Perawakannya tegap. Tatapan matanya elang. Suaranya lantang, menghantam dan mustahil untuk tidak mendapat perhatian. Nada bicaranya selalu mengandung keyakinan dan kepastian. Tak ada keraguan sedikit pun dalam susunan kalimat dan caranya menyampaikan pandangan. Semasa belajar, kami selalu diingatkan untuk selalu menjawab pertanyaan (atau menyampaikan pendapat dan pandangan) dengan tegas dan lantang. Kebenaran yang disampaikan dengan ketidaktegasan cenderung meragukan. Sebaliknya, kesalahan yang disampaikan dengan ketegasan cenderung meyakinkan.

Karakternya sebagai pendidik sangat kuat. Tidak pernah kompromi dalam masalah kelalaian belajar. Model kiai klasik yang keras dalam memberi asupan. Selektif, perfeksionis, teliti dan idealis. Tak pernah mengabaikan detail-detail kecil walau setitik huruf dalam makalah dan tulisan yang dikoreksinya. Sesosok bapak yang benar-benar mentatah, bahkan hingga masalah posisi steples pada ujung paper berbahasa Arab. Disiplin dalam belajar adalah petuah yang selalu diulangnya. Pengabdian seumur hidup pada ilmu adalah ideologi yang ditanamkan pada anak-anak santrinya.

Putih adalah warna favoritnya. Baik di pengajian atau acara apa saja, asal di pesantren, beliau hampir dipastikan mengenakan koko dan kopyah putih sebagai seragamnya. Khusus ketika mengajar, beliau menambah atribut sorban yang beliau kalungkan di leher dan menjulur di kedua pundaknya. Beliau sering menekankan putih adalah warna kesukaan Nabi. Maka kami diwajibkan mengenakan koko putih dan kopyah putih di setiap pengajian di pesantren.