Kontroversi Pemikiran Joseph Schacht Terhadap Autentisitas Hadis
Islamic books on a shelf, Morocco, Tetuan

Menelusuri Akar Bahasa Orientalisme

Majalahnabawi.com – Dalam memahami pemikiran Schacht sebagai orientalis, perlu kita pahami terlebih dahulu terkait kata orientalis itu sendiri. Istilah “orientalisme” berasal dari perpaduan dua kata, yaitu “orient” yang berarti Timur, dan “isme” yang berarti paham atau aliran. Dalam bahasa Arab, istilah yang sepadan dengan orientalisme adalah “isytisyraq”, yang berasal dari kata “istasyraqa” yang artinya mengarah ke Timur dan mengenakan pakaian penduduk setempat. Menurut Kamus al-Maurid, orientalis adalah orang yang mempelajari bahasa, seni, dan budaya Timur.

Jadi secara umum, orientalisme merupakan kajian orang-orang Barat mengenai dunia Timur. Lebih spesifik lagi, orientalisme merujuk pada studi orang-orang Barat terhadap bahasa, sastra, sejarah, kepercayaan, hukum, dan peradaban yang berkembang di dunia Islam. Ada pula yang memaknai orientalisme sebagai gerakan intelektual Barat yang secara khusus mengkaji tradisi, peradaban, dan budaya Islam guna memahami berbagai aspek yang melatarbelakangi kemajuan peradaban Islam.[1]

Riwayat Hidup Joseph Schacht

Joseph Schacht lahir pada 15 Maret 1902 di Rottburg, Jerman, dalam sebuah keluarga yang cukup religius. Ayahnya bernama Edwart Schacht, seorang penganut Katolik yang mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Ibunya bernama Maria Mahor. Sejak kecil, Schacht sudah akrab dengan ajaran Kristen dan mengenal bahasa Ibrani serta bahasa Yunani kuno. Ia juga mempelajari bahasa Latin, Prancis, dan Inggris.

Karena tumbuh dalam keluarga yang taat beragama dan menghargai ilmu pengetahuan, Schacht sangat tertarik untuk mempelajari agama dan bidang-bidang terkait seperti filologi dan teologi. Pada 1920, ia mulai mengkaji filologi klasik, teologi, dan bahasa-bahasa Timur di Universitas Breslau dan Universitas Leipzig. Di kedua universitas itu, Schacht banyak menyelidiki studi Islam, terutama terkait hadis dan hukum Islam. Dari Universitas Breslau, ia meraih gelar pertamanya pada 1923. Dua tahun kemudian Schacht menjadi asisten profesor dan pada 1929 telah menjadi profesor bahasa-bahasa Timur. Pada 1932, ia sempat mendapat penawaran posisi serupa di Universitas Konigsberg, namun hanya untuk jangka waktu singkat..[2]

Di tahun 1926 dan 1933, Schacht melakukan perjalanan ke Timur Tengah dan Afrika Utara. Pada 1934, ia menjadi profesor tamu di Universitas Mesir. Berkat pengalamannya tersebut, Schacht menjadi sangat akrab dengan situasi Timur Tengah, tidak hanya sebagai peneliti dan cendekiawan di bidang ilmu pengetahuan Islam, tetapi juga sebagai dosen di Universitas Al-Azhar sejak usia 24 tahun. Dengan kata lain, Schacht bukan sekadar mempelajari Timur Tengah dari kejauhan, tetapi terjun langsung dan hidup bersama masyarakat di sana, bahkan mengajar di universitas Islam terkemuka seperti Al-Azhar di usia yang terbilang sangat muda.[3]

Ketika Perang Dunia II meletus, Schacht meninggalkan Kairo dan hijrah ke Inggris, di mana ia bekerja di Radio BBC London. Meski perang telah usai, ia memutuskan untuk tidak kembali ke Jerman dan tetap menetap di Inggris. Schacht menikahi seorang wanita Inggris dan mendapatkan kewarganegaraan Inggris. Ia lalu melanjutkan pendidikan di Oxford hingga meraih gelar Master (1954) dan Doktor (1952). Pada 1959, Joseph Schacht pindah ke Universitas Columbia di New York, Amerika Serikat, dan menjadi guru besar. Ia mengajar di sana sampai akhirnya meninggal dunia pada tahun 1969. Dengan demikian, meski ia lahir dan besar di Jerman, kesempatan mengenyam pendidikan dan berkarier di Inggris dan Amerika Serikat jugalah yang membentuknya sebagai pakar studi Islam di dunia internasional..[4]

Schacht adalah pakar studi Islam, namun karyanya tidak terbatas pada disiplin ilmu tersebt melainkan tersebar dalam berbagai disiplin Ilmu. Adapun karya-karyanya adalah The Origins of Muhammadan Jurisprudence,  an  Introduction  to Islamic  law dan Pre Islamic Background and Early Development of Jurisprudence.[5]

Pemikiran Joseph Schacht terhadap Hadis Nabi Saw.

Untuk membuktikan dasar-dasar pemikirannya terhadap kepalsuan Hadis Nabi saw. Josep Schacht menyusun beberapa teori, yaitu:

  • Teori Projecting Back

Teori Projecting Back yang dikemukakan Schacht bertujuan untuk merekonstruksi keaslian hadis dengan jalan menelisik sejarah hubungan antara hukum Islam dengan hadis Nabi Muhammad saw.

Schacht berpendapat bahwa hukum Islam sejatinya belum eksis pada masa tabi’in semisal Said al-Syabi (wafat 110 H). Dengan demikian, adanya hadis-hadis yang berhubungan dengan hukum Islam mengindikasikan bahwa hadis-hadis tersebut baru tercipta pasca masa tabi’in seperti al-Syabi.

Pendapat Schacht selanjutnya, hukum Islam baru muncul seiring dengan pengangkatan para qadhi (hakim agama) oleh khalifah Umayah, bukan pada masa khulafaur rasyidin. Menurutnya pula, sanad-sanad hadis dituliskan oleh orang-orang dari generasi yang berdekatan untuk memperoleh legitimasi yang lebih sahih. Kemudian, sanad hadis tersebut dihubungkan ke otoritas besar macam Abdullah bin Mas’ud dan seterusnya hingga sampai pada Nabi Muhammad saw guna memperkuat mazhab para ahli hukum Islam (fuqaha). Dengan demikian, menurutnya, sanad hadis yang lengkap bersambung ke Nabi saw adalah buatan ulama-ulama setelah tabiin untuk melegitimasi mazhab mereka.[6]

  • Teori Argumentum E Silentio

Teori Argumentum E Silentio Schacht ini didasarkan pada asumsi bila seorang sarjana hadis tidak cermat menelaah suatu hadis atau tidak mampu menyebutkannya, atau jika hadis tersebut pernah terpakai sebelumnya tanpa sanad yang lengkap, maka hadis itu dianggap tidak pernah ada. Jika sanad suatu hadis sebelumnya ditemukan dalam bentuk yang tidak sempurna, maka sanad hadis itu dianggap telah terpalsukan. Menurut Schacht, keberadaan suatu hadis dapat dipastikan dengan melihat apakah hadis tersebut dirujuk oleh para ahli fikih dalam diskusi mereka atau tidak. Pasalnya jika suatu hadis memang memiliki eksistensi di kalangan ulama, tentu para ulama akan menjadikannya sebagai dalil. Sebaliknya jika suatu hadis tidak ada dalam literatur hadis pada masa itu, berarti hadis tersebut belum ada pada saat literatur hadis ditulis.[7]

  • Teori Common Link

Teori Common Link yang diajukan Schacht berasumsi bahwa eksistensi suatu hadis sangat ditentukan oleh periwayat yang menjadi penghubung (common link) utama di tengah sanadnya. Jika seorang periwayat hadir secara signifikan dalam sanad berbagai riwayat suatu hadis, ia menganggapnya sebagai indikasi kuat bahwa hadis tersebut baru muncul pada masa periwayat tersebut.

Awalnya teori ini merupakan pengembangan dari pernyataannya tentang sanad keluarga, di mana riwayat seorang anak dari bapaknya atau riwayat seorang budak dari tuannya dianggap palsu. Menurut Schacht, hal itu bukan indikasi otentisitas melainkan hanya taktik untuk melegitimasi keberadaan suatu hadis.

Dengan kata lain, menurutnya, keberadaan seorang common link dalam sanad-sanad suatu hadis mengindikasikan bahwa hadis itu sebenarnya baru tercipta pada masa si common link tersebut..[8]

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, M. Ihsan, ‘Joseph Schacht Dan Teori-Teori Skeptisisme Tentang Hadis Serta Bantahan Terhadapnya’, Al-Afkar, Journal For Islamic Studies, 6.1 (2023), 12–27 <Https://Doi.Org/10.31943/Afkarjournal.V6i1.384>

Muslim, Nur Aziz, ‘Hukum Islam Dalam Prespektif Orientalis: Menelusuri Jejak Pemikran Joseph Shacht | Ahkam: Jurnal Hukum Islam’ <Https://Ejournal.Uinsatu.Ac.Id/Index.Php/Ahkam/Article/View/784> [Accessed 18 November 2023]

Nugroho, Irzak Yuliardy, ‘Orientalisme Dan Hadits : Kritik Terhadap Sanad Menurut Pemikiran Joseph Schacht’, Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam, 6.2 (2020), 155–70 <Https://Doi.Org/10.55210/Assyariah.V6i2.278>

Salma, Salma Oktaviani, ‘Pemikiran Joseph Schacht Terhadap Hadis’, Tammat (Journal Of Critical Hadith Studies), 1.1 (2023), 1–12

Sari, Winda, ‘Winda Sari, Yuzaidi Pemikiran Hadis Joseph Schacht Dan Bantahan Terhadapnya’, Al-Mu’tabar, 2.1 (2022), 1–11 <Https://Doi.Org/10.56874/Almutabar.V2i1.663>

Tujang, Bisri, ‘Eksistensi A Common Link Dalam Sanad Hadis Studi Kritik Terhadap Teori Joseph Schacht’, Al-Majaalis, 3.1 (2015), 57–105 <Https://Doi.Org/10.37397/Almajaalis.V3i1.32>


[1] metatags generator, ‘HUKUM ISLAM DALAM PRESPEKTIF ORIENTALIS: MENELUSURI JEJAK PEMIKRAN JOSEPH SHACHT | Ahkam: Jurnal Hukum Islam’ <https://ejournal.uinsatu.ac.id/index.php/ahkam/article/view/784> [accessed 18 November 2023]. H. 234-235.

[2] Salma Oktaviani Salma, ‘Pemikiran Joseph Schacht Terhadap Hadis’, TAMMAT (Journal Of Critical Hadith Studies), 1.1 (2023), 1–12. H. 3.

[3] Salma.

[4] Irzak Yuliardy Nugroho, ‘Orientalisme Dan Hadits : Kritik Terhadap Sanad Menurut Pemikiran Joseph Schacht’, Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam, 6.2 (2020), 155–70 <https://doi.org/10.55210/assyariah.v6i2.278>.h. 158.

[5] Nugroho. H. 158.

[6] Winda Sari, ‘Winda Sari, Yuzaidi PEMIKIRAN HADIS JOSEPH SCHACHT DAN BANTAHAN TERHADAPNYA’, Al-Mu’tabar, 2.1 (2022), 1–11 <https://doi.org/10.56874/almutabar.v2i1.663>.h. 6.

[7] M. Ihsan Fauzi, ‘Joseph Schacht Dan Teori-Teori Skeptisisme Tentang Hadis Serta Bantahan Terhadapnya’, Al-Afkar, Journal For Islamic Studies, 6.1 (2023), 12–27 <https://doi.org/10.31943/afkarjournal.v6i1.384>. h. 18-19.

[8] Bisri Tujang, ‘EKSISTENSI A COMMON LINK DALAM SANAD HADIS STUDI KRITIK TERHADAP TEORI JOSEPH SCHACHT’, Al-Majaalis, 3.1 (2015), 57–105 <https://doi.org/10.37397/almajaalis.v3i1.32>. h. 61-62.