Imam al-Bukhari; Bakti dan Cinta kepada Hadis Nabi

Majalahnabawi.com – Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat sejak 1431 tahun yang lalu, tetapi umat Islam yang hidup di tahun 1442 H ini masih bisa mengenal Keagungan akhlak dan ajarannya melalui hadis-hadisnya yang diriwayatkan oleh ulama-ulama yang menjadi pewarisnya.

Berbicara periwayatan hadis Nabi, tidak bisa dan tidak akan pernah bisa terlepas dari peran seorang muhaddits agung, yang mengabdikan diri menjadi “Khadim al-Nabi” dengan mengumpulkan hadis-hadis shahihnya menjadi suatu “Magnum Opus” dalam kumpulan hadis-hadis Nabi, yang dipuji para ulama sebagai kitab paling shahih yang pernah ditulis oleh manusia, yakni “al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umuri Rasulillah Sallallahu ‘alaihi wa sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi”, atau yang terkenal dengan nama “al-Jami’ al-Shahih” atau “Shahih al Bukhari”. Beliau adalah “Amirul Mukminin fi al Hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Bardizbah al-Bukhari” (wafat 256 H). Beliau lahir di kota Bukhara (sekarang masuk wilayah negara Uzbekistan) pada tahun 194 H atau 810 M, dan wafat di kota Samarakand pada tahun 256 H atau 870 M.

Beliau adalah panutan ulama di zamannya dan zaman setelahnya, dan dengan akhlaknya yang mulia dalam setiap langkah dalam hidupnya. Beliau menyempurnakan karyanya yang telah mulia, karena berisi tentang akhlak dan ajaran manusia paling mulia.

Beradab kepada Hadis Nabi

Imam al-Bukhari mengajarkan kepada kita bahwa karya agung dan mulia, ditulis dengan proses yang mulia juga, yakni dengan mengagungkan setiap hadis yang beliau yakini shahih, sebelum menuliskannya ke dalam kitabnya, maka beliau shalat dua rakaat sebelumnya. Beliau juga memuliakan para ulama, khususnya mereka yang menjadi guru dalam periwayatan hadis.

Di antara bukti baktinya Imam al-Bukhari dalam memuliakan hadis Nabi dan gurunya dapat kita temukan dalam kitab “Shahih al-Bukhari”. Salah satu di antaranya, penulis temukan dalam pangajian sorogan kitab “Shahih al-Bukhari”, karangan Imam al-Bukhari, yang biasa penulis hadiri setiap ba’da Maghrib bersama Ustaz Muhammad Hanifuddin, LC, S.S.I, S.Sos. Di bawah bimbingan beliau, penulis dan rekan-rekan mahasantri Darus-Sunnah menemukan hal yang menarik, dalam kitab “Shahih al-Bukhari”, Jilid 1, dalam “Kitab al-Tayamum”, bab ke- 4 dan 5, nomor hadis 338-343.

Hadis Tentang Tayamum

حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنَا الحَكَمُ، عَنْ ذَرٍّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ، فَقَالَ: إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ المَاءَ، فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ: أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ، فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ، فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا» فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ، وَنَفَخَ فِيهِمَا، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ.

حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، أَخْبَرَنِي الحَكَمُ، عَنْ ذَرٍّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ عَمَّارٌ: بِهَذَا وَضَرَبَ – شُعْبَةُ – بِيَدَيْهِ الأَرْضَ، ثُمَّ أَدْنَاهُمَا مِنْ فِيهِ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ.

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الحَكَمِ، عَنْ ذَرٍّ، عَنِ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ شَهِدَ عُمَرَ وَقَالَ لَهُ عَمَّارٌ: كُنَّا فِي سَرِيَّةٍ، فَأَجْنَبْنَا، وَقَالَ: تَفَلَ فِيهِمَا.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ، أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الحَكَمِ، عَنْ ذَرٍّ، عَنِ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، قَالَ: قَالَ عَمَّارٌ لِعُمَرَ: تَمَعَّكْتُ، فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «يَكْفِيكَ الوَجْهَ وَالكَفَّيْنِ».

حَدَّثَنَا مُسْلِمٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الحَكَمِ، عَنْ ذَرٍّ، عَنْ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، قَالَ: شَهِدْتُ عُمَرَ، فَقَالَ لَهُ عَمَّارٌ، وَسَاقَ الحَدِيثَ.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الحَكَمِ، عَنْ ذَرٍّ، عَنِ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ عَمَّارٌ: «فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ الأَرْضَ، فَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ»

Dalam kedua bab tersebut, pada intinya menjelaskan tentang kisah Sayyidina Umar bin al Khattab (wafat 23 H) dan Sayyidina ‘Ammar bin Yasir (wafat 37 H) saat mereka dalam keadaan junub dan telah masuk waktu shalat, dan mereka pun berbeda pandangan. Sayyidina Umar memutuskan untuk tidak shalat (sampai menemukan air), sedangkan Sayyidina ‘Ammar berguling-guling di atas pasir (yang dia yakini sebagai pengganti wudhu/tayamum). Maka mereka berdua menceritakannya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam, kemudian Rasul mengajarkan tatacara bertayamum.

Mengharap Berkah kepada Nabi dan Guru

Terdapat satu hadis dalam bab 4 yang Imam al-Bukhari terima dari gurunya, Adam bin Abi Iyas (wafat 221 H). Sedangkan dalam bab 5, terdapat 5 hadis yang saling melengkapi dan saling menjelaskan tentang tata cara tayamum. Kelima hadis ini Imam al-Bukhari terima dari kelima gurunya yang berasal dari kota Basrah dan mereka hidup dalam satu zaman. Kelima guru Imam al-Bukhari itu adalah:

  1. Hajjaj bin Minhal al-Bashri (wafat 217 H)
  2. Sulaiman bin Harb al-Bashri (wafat 224 H)
  3. Muhammad bin Katsir al-Bashri (wafat 223 H)
  4. Muslim bin Ibrahim al-Bashri (222 H)
  5. Muhammad bin Basysyar al-Bashri (252 H)

Bagi seorang penulis biasa, apabila mendapat 5 hadis yang makna dan kualitas yang sama, maka hanya akan ditulis satu hadis saja. Tetapi tidak bagi Imam al-Bukhari, beliau menuliskan kelima hadis dari lima gurunya ini dalam satu bab, dengan tujuan memuliakan hadis Nabi dan mendapatkan barakah serta ridha dari semua gurunya tersebut.

Itulah salah satu bukti bakti dan cinta Imam al-Bukhari kepada hadis Nabi dan guru-gurunya. Semoga kita semua bisa mengikuti akhlak Imam al-Bukhari sebagai pencari ilmu, dan melanjutkan estafet perjuangannya dalam menjadi “Khadim al-Nabi”.

Similar Posts