Mengenal Sultan Sulaiman Al-Qanuni
majalahnabawi.com – Dari sekian banyak pemimpin pada masa Dinasti Utsmaniyyah, Turki, ada seorang penguasa sultan yang memiliki sifat yang baik dan mampu memperluas kekuasaan Islam sampai Eropa dan Asia. Mungkin masih sedikit yang mengenalnya. Pada kesempatan kali ini, kami akan memperkenalkan sosok tersebut, yaitu Sultan Sulaiman al-Qanuni. Berikut sedikit biografi dan sejarah kepemimpinannya,
Biografi Sultan Sulaiman al-Qanuni
Nama aslinya adalah Sulaiman Khan ibn Salim Khan ibn Sultan Bayazid Khan. Dia diberi gelar “al-Qanuni” yang artinya pembuat hukum yang digunakan dalam mengatur sistem pemerintahan Turki Utsmani yang kemudian tetap menjadi karya standar menyangkut undang-undang hukum Utsmani hingga terjadi reformasi pada abad ke-19. Sultan Sulaiman al-Qanuni dilahirkan pada tanggal 6 November 1469 M di Trabzon, sebuah kota yang terletak di Turki bagian Timur Laut di kawasan pantai Laut Hitam. Nama ibunya adalah Ayse Hafsa Valide Sultan atau sering disingkat Hafsa Sultan. Ayahnya bernama Sultan Selim I (w. 1520 M).
Seorang utusan dari Venesia, Bartolomeo Contarini dalam catatan perjalanannya ke Istanbul Turki, menggambarkan sosok Sultan Sulaiman al-Qanuni. Menurut Contarini, saat itu Sulaiman baru berusia 25 tahun, “Postur tubuhnya tinggi, tapi kurus dan kuat serta corak kulitnya lembut. Sultan Sulaiman memiliki leher yang sedikit lebih panjang dan wajahnya yang tipis serta hidungnya bengkok seperti paruh rajawali. Dia adalah pemimpin yang bijaksana, sangat cinta pada ilmu. Sehingga semua orang berharap banyak dari kepemimpinannya.” Contarini memuji akhlak Sultan Sulaiman al-Qanuni.
Masa Kecil Sultan Sulaiman al-Qanuni
Pada usia 7 tahun, dia telah dididik dengan Ilmu Kesusasteraan, Sains, Sejarah, Teologi, dan taktik ketentaraan di Istana Topkapi, Istanbul. Meski berdarah Ningrat, tetapi Sultan Sulaiman al-Qanuni sangat merakyat, bahkan berkawan dengan seorang budak yang bernama Ibrahim yang kelak menjadi penasehatnya yang dipercaya. Pada bidang perang maupun damai, ayahnya langsung yang mendidik dan peduli terhadap Sultan Sulaiman al-Qanuni. Kepedulian didikan ayahnyalah yang membuat Sultan Sulaiman al-Qanuni dekat terhadap semua kalangan. Sejak muda, Sultan Sulaiman al-Qanuni dikenal sebagai sosok yang seius dan tenang menghadapi masalah.
Masa Muda Sudah Menjadi Pemimpin
Pada usia 17 tahun, Sultan Sulaiman al-Qanuni ditunjuk menjadi gubernur Kaffa (Theodosia), kemudian dia juga ditunjuk menjadi gubernur Sarukhan (Manisa) setelah sebelumnya menjabat sebentar di Edirne (Adrianopel). Saat ayahnya Sultan Salim I wafat pada tahun 1520 M di usia sekitar 55 tahun, sebagai putra mahkota Sultan Sulaiman al-Qanuni langsung mengambil kekuasaan dan naik tahta pada tanggal 20 September 1520 M delapan hari setelah ayahnya wafat. Sultan Sulaiman al-Qanuni adalah Sultan Turki Utsmani yang kesepuluh yang naik tahta pada usia 26 tahun.
Kepemimpinan Sultan Sulaiman al-Qanuni
Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanuni, dia membuat perundang-undangan hukum untuk mengatur sistem pemerintahaan. Dia juga memperluas kekuasaan Turki Ustmani sampai daratan Eropa, Afrika Utara, dan Asia. Sultan Sulaiman al-Qanuni berhasil menaklukkan Irak, Iran, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Ekspansi Sultan Sulaiman al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Iran, Iran, Syiria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libya, Tunis, dan Aljazair di Afrika Utara; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa yang meliputi Laut Hindia, Laut Arabia, Laut Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam.
Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanuni, diterapkan kebebasan dan toleransi dalam menjalankan kehidupan beragama, dia dikenal sosok pemimpin yang adil, tidak membeda-bedakan rakyatnya terutama dalam hal pemilihan jabatan pemerintahan.
Masa pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanuni adalah yang terpanjang di masa Turki Utsmani, yakni dimulai pada tahun 1520 sampai 1566 M. Sultan Sulaiman al-Qanuni mampu menguasai dan berbicara lima bahasa, bahasa Turki Utsmaniyah, Arab, Serbia, Chagatai, dan Persia.
Pembuat Perundang-undangan Tetap Turki Utsmani
Sultan Sulaiman al-Qanuni menyusun tata perundangan dengan berdiskusi bersama Syekh Abu al-Suud Effenddi. Dia berusaha agar tata perundangan tidak melenceng dari garis-garis syariat Islam. Undang-undang tersebut dikenal dengan Qanun Namuhu Sulthan Sulaiman atau undang-undang Sultan Sulaiman. Undang-undang tersebut diterapkan hingga abad ke-13 H atau abad ke-19 M.
Karena konsistennya Sultan Sulaiman al-Qanuni menerapkan undang-undang yang disusun itu, sehingga dia dijuluki dengan al-Qanuni yang berarti pembuat undang-undang, dan julukan itu menunjukkan keadilan Sultan Sulaiman al-Qanuni dalam memerintah. Orang-orang Eropa menjulukinya dengan The Magnificent dan The Great.
Masa Akhir Kepemimpinan Sultan Sulaiman al-Qanuni dan Wafatnya
Di penghujung usianya, Sultan Sulaiman menderita sakit encok, sehingga membuatnya tidak bisa lagi mengendarai kuda. Dan beliau memiliki usia yang cukup panjang, mencapai 74 tahun.
Saat ia mengetahui orang-orang Kristen Eropa, berada di garis perbatasan negeri kaum mslimin, Sultan Sulaiman tetap berdiri, berjihad memimpin pasukannya, padahal saat itu beliau sedang menderita sakit yang cukup parah.
Ia berangkat pada tanggal 9 Syawal 973 H/ 29 April 1566 M. Saat sampai di Kota Szigetvár, Hungaria, sakit yang beliau derita pun bertambah parah. Sebelumnya, dokter kerajaan telah menasihatinya agar tidak berangkat ke medan jihad, dengan harapan sakit yang ia derita dapat sedikit reda atau bahkan sembuh total. Namun beliau menjawab dengan jawaban yang diingat oleh sejarah, ia berkata, “Aku lebih senang wafat dalam keadaan berjihad di jalan Allah”.
Sultan pun mengepung Kota Szigetvár. Setelah dua minggu mengepung, sampailah pasukan Islam di garis depan, dan pertempuran pun pecah. Cuaca yang dingin, kekuatan besar Kristen dan semangat tinggi mereka untuk mempertahankan benteng, menjadikan perang itu sebagai perang terberat yang dihadapi umat Islam.
Peperangan dan pengepungan terus berlangsung hingga genap 5 bulan. Kekhawatiran kaum muslimin pun kian meningkat karena sulitnya menaklukkan benteng Szigetvár ini. Di sisi lain, sakit Sultan bertambah parah, dan ia merasakan bahwa ajalnya telah dekat. Sultan pun merendahkan dirinya kepada Allah Swt, ia berkata, “Ya Allah penguasa sekalian alam, berilah kemenangan kepada hamba-hamba-Mu, umat Islam, tolonglah mereka, dan berilah nyala api pada orang-orang kafir ini”.
Sang Sultan Kembali Menuju Sang Khaliq
Allah Swt mengabulkan doa Sultan Sulaiman. Salah satu peluru meriam umat Islam menghatam gudang mesiu orang-orang kafir. Ledakan dahsyat pun terjadi. Benteng mereka pun jebol. Umat Islam pun menyerang mereka habis-habisan. Dan pada akhirnya, bendera Sulaimaniyah berhasil berkibar di puncak benteng.
Betapa gembiranya sultan dengan kemenangan tersebut. Ia memuji Allah atas nikmat yang agung ini. Lalu ia berkata, “Sekarang, selamat datang wahai kematian. Selamat datang kebahagian (kemenangan) dan (semoga) kemenangan yang abadi. Berbahagialah jiwa yang ridha dan diridhai. Yaitu mereka yang Allah ridhai dan mereka juga ridha kepada Allah”.
Ruh sang Sultan pun beranjak, pergi meninggalkan jasadnya pada tanggal 20 Shafar 974 H/ 5 September 1566 M. Semoga Allah menempatkan di surga yang penuh dengan kebahagiaan.
Kabar wafatnya Sultan Sulaiman, disampaikan Muhammad Basya kepada putra mahkota Sultan Salim II. Sultan Salim II berangkat menuju Szigetvár untuk menjemput sang ayah, kembali menuju Istanbul. Hari itu adalah hari yang penuh duka cita, umat Islam merasakan kesedihan dan kehilangan yang sangat mendalam. Adapun orang-orang Kristen Eropa merasakan kegembiraan yang begitu besar atas wafatnya Sultan Sulaiman, melebihi kegembiraan mereka atas wafatnya Sultan Bayazid I dan Muhammad al-Fatih. Mereka dentangkan lonceng-lonceng gereja mereka karena gembira dengan wafatnya sang mujahid.