Kurban dan Pengentasan Kemiskinan
Hari raya Idul Adha segera tiba. Ditandai dengan penyembelihan hewan-hewan kurban sebagai simbol ibadahnya. Ibadah yang selain menjadi bentuk kesalehan ritual, juga mengandung kesalihan sosial. Dimana korelasinya?
Maka dari itu, pada edisi kali ini Nabawi mewawancarai seorang Guru Besar Sosiologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga pernah menjadi anggota Mustasyar PBNU Pusat 2004-2010, Prof. Dr. H. Muhammad Ridwan Lubis, MA. Berikut wawancaranya.
Selang beberapa waktu lagi kita akan merayakan Idul Adha atau yang lebih populer hari raya kurban. Apa arti kurban menurut bapak?
Kata Kurban kata dasarnya dalam bahasa arab terdiri dari qaf, ra’ dan ba’. Itu artinya mendekat. Jadi arti Kurban adalah mendekatkan diri pada Allah, itulah intinya. Ini akan berbeda jika kita bandingkan dengan agama lain, kalau agama lain berkurban itu sebenarnya untuk membuatnya jauh dari Dzat Yang Maha Kuasa.
Karena apa? karena bayangannya kurban itu angker dan juga ganas. Tetapi tidak, dalam Islam kurban itu membuat hubungan kita semakin dekat pada Allah. Mengapa demikian, karena dilihat dari sudut sejarah kemanusiaan, sebenarnya manusia ini berada pada titik tengah, antara apa yang disebut fascinosum.
Apa artinya? Kerinduan pada Yang Maha Kuasa. Pokoknya ingin dekat, rindu. Karena Tuhan Maha Kuasa, Maha Lembut, Pengampun, Pemaaf dan lain sebagainya. Tapi di saat yang bersamaan manusia juga mengalami semacam rasa ketakutan, ketakutan jika dosa kita tidak diampuni oleh Tuhan.
Nah, inilah kita berada pada dua sisi. Satu rindu yang sangat dan satu lagi adalah ketakutan yang sangat. Maka keduanya ini bertemu dalam diri manusia yang disebut dengan sifat takwa. Karena itu tujuan kurban adalah untuk menjadikan manusia bertakwa, untuk menjadi manusia yang selalu sadar dalam berketuhanan.
Sampai pada kesimpulan bahwa Islam memiliki karakter tersendiri. Karakter itu ada 2 macam: pertama hubungan pada Allah, hablun minallah. Yang kedua adalah hubungan pada sesama manusia, hablun minannas, dalam hal ini berarti tugas-tugas sosial kemanusiaan.
Dalam kaitan itu maka, kita harus berupaya mendorong agar wawasan umat meningkat tentang kurban. Jangan dipahami kurban ini hanya untuk melepas hutang saja. Dalam konteks yang seperti ini maka menurut pandangan saya, bahwa pada kurban ini harus dilakukan rekonstruksi. Harus dibentuk kembali mengenai cara pikir masyarakat tentang kurban. Yaitu dengan mencoba melakukan transformasi atau merubah cara pikir masyarakat dari kurban yang hanya sekedar untuk melunasi hutang kewajiban pada Allah kepada berkurban adalah untuk menuju terbentuknya manusia yang bertaqwa atau God consisnest dan pribadi yang social care, peduli pada kemanusiaan.
Mengapa demikian, apa sebabnya? Agar kembali pada karakter Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Karena itu kita bisa memahami sabda Nabi Saw:
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan (untuk berkurban), namun dia tidak melaksanakannya, maka janganlah ia dekati tempat salat kami.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
Ini merupakan peringatan keras. Mengapa? Karena Islam itu tidak boleh egois. Tidak boleh hanya mementingkan diri sendiri. Islam itu menjadi rahmat meliputi seluruhnya. Maka tujuan Islam tidak hanya untuk muslim tapi seluruh alam semesta. Inilah pesan kedamaian yang dibawa oleh ibadah kurban.
Langkah-langkah apa yang semestinya harus diambil oleh pemerintah kita, Pak?P
Pertama, menyangkut soal distribusi penyaluran. Misalnya seperti orang yan mampu membeli daging setiap hari, apakah daging kurban masih penting? Saya rasa sudah tidak. Maka sebaiknya pendistribusian daging kurban ini ialah hanya kepada yang berhajat (membutuhkan). Karena mereka inilah yang sekarang mengalami kekurangan gizi.
Cobalah tengok di perkampungan itu, jangankan untuk membeli daging, membeli beras saja mereka susah. Oleh karena itu, diperlukan adanya satu badan yang mengelola khusus tentang distribusi daging kurban melalui pendataan. Kita lihat kementrian agama dan beberapa ormas masih belum tertarik dengan ini. Maka dari itu, ke depannya di Indonesia perlu dibentuk badan nasional pengumpulan dan penyaluran hewan zakat yang berfungsi untuk mengatur pembagian daging hewan kurban.
Kita ini negara mayoritas muslim, namun mengapa keadaan sosial kita seolah lebih rendah dari agama minoritas lainnya?
Disini saya katakan ada semacam jurang dan jarak yang membedakan antar umat Islam. Islam itu apa? Islam itu unggul dan tidak ada yang bisa mengungguli Islam. Islam itu relevan untuk semua masa dan tempat. Tapi faktanya Islam yang unggul itu tidak membuat Islam menjadi unggul.
Orang Islam menjadi tetap melarat, susah, sebabnya adalah karena konstruk bangunan Islam yang benar itu belum dipahami oleh masyarakat. Masyarakat hanya melihat Islam sebagai instrumen budaya. Sebagai alat budaya. Contohnya seperti orang yang mudik ketika lebaran. Berapa juta mereka yang mudik kemarin? Banyak kesulitan yag dihadapi namun mereka memaksakan pulang. Mengapa? Karena mereka menganggap itu merupakan suatu kewajiban.
Inilah yang saya sebut sebuah instrumen budaya. Karena itu, maka kita harus merubah ini. kita harus meyakinkan masyarakat. Harus mengembalikan pemahaman mereka terhadap Islam yang substantif. Bukan Islam yang hanya sekedar instrumen budaya saja. Maka dari itu, kita harus mengembalikan makna kurban secara substansi, bukan kurban yang hanya sekedar simbol.
Kurban yang secara substantif itu bagaimana pak?
Kurban yang memiliki dua hubungan yang telah saya katakan tadi, hablun minallaah dan hablun minannaas.
Kita juga sering melihat banyak orang yang berkurban hanya untuk menunjukan kekayaannya. Bagaimana pandangan bapak?
Ya itulah mereka belum menangkap makna dari kurban. Kalau secara hukum fikih memang itu boleh saja. Tapi itu masih kurang, karena kurban yang sebenarnya adalah yang bermakna dekat kepada Allah dan dekat kepada sesama manusia. Pertanyaannya, apakah dia telah mendekatkan diri pada Allah maupun manusia? Jika tidak, maka semua ini harus kita rekonstruksi kembali hati kita.
Realitanya, pembagian daging kurban pada setiap individu perorangnya tergolong sedikit. Kisaran setengah sampai satu kilo saja, apa ini sudah bisa dikatakan mensejahterakan rakyat?
Sebenarnya daging itu adalah sebuah wujud harapan. Sugesti diri kita, bahwa kita telah menjadi orang lain. Orang kaya menjadi bagian masyarakat miskin begitupun sebaliknya. Ini yang jarang kita temui. Yang sering terjadi adalah orang miskin merasa dirinya tersisih sedangkan orang kaya merasa dirinya sebagai penentu.
Selama ini orang-orang kaya terkesan egois, merasa tidak selevel bergaul dengan si miskin. Si miskin merasa dirinya terancam. Maka dari itu, ini juga harus diubah. Apalah artinya harga daging itu? Namun ini juga menjadi pesan bagi si penerima kurban untuk membangun etos kerja dan agar ia mau berusaha.
Kalau kurban dinilai dengan sejumlah uang, bagaimana dampak sosialnya menurut bapak?
Secara tekstual, ini tidak memenuhi syarat. Karena teks-nya bukan jumlah uang. Disini banyak kita lihat bermacam-macam unsur yang saling berhubungan. Unsur si pemilik kurban ada, penerima kurban ada, jenis hewannya juga ada. Unsur darah yang mengalirnya ada, unsur komunitas sosialnya juga ada. Banyak sekali aspek yag terdapat didalamnya. Bukan hanya dagingnya saja. Setting sosial dari ibadah kurban itu sangat kuat. Dari sudut sosiologi, disini fungsi sosial terbentuk, karena dengan itu masyarakat akan menjadi utuh.
Terkadang kita mendapati pembagian kurban yang saling berebut. Bagaimana solusinya?
Ini hanya masalah teknis manajemen saja. Sebaiknya pihak penyelenggara kurban membentuk kepanitiaan yang terkoordinasikan dengan baik. Didaftar dulu siapa yang kira-kira layak diberikan kurban. Meja pembagiannya diperbanyak lalu dikelompokkan. Jadi ini teknis saja, yang jelas jangan sampai ada hal buruk terjadi.