidak bersabar atas rasa hina saat menuntut ilmu, maka hidupnya akan terselimuti kebodohan. Sebaliknya, siapa yang mampu untuk bersabar atas rasa hina itu, maka hidupnya akan dilimpahi anugerah dan kemuliaan di dunia dan akhirat

Sahabat Ibnu Abbas ra. (w. 68 H) berkata:

ذَلَلْتُ طَالِبًا، فَعَزَزْتُ مَطْلُوْبًا

“Saya hina karena karena mencari (ilmu) dan saya mulia karena dicari (ilmuku)”

Imam asy-Syafi’i berkata:

فَمَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَعَلُّمِ سَاعَةً # تَجَرَّعَ ذُلَّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَياتِهِ
وَمَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ # فَكَبِّر عَلَيْهِ أَرْبَعاً لِوَفَاتِهِ
حَيَاةُ الْفَتَى وَاللهِ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى # إِذَا لَمْ يَكُوْنَا الْإِعْتِبَارَ لِذَاتِهِ

“Siapa yang tak pernah merasakan pahitnya belajar walau sebentar, ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.”

“Siapa yang tidak belajar di masa mudanya, bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya”

“Demi Allah, hakikat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa. Jika keduanya tidak ada maka pribadinya tidak bernilai.”

Semoga kita senantiasa diberikan kesabaran dalam menuntut ilmu dan menjadi murid yang beradab dan berakhlak mulia terhadap guru. Agar ilmu yang kita dapatkan dari para guru kita dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan di dunia dan akhirat. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.

Wallahu a’lam..

By Shafira Assalwa

Mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences