Kritik Hadis Imam Bukhari dan Metodologinya

A’daul Islam (musuh-musuh islam) menempuh berbagai cara untuk memorak-porandakan ajaran islam dari dalam, khususnya usaha para orientalis. Mereka ingin menimbulkan tasykik (meragu-ragukan) ke dalam hati umat islam tentang hadis atau sunnah. Dengan kedok ilmiah mereka menelanjangi dan melakukan kritik hadis terhadap para sahabat Nabi kenamaan selaku orang pertama yang menerima hadis atau sunnah dari Rasul.

Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya, menjelaskan kritik hadis dalam keotentikan hadis Nabawi, terutama hadis yang tercantum dalam Sahih Bukhari dan menyangkal pendapat para orientalis yang meragukan keotentikan hadis Nabawi.

Kandungan Sahih al-Bukhari

Menengok karya-karya tulisnya, Imam Bukhari sebenarnya bukan hanya sekedar tokoh ahli hadis populer, melainkan juga seorang sejarawan (muarrikh), ahli fikih dan lain sebagainya. Nama kitab beliau dalam bidang hadis yang terkenal ialah kitab yang berjudul “al-Jami’ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtashar min Umur Rasul Allah Shalla allahu ‘alaihi wa Sallam wa sunanihi wa Ayyamihi” yang popular dengan sebutan “Sahih al-Bukhari”.

Ibnu Shalah, begitu pula Imam Nawawi, menuturkan bahwa Sahih al-Bukhari berisi 7275 hadis dengan pengulangan dan apabila tanpa pengulangan berjumlah 4000 hadis. Jumlah ini diseleksi dari 600.000 hadis yang diperolehnya dari 90.000 guru. Koleksi Sahih al-Bukhari ditulis selama 16 tahun, berisi lebih dari 100 kitab dan 3450 bab. Lamanya penulisan ini karena Imam Bukhari sangat cermat dalam menyeleksi hadis. Bahkan beliau tidak mau menulis satu hadis pun sebelum mandi lalu salat istikharah dua rakaat dan yakin bahwa hadis yang ditulisnya itu benar-benar Sahih.

Keutamaan Sahih al-Bukhari dan Muslim

Menurut pendapat Ibnu Shalah dan Imam Nawawi para ulama telah sepakat bahwa kitab Sahih al-Bukhori dan Sahih Muslim diterima sebagai kitab yang otentik sesudah al-Quran. Kedua kitab hadis tersebut merupakan kitab yang paling shohih dari pada Sahih al-Muslim karena memang Imam Bukhari sangat ketat dalam memilih hadis dengan syarat murid dengan guru atau rawi kedua dengan rawi pertama benar-benar pernah bertemu meskipun hanya sekali. Sedangkan Imam Muslim mengganggap cukup jika hanya mensyaratkan rawi dan gurunya harus sezaman.

Kritik Hadis Imam Bukhari

Menurut ahli-ahli ilmu hadis, kritik hadis adalah meyeleksi hadis-hadis antara yang sahih dengan yang dhaif dan meneliti para perawinya apakah dapat dipercaya dan kuat ingatannya (tsiqoh) atau tidak. Menurut Azami kritik hadis sudah ada sejak masa nabi. Namun lingkupnya masih sangat terbatas. Untuk menentukan sahih tidaknya sebuah hadis, para hali hadis umumnya mensyaratkan bahwa hadis dinilai sahih (otentik) apabila diriwayatkan dengan sanad yang bersambung kepada Nabi oleh rawi-rawi yang adil (jujur dan takwa) dan dhabit (kuat ingatannya), tidak ada ‘illat (cacat) dan syadz (kejanggalan).

Metode Penyebaran Hadis

Ilmu Hadis mengenalkan delapan metode penyebaran hadis (Tahamul al-‘ilm), yaitu sama’(mendengarkan), Qiraah (membacakan), Ijazah (mengizinkan), Munawalah (memberikan), Kitabah (menuliskan), I’lam (memberitahukan), Wasiyah (wasiat), dan Wijadah ( menemukan). Dari delapan metode ini ada dua yang tidak sahih yaitu “wasiyah” dan “ibadah” karena sanadnya munqathi’.

Kritik Hadis-Hadis Bukhari

Dalam Ilmu Hadis, kritik menunjukan kepada dua aspek, yaitu sanad dan matan hadis. Untuk mengetahui sifat-sifat rawi, kita memerlukan Kritik Sanad. Dalam hal ini kritik matan guna mengetahui apakah hadis itu mempunyai cacat (‘illat) atau janggal (syadz) karena dalam kenyataannya, Hadis-hadis Sahih al-Bukhari tidak luput dari kritikan berbagai pihak sejak dahulu hingga sekarang baik dalam matan ataupun sanad hadis.

Kritik Hadis Tempo Dulu

Meskipun Sahih al-Bukhari mengganggap sahih oleh para ahli hadis, ada juga sejumlah ahli-ahli hadis yang mengkritik. Pada tempo dulu ada beberapa nama ahli hadis yang mengkritik yaitu al-Daruqutni, Abu Ali al-Ghassani, dan lain-lain. Mereka menganggap hadis itu dhaif. Menurut, Imam Nawawi, kritikan mereka itu berangkat dari tuduhan bahwa hadis-hadis tersebut Imam Bukhari tidak menepati persyaratan-persyaratan yang ia tetapkan.

Kritik Hadis para Orientalis

Kritik hadis pada tempo sekarang yaitu berasal dari kalangan orientalis, mereka mengatakan bahwa para ahli hadis terdahulu hanya mengkritik hadis segi sanad dan matannya sajaanyak hadis—termasuk dalam Sahih al-Bukhari yang kemudian hari menyatakan hadis tersebut tidaklah sahih (otentik) dari segi sosial, politik, sains, dan lain-lain.

Tokoh-tokoh orientalis antara lain adalah Ignaz Goldzther, A.J. Wensinck, Robson, Maurice Bucaille, dan lain-lain. Sedang dari kubu islam terdengar nama Ahmad Amin. Para orientalis menganggap hadis Bukhari itu tidak otentik karena bertentangan dengan sains, politik, dan lain sebagainya.

Kritik Hadis dari Kubu Islam

“kita lihat sendiri sampai dengan Imam Bukhari, meskipun tinggi reputasi ilmiahnya dan cermat penelitiannya, beliau menetapkan hadis-hadis yang tidak sahih ditinjau dari segi perkembangan zaman dan penemuan ilmiah, karena penelitian beliau hanya terbatas pada kritik sanad saja.” 

Kritik Hadis

Sains dan Kritik Hadis

Para orientalis mengungkapkan, Jika suatu hadis bertentangan dengan sains maka hadis tersebut tidak sahih. Namun pertanyaannya—Bagaimana cara mengetahui suatu hadis tersebut shahih karena bertentangan dengan hasil penemuan sains?

Untuk menjawab pertanyaan ini para ulama membagi menjadi tiga kelompok :

Kelompok Konservatif

Kelompok yang menolak secara tegas dalam menggunakan kriteria sains untuk menguji kebenaran hadis. Karena, Keotentikan hadis bersumber dari hadis itu sendiri, selama tidak bertentangan dengan hadis lain dan al-Quran, meskipun bertentangan dengan sains.

Kelompok Ekstrem

Menguji aspek kebenaran untuk Hadis yang menyangkut masalah keduniaan dalam pandangan sains, apabila terbukti bertentangan maka hadis tersebut tidak sahih.

Kelompok Moderat

Mereka menjadikan sains sebagai penguji keotentikan hadis, asalkan para ahli menyepakati sains tersebut dan dan tidak berubah-ubah. Maka dalam hal ini, Kiai Ali memilih pendapat kelompok moderat. Karena Kiai Ali tidak menyalahkan salah satu pendapat golongan tersebut dan juga tidak menerimanya secara mutlak.

 Wallahu A’lam.