Membicarakan Dasar Pengetahuan: Refleksi Hakikat Manusia
Oleh: M. Yaufi Nur Mutiullah*
Jika dikatakan manusia adalah satu-satunya makhluk yang berpikir didunia ini maka itu perlu ditelaah kembali. Bila disebutkan manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki pengetahuan, maka itu perlu diperjelas kembali. Mengapa?, sebab menurut realitanya tidak hanya manusia yang memiliki otak dan mampu mengoperasikan otak itu untuk berpikir dan memperoleh pengetahuan. Hewan adalah makhluk lain yang juga mampu melakukan hal itu. Hewan juga mampu layaknya manusia dalam menentukan kapan mereka harus seperti ini dan kapan harus seperti itu. Hewan juga memiliki kepekaan pada lingkungan bahkan bisa jadi lebih hebat dari manusia. Seekor kera tahu mana buah pisang yang enak. Anak tikus tahu mana kucing yang ganas. Anak tikus ini tentu telah diajari oleh induknya untuk sampai pada pengetahuan bahwa kucing itu berbahaya.
Lantas apa yang membedakan manusia dengan hewan? Dimanakah letak keistimewaan manusia jika disebut oleh sebagian kalangan sebagai makhluk yang sempurna mengungguli makhluk lain termasuk hewan? Sangat sederhana jawaban yang dapat diberikan jika ada pertanyaan demikian. Pertama terletak pada apa yang bisa diperbuat hewan ketika memperoleh pengetahuan. Kedua adalah kemampuan hewan yang terbatas menginformasikan atau membumikan pengetahuan yang dia miliki.
Seekor hewan menggunakan pengetahuan yang dimiliki hanya untuk keberlangsungan hidupnya sendiri atau selebih-lebihnya untuk golongan mereka sendiri yang sejenis. Sedangkan manusia adalah makhluk yang tidak hanya memanfaatkan pengetahuan mereka untuk keberlangsungan diri sendiri tapi juga orang lain, makhluk lain, bahkan seluruh makhluk yang ada dialam semesta ini. Sejauh mana manusia mampu memanusiakan manusia lain maka sejauh itu pula dia mendapat tempat didunia dan menjadi manusia seutuhnya. Itu pertama.
Kedua, bahwa hewan adalah makhluk yang tidak mampu menyebarluaskan pengetahuan yang dimiliki. Benar memang jika seekor kelelawar memiliki kekuatan suara super sonic yang mampu menembus ruang dan waktu yang begitu jauh. Tapi itu hanya bisa ditangkap oleh golongan mereka sendiri yakni sesame kelelawar. Sedang manusia dengan berbakal kelihain berbahasa yang baik dan ketajaman nalar pikiran yang dimiliki mampu mengembangkan pengetahuan itu sendiri dan mampu menyebarluskan pengetahuan mereka pada siapapun. Bahkan jika telah mencapai derajat yang tinggi manusia mampu berkomunikasi dengan jin yang gaib atau bisa jadi Tuhan Sang Pencipta.
Jadi sedikit kesimpulan mungkin bahwa da dua hal mendasar yang menjadikan manusia berbeda dengan hewan, yaitu kemampuan berbahasa untuk berkomnikasi dan kemampuan bernalar yang tajam.
Hakikat Penalaran
Pada hakikatnya penalaran merupakan proses berpikir yang memiliki kriteria sendiri sehingga berbeda dengan berpikir biasa. Tidak semua kegiatan berpikir yang dilakukan manusia dapat dikatakan sebuah penalaran. Penalaran adalah proses berpikir yang secara luas dan menyeluruh. Ketika manusia berpikir tentang sesuatu secara luas, menyeluruh, dan tidak terfokus hanya pada satu kebenaran maka saat itulah manusia telah melakukan sebuah penalaran. Kegiatan berpikir semacam ini lebih dikenal dengan istilah logika.
Kriteria kedua dari cara berpikir melalui proses penalaran adalah analitik, yaitu berpikir dengan menggunakan tahapan-tahapan yang sistematis lewat analisa-analisa yang mendalam dan mendasar. Tanpa adanya proses berpikir yang sistematis lewat analisa-analisa tertentu tergantung pada objek kajian yang diteliti maka ilmu pengetahuan yang dihasilkan hanyalah bersifat keragu-raguan atau skeptis. Seperti hanya perasaan. Perasaan merupakan kegiatan penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran karena lebih memperankan hati yang non-analitik.
Dalam hal penalaran penting juga untuk diketahui objek pengetahuan yang dikaji dan bagaimana cara mendapat kesimpulan dari objek kajian itu. Sebab dalam hal memperoleh pengetahuan atau sumber ilmu pengetahuan kurang lebih dibagi menjadi tiga golongan. Pertama rasionalisme, menurut golongan ini sumber kebenaran adalah rasio atau sesuatau yang tergambar dalam pikiran meski hal itu kadang tak wujud dalam dunia nyata. Banyak hasil penelitian para ilmuwan yang menemukan sesuatu yang belum ada dalam realita tapi telah terlintas dan tergambar dalam rasio mereka sehingga setelah melalui proses yang panjang, hal yang tidak nyata tadi menjadi nyata. Lampu, HP, Pesawat Terbang merupakan sedikit contoh dari beberapa hasil penemuan yang semula tidak ada sehingga menjadi ada sebab proses penalaran dan terinspirasi dari kejadian-kejadian aneh yang diluar kebiasaan. Seperti pesawat yang katanya terinspirasi dari capung atau burok Nabi Muhammad. Dan banyak contoh yang lain.
Golongan kedua adalah empirisme, yaitu golongan yang menganggap sumber pengetahuan adalah bermula dari sebuah pengalaman seseorang pada kejadian realita sebuah peristiwa. Sesorang yang cenderung pada golongan ini akan percaya bahwa sesuatu itu benar adanya jika telah tampak dan mampu ditangkap oleh panca indera.
Terakhir adalah kebenaran yang bersumber dari kekuatan supranatural lewat pemberian Tuhan, atau yang lebih dikenal dengan istilah wahyu, ladunni, atau intuisi. Tidak banyak proses yang diperlukan proses ini hanya saja perlu usaha khusus dan proses yang tidak mudah untuk memperoleh hal itu. Oleh karenanya, hanya orang tertentu yang mendapatkan pengetahuan dari sumber tersebut.
Lantas dari ketiga sumber pengetahuan itu manakah yang benar dan bisa diaplikasin sebagai bekal mendapat sebuah kebenaran, semua dari ketiga itu, salah satu, atau kondisional? Jawaban itu akan ditemukan pada pembahasan kriteria kebenaran.
*Mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, mahasiswa jurusan Ilmu Al Quran dan Tafsir UIN Jakarta asal Bondowoso.