Majalahnabawi.com – Dewasa ini, kata insecure atau insecurity menjadi semakin populer di kalangan anak-anak muda pada umumnya. Insecure sendiri memiliki arti yaitu penggambaran perasaan seseorang yang kadang dapat memperburuk suasana hati dan membuat seseorang itu tidak percaya diri.

Dalam diri kebanyakan orang, rasa insecure itu terkadang muncul dari keadaan diri sendiri dan terkadang juga dari keadaan luar diri sendiri. Kita bisa ambil contoh insecure dari keadaan diri sendiri yaitu merasa tidak yakin dengan fisik yang kita punya seperti tinggi badan dan paras wajah. Sedangkan contoh insecure dari luar diri sendiri yaitu adanya tekanan atau cemoohan orang sehingga membuat kita tidak percaya diri.

Insecure dalam dunia psikologi diartikan sebagai upaya dari adanya emosi yang terjadi apabila kita menilai diri kita menjadi seorang inferior (lebih rendah) dari orang lain. Pengertian ini bisa kita tangkap bahwasanya insecure itu ada ketika kita menilai diri sendiri lebih rendah dari orang lain sehingga membawa kita ke titik tidak mampu menghadapi suatu tantangan yang menurut kita tidak memenuhi standar diri sendiri dan orang lain.

Jenis-Jenis Insecure

Alvi Syahrin dalam bukunya yang berjudul insecurity is my middle name membagi rasa insecure itu menjadi lima bab. Pertama, fisik yang kurang menarik. Kedua, masa depan yang buram. Ketiga, jauh tertinggal dari teman-teman. Keempat, membenci diri sendiri. Kelima, berdamai dengan insecurity.

Dari keseluruhan judul bab tersebut jika kita memiliki rasa percaya diri dan cara mengatur ego dengan baik, maka dengan sendirinya kita langsung mencapai bab kelima pada buku tersebut yaitu berdamai dengan insecurity dan kita bisa memulainya dengan percaya pada diri sendiri, memhami pikiran diri sendiri, mengasah potensi dalam diri, menghiraukan pandangan orang lain, berteman dengan lingkungan yang positif, dan masih banyak lagi lainnya.

Apakah Kita Butuh Insecure?

Lalu, di lain sisi, apakah kita membutuhkan insecure?

Jawabannya, ya terkadang kita membutuhkan insecure tersebut sebagai penggerak awal diri kita dan sebagai trigger motivasi kita. Semisal contoh, melihat salah satu kerabat kita sangat rajin di dalam kelas maupun di luar kelas, kita pun bertanya-tanya dalam hati ”duh, kok dia bisa ya rajin banget, sedangkan gua nggak?” Lalu dari situlah muncul rasa di mana kita ingin menjadi rajin seperti dia atau bahkan melebihi dia sendiri.

Dalam satu sisi, mungkin jika di dalam diri kita tidak pernah merasa insecure, bisa-bisa hidup kita tidak akan berkembang lebih maju karena kita merasa hidup kita sudah paling benar dan sampai akhir pun seperti ini saja, maka dari situ kita terkadang membutuhkan insecure sebagai motivasi penggerak awal. Tetapi, janganlah kita pernah bergerak karena tuntutan insecure dalam diri kita. Sebagai contoh kita insecure dengan santri kelas A karena baca kitabnya sudah jago, lalu kamu melakukan sistem kebut belajar di kelas untuk menyaingi santri kelas A. Nah, kalau seperti itu kita bisa menjadi salah niat karena kalau tujuan kita hanya sekedar menghilangkan rasa insecure dan kalau rasa insecure itu sudah selesai, kemungkinan semangat kita dalam belajar akan turun lagi. Pada dasarnya itu semua kembali kepada kita bagaimana menyikapinya “baik atau tidaknya“.

Apa Kata Al-Quran dan Sunnah Tentang Insecure?

Allah berfirman dalam al-Quran, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. al-Rum: 22).

Ayat ini mungkin sudah tidak asing di telinga kita sebagai santri. Kita memang sebagai manusia terkadang merasa kurang percaya diri dengan apa yang kita punya seperti fisik dan harta. Hal itu menimbulkan pertanyaan pada diri kita sendiri, mengapa kita terlahir dengan fisik dan harta seperti ini? Padahal Allah telah menciptakan setiap manusia dengan sebaik-baiknya bentuk. Maka yang diperlukan oleh kita itu rasa husnudzan yaitu yakin bahwa setiap yang diberikan Allah itu yang terbaik untuk kita, meskipun ada segelintir kekurangan dalam bentuk apapun pada diri kita.

Yang Paling Mulia Menurut Allah

Dalam surat al-Hujurat ayat 13 Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Melalui ayat ini juga Allah menjelaskan bahwa setiap perbedaan itu merupakan salah satu bentuk kekuasaan Allah. Ayat ini juga membuat kita untuk terus bertafakur dan bersyukur kepada Allah, bahwa dengan segala kuasa-Nya lah kita masih diberikan kenikmatan. Lalu dalam ayat ini Allah memberitahukan kepada kita bahwa orang yang paling mulia di sisi-Nya adalah orang yang bertakwa. Memang Allah menyamaratakan setiap makhluk-Nya. Namun, yang membedakan nantinya adalah barang siapa yang paling bertakwa.

Rasulullah Saw dalam salah satu sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian, tetapi Allah akan melihat hati dan amal-amal kalian” dari hadis ini mengajarkan kita untuk tidak takut, bahkan kalau bisa kita abaikan saja penilaian-penilaian buruk orang lain terhadap kita. Karena penilaian Allah itu jauh lebih tinggi serta penting dibanding orang lain yang hanya manusia biasa. Jadi buat apa kita merasa takut dan tertekan? Abaikan saja.

Bersyukur Terhadap Pemberian Allah

Terakhir, patutnya kita sebagai manusia harus selalu bersyukur dengan apa yang Allah berikan. Karena dengan bersyukur, kita akan mendapatkan balasan yang lebih dari Allah sendiri. Rasulullah Saw bersabda “Allah Swt tidak memberi suatu nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengucapkan Alhamdulillah. Kecuali Allah Ta’ala menilai ia telah mensyukuri nikmat itu. Apabila dia mengucapkan Alhamdulillah yang kedua, maka Allah Ta’ala akan memberinya pahala yang baru lagi. Apabila dia mengucapkan Alhamdulillah untuk yang ketiga kalinya, maka Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosanya.”

Pada dasarnya, rasa insecure itu datang ketika kekuatan iman kita sedang turun, pada keadaan seperti ini hendaknya kita harus terus bersyukur atas pemberian nikmat dari Allah Ta’ala kepada kita. Sebagai gantinya Allah akan terus menambah nikmat kita dan menghapus dosa-dosa kita atas rasa syukur kita kepada-Nya.

Sudahi insecuremu menjadi bersyukur!

By Ahmad Soefyan Syabani

Mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences dan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta